Jia Andrea selama lima tahun ini harus bersabar dengan dijadikan babu dirumah keluarga suaminya.
Jia tak pernah diberi nafkah sepeser pun karena semua uang gaji suaminya diberikan pada Ibu mertuanya.
Tapi semua kebutuhan keluarga itu tetap harus ditanggung oleh Jia yang tidak berkerja sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 31
"Jia, anak kamu ditinggalin, apa dia tidak sedih?" Tanya Candra memulai percakapan mereka.
Jia menoleh ke arah Candra. "Ya namanya juga anak-anak Can, kalau di tinggal ya pasti sedih lah." Jawab Jia sembari menyandarkan punggungnya.
"Tapi kalau gak gini, gimana caranya aku bisa mencukupi kebutuhannya. Ayahnya saja gak peduli sama dia." Lanjutnya yang membuat Candra iba.
"Maaf sebelumnya, apa urusan kamu sama suami kamu sudah benar-benar selesai?" Tanya Candra.
Jia menggelengkan kepalanya. "Prosesnya di persulit sama Mas Rangga. Aku juga gak tahu apa maksud itu semua, dia yang minta bercerai. Tapi dia juga yang mempersulit prosesnya." Jawab Jia.
Candra hanya mengangguk pelan.
"Ku pikir kamu sudah benar-benar selesai sama suami kamu, Jia." Batin Candra dalam hati.
"Kamu sendiri, Kamu beneran anak kandung Pak Heri? Kenapa aku baru tahu?" Tanya Jia yang sedikit penasaran dengan kehidupan Candra.
Candra mengangguk.
"Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Aku dulu sempat mengambil beasiswa S2 dan kuliah di luar negeri, jadi jarang banget ikut Papa bergelut dengan dunia bisnis seperti ini. Pulang-pulang aku sudah mendengar Papa mendirikan perusahaan walaupun tidak besar. Di kelola Kakakku sama Adikku. Jarak kita tidak terlalu jauh. Hanya 3 tahun 3 tahun saja. Jadi saat Adikku lulus S1 dia langsung terjun kedunia bisnis mengikuti langkah Kakak." Cerita Candra yang membuat Jia penasaran.
"Waaww ternyata kamu hebat juga ya, kamu dapat beasiswa full atau setengah?" Tanya Jia antusias.
"Alhamdulilah aku dapat beasiswa full, Jia. Mangkanya aku berusaha menyelesaikannya dengan cepat. Seharusnya aku lulus tahun depan tetapi aku berusaha tahun ini sudah lulus. Dan Alhamdulillah doa ku di kabulkan Tuhan." Jawab Candra lagi, membuat Jia semakin bangga mendengarnya.
"Kenapa kamu buru-buru mau selesai?" Tanya Jia.
"Bukannya buru-buru juga, aku hanya saja, aku mau orang tua lebih cepat melihatku sukses terutama Mama." Ucap Candra lirih.
Jia menoleh ke arah Candra dengan tatapan penuh tanya.
"Mama ku di vonis mengidap kanker darah, dia mau aku untuk cepat pulang waktu itu. Bahkan saat itu, aku belum ada setengah semester disana. Tapi aku janji sama Mama akan menyelesaikan studyku secepatnya. Dan aku bersyukur bisa menepati janjiku sama Mama. Tinggal Calon menantunya saja yang belum ku tepati hahaha." Candra menceritakan kisahnya yang di tutup dengan candaan.
"Ck padahal aku sedang mendalami cerita mu. Malah bercanda gitu." Gumam Jia yang semakin membuat Candra tertawa.
Krucukk!!
Kali ini Jia yang tertawa karena mendengar suara perut Candra yang berbunyi.
"Hehehe aku lapar, tadi cuma sempat sarapan roti." Ucap Candra menahan rasa malunya.
Jia mengerutkan keningnya heran. "Kenapa cuma roti?" Tanya Jia pada Candra.
"Karena aku mau buru-buru berangkat ke kantor untuk ketemu sama kamu" batin Candra dalam hati.
"Ah gak papa, tadi aku bangun kesiangan, jadi aku takut kalau akan telat. Malu sama Pak Alan kalau aku sampai telat." Jawab Candra beralasan, tapi membuat Jia menganggukkan kepala.
"Di depan sana ada cafe. Kita berhenti sebentar kamu harus sarapan dahulu." Ucap Jia yang diangguki oleh Candra
Candra membawa mobil yang dia kendarai menuju kecafe yang maksud Jia. Dia mencari tempat parkir yang masih kosong.
"Yuk Jia." Ajak Candra seraya melepas sabuk pengamannya.
Keduanya pun melangkah memasuki sebuah cafe sederhana. Dan kini mereka berdua sedang sibuk memilih menu yang tersedia.
"Kamu yakin cuma pesan itu saja?" Tanya Candra, ia merasa sungkan dengan Jia yang hanya memesan kentang goreng dan segelas kopi latte.
Jia menganggukkan kepalanya.
"Aku sudah sarapan dirumah tadi. Kalau aku pesan makan berat, yang ada malah mubazir nanti. Aku nyemil kentang saja sambil nemenin kamu makan." Jawab Jia yang di angguki Candra.
"Maaf ya, gara-gara aku yang belum sarapan perjalanan kita malah tertunda." Ucap Candra merasa tak enak.
"Santai saja, toh kita juga harus membuat mobilnya beristirahat." gurau Jia.
Saat mereka tengah asik mengobrol. Makanan yang mereka pesan pun sudah tersaji diatas meja.
Candra yang menikmati makanannya dan Jia hanya menyemil kentang goreng sambil memainkan ponselnya.
[Halo Bunda.] Sapa Amira yang wajahnya kini memenuhi layar ponsel Jia.
Pipi tembemnya terlihat benar-benar menggemaskan.
Jia tersenyum saat video call yang dia lakukan dengan Mamanya menampilkan wajah anaknya.
[Hai sayang. Kamu lagi ngapain? Kok hp Oma ada di kamu?] Tanya Jia pada Amira.
[Oma lagi buat puding Bunda. Aku lagi nunggu Oma di meja makan.] Celoteh Amira yang kini terlihat lebih ceria membuat Jia tersenyum.
[Jangan lupa nanti sisakan buat Bunda.] Jawaban Jia membuat Amira terlihat mengangguk cepat.
[Bunda udah sampai?] Tanya Amira.
[Belum sayang, Bunda istirahat dulu di rumah makan sama Om Candra.] Jawab Jia seraya menolehkan ponselnya pada Candra dan Candra hanya melambaikan tangannya karena dia masih sibuk mengunyah.
[Sudah dahulu ya sayang. Bunda tutup teleponnya. Nanti Bunda kabari lagi kalau sudah sampai] Ucap Jia yang pamit kepada sang anak.
[Bunda hati-hati, nanti malam Bunda harus pulang cepat dan harus makan puding buatan Oma.] Jawab Amira senang, membuat Jia tidak berhenti tersenyum.
[Iya sayang, assalamualaikum.] Ucap Jia sebelum menutup sambungannya.
[Waallaikumsalam Bunda.] Jawab Amira seraya melambaikan tangannya dilayar.
"Itu Anak kamu?" Tanya Candra yang sudah menyelesaikan makannya.
Jia mengangguk cepat.
"Cantik dan pintar ya. Mirip ibunya banget." Puji Candra pada Amira.
Jia hanya menanggapinya dengan senyuman, lalu memimum latte yang di pesannya.
Candra memandangi Jia dengan perasaan kagum. Baru pertama kali dirinya bertemu wanita seperti Jia.
"Jia, aku tahu ini bukan waktu yang tepat. Aku juga tau masalah rumah tangga mu dari Papa. Emm kalau kamu mengizinkan, setelah kamu resmi bercerai nanti, apa aku boleh mengenal kamu lebih dekat?" Pertanyaan Candra yang tiba-tiba yang membuat Jia tersedak minumannya.
Uhukk... Uhukk...
Jia terbatuk setelah mendengar ucapan Candra. Lalu dia menoleh ke arah Candra.
"Kamu ngomong apa sih, Can?" Tanya Jia heran.
"Aku serius Jia. Kalau kita berjodoh dan kamu mau merima aku. Aku akan meminta restu orang tua mu, tapi kalau ternyata kita gak cocok dan kamu gak mau merima aku. Kita cukup menjadi teman kerja saja." Jawab Candra meyakinkan Jia.
Jia kini terdiam setelah mendengar ucapan Candra. Ia tak tau harus menjawab apa.
"Cand, kamu tahu kan status ku apa. Aku cuma gak mau mengulangi kesalahan yang sama. Mungkin dulu aku bisa bersama suamiku karena aku hanya memikirkan perasaanku saja, tapi kini semuanya berbeda. Kalau kamu mau sama aku, itu artinya kamu juga harus bisa menerima anak ku, menerima dia apa adanya. Tapi kamu kan masih bujang, kamu masih punya kesempatan untuk mencari yang sama-sama single. Bukan janda yang sudah beranak seperti ku." Jawab Jia lirih.
"Aku gak peduli status kamu apa. Orang tua ku juga pasti tidak akan memperdulikan itu. Aku akan berusaha menjadi Ayah yang baik untuk anak mu nanti. Untuk saat ini, aku hanya perlu izin dari kamu untuk mengenal kamu lebih dekat." Ucap Candra meyakinkan Jia.
Jia yang nampak bingung pun hanya bisa terdiam. Jujur sebenarnya dia juga merasa nyaman beberapa hari ini saat bersama dengan Candra.
"Tunggu sampai masalahku selesai saja ya." Jawab Jia pelan.
Namun, membuat bibir Candra melengkung mengukir senyum, menampakan dua lesung pipi yang tampak manis diwajah pria itu.
Pria itu lalu menganggukkan kepalanya dengan semangat.
***********
***********