Tampan, mapan dan populer rupanya tidak cukup bagi sebagian perempuan. Vijendra sendiri yang menjadi objek dari ketidak syukuran pacarnya, atau mungkin bisa disebut mantan pacar. Ia memilih mengakhiri semuanya saat mendapati perempuan yang ia kasihi selama 3 tahun lamanya sedang beradu kasih dengan laki-laki lain.
Cantik, berprestasi dan setia juga sepertinya bukan hal besar bagi sebagian laki-laki. Alegria harus merasakan sakitnya diputuskan sepihak tanpa tahu salahnya dimana.
Semesta rupanya punya cara sendiri untuk menyatukan dua makhluk yang menjadi korban ketidak syukuran hingga mereka sepakat untuk menjadi TEMAN BAHAGIA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon firefly99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Vajendra
Siang ini, Vajen duduk di salah satu kursi kantin perusahaan besar. Ia memang telah memiliki janji bertemu dengan Airlangga, teman ayahnya dan juga ayah dari temannya. Ia merasa sedikit gugup, entah karena apa. Padahal biasanya ia tidak begini.
"Sudah lama datangnya?" tanya Airlangga yang mengambil posisi duduk di seberang meja.
"Belum lama, om. Sekitar 10 menit." jawabnya.
Airlangga mengangguk mengerti. Ia lalu memanggil salah satu pegawai kantin. "Tolong buatkan Caramalized butter prawns 2. Minumnya orange juice less sugar." katanya.
"Baik, pak." ucap pegawai kantin sebelum kembali ke dapur.
"Masih suka udang, kan?" tanya Airlangga pada anak muda di depannya.
Vajen mengangguk, "Masih, om. Terima kasih."
"Kalau Yaya, masih gak suka makan udang sampai saat ini. Katanya gak suka karena baunya sama gak bisa buka kulitnya." Airlangga terkekeh sendiri membayangkan wajah jijik anaknya saat melihat udang.
Vajen ikut terkekeh. "Vajen kira sudah suka, om." katanya.
"Dia lebih suka olahan daging, seperti coto atau toppa' lada." beritahu Airlangga. "Ada apa? Kenapa sampai nyamperin om ke kantor? Padahal sering ke rumah." tanya nya kemudian.
Vajen menelan ludahnya, sembari memperbaiki posisi duduknya agar lebih tegak. pandangannya lurus ke depan, menatap lawan bicaranya. "Sebelumnya, Vajen mau minta maaf karena sudah mengganggu waktu kerja om. Kedatangan Vajen ke sini dan menemui om karena Vajen mau meminta izin om untuk mendekati Yaya." katanya dengan sangat lugas dan santun.
Sebelah alis Airlangga terangkat. Seolah sedang memahami maksud dari ucapan pemuda di depannya. "Bukannya kalian memang dekat, sejak kecil malahan."
Vajen menggelengkan kepalanya. "Kami memang dekat dalam artian teman, om. Tapi bukan itu maksud Vajen. Vajen ingin lebih dekat dengan Yaya dan menjadikannya sebagai teman hidup, bukan sebagai teman main saja."
Airlangga menghela napasnya. "Kenapa secepat ini? Bukannya kalian berdua baru lepas dari hubungan yang lama? Lebih tepatnya kamu. Berakhir nya hubungan kamu dan mantan kekasihmu menjadi perhatian publik. Apakah kamu sudah benar-benar yakin dengan permintaanmu ini atau hanya sekedar langkah untuk recovery?"
"Tentu saja sangat yakin, om. Dua bulan terakhir di Nevada, Vajen sudah memikirkan ini mateng- mateng. Kisah masa lalu saya sama sekali tidak ada hubungannya dengan niat saya kepada Yaya. Saya benar-benar telah selesai dengan yang sebelumnya." jawab Vajen.
"Yaya ada Aileen sekarang. Kamu yakin?"
"Sangat yakin, om. Aileen adalah bagian dari Yaya, dan saya juga nyaman bersama dengan bayi mungil itu."
"Om tidak bisa berbicara banyak, keputusan akhirnya tetap ada pada Yaya. Tapi om minta tolong sekali, jika ini hanya sebatas candaan, tolong jangan dilanjutkan. Cukup dua bulan kemarin om merasa tak berguna karena melihat Yaya memendam sakitnya."
"Apakah om memberikan izin kepada Vajen?"
Airlangga mengangkat kedua bahunya. "Silahkan berusaha." jawabnya.
"Terima kasih, om." ucap Vajen dengan ekspresi yang begitu lega dan senang.
"Bagaimana keadaan di Nevada? Lanjut kontrak lagi kah?"
"Alhamdulillah, masih, om. Mungkin sampai tahun depan."
"Dan kamu diizinkan untuk main di sini juga?"
"Iya, om. Pelatih di sana kebetulan kenal dengan coach Nilon, jadi mungkin izinnya lebih mudah."
"Semoga usaha kamu dan yang lain berbuah manis. Om selalu suka melihat orang bermain bola, hal itu mengingatkan om pada almarhum papa." ujar Airlangga.
Percakapan mereka baru usai saat jam 1 siang. Airlangga sudah harus kembali bekerja sementara Vajen harus mengejar penerbangan untuk ke Mahalaga sore nanti.
✨✨✨
Siang di keesokan harinya, Alegria bisa bernapas lega karena telah berhasil meraih gelar sarjana hukum. Beberapa teman kelasnya ikut merayakannya, juga dengan teman-teman KKN nya. Di tubuh bagian depannya bahkan sudah ada salempang yang bertuliskan 'SIAP DIPINANG' hasil kegabutan Arinda.
Sebagai tanda ucapan terima kasih nya karena telah dirayakan, Alegria mengajak teman-temannya makan siang bersama.
"Ade jadi pembuka di kelas, semoga yang lain bisa menyusul." harap Alma.
"Ade juga pembuka di kelompok KKN, sabilah yang lain ikut." ujar Keanu.
Ada 15 orang di meja sudut cafe, termasuk Alegria sendiri.
"Selalu ingat ini, skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai." ucap Alegria.
"Benar. Gue pilih judul yang mudah-mudah saja. Gue bukan Albert Einstein, cok." Arinda menimpali.
Yang lain terkekeh mendengar ucapan Arinda. Sekarang lah masa-masa uji mental berlangsung. Semoga para mahasiswa akhir ini diberikan ketabahan dan juga semangat juang yang terus membara hingga nanti.
Alegria baru tiba di rumah saat sudah sore. Keningnya berkerut ketika mendengar suara tawa dari taman samping rumah. Alih-alih masuk ke dalam rumah, ia malah belok ke samping dan melihat keberadaan abangnya beserta Vajen.
"Nah, pulang nih sarjana kita." Alden menyambut adiknya dengan pelukan. "Super proud of you, dek Yaya." imbuhnya, lalu mengecup puncak kepala adiknya dua kali.
"Thank you, abang." Alegria jinjit agar bisa mengecup pipi abangnya.
"Butuh jasa foto gak nih?" tanya Vajen.
"Boleh." jawab Alden.
Alegria memang masih mengenakan pakaian yang rapi, hanya saja sepatunya sudah berganti menjadi sendal rumahan. Ia tersenyum ke arah kamera ponsel yang dipegang Vajen.
"Done!" kata Vajen.
"Gantian gak? Barangkali Lo juga mau foto sama sarjana baru kita." tawar Alden.
"Harus itu." kata Vajen cepat. Lalu berganti posisi dengan Alden.
"Gak usah ngerangkul segala." omel Alden.
"Kagak elah, gue cuma rapiin rambutnya Yaya." ujar Vajen. Tadi ia memang membawa anak rambut Yaya ke belakang telinga perempuan itu. "Posenya gimana Ya?" tanyanya.
"Terserah kak Vajen." jawab Yaya. Ia tersenyum lalu mengangkat tangan kirinya yang membentuk sign love.
"Udah." beritahu Alden. "Ganti baju gih, kita ke Trinzall sekarang." suruhnya pada sang adik.
"Ngapain ke Trinzall?" tanya Alegria.
"Om Aisar jatuh dari kuda, ibu minta agar kita kesana."
"Aye- aye." Alegria lalu memasuki rumah papinya untuk berganti pakaian. Ia tentu tak lupa untuk mengambil cooler bag nya di mobil dan mengamankan ASI yang tadi ia pompa.
Tuk!
"Sakit, Alden!" keluh Vajen saat merasakan sesuatu menimpa kepalanya.
"Sikit Ildin, alah bacot."
"Lo kenapa dah?"
"Lo tuh yang kenapa? Malah senyum senyum sendiri." Alden sampai bergidik geli.
Vajen terkekeh. Enggan untuk menjawab pertanyaan Alden, takut laki-laki itu semakin murka jika tahu bahwa ia sedang melihat fotonya dan Alegria.
Jam 5 sore, barulah Jeep Wrangler yang dikendarai Alden meninggalkan rumah.
"Tumben ke sini?" Alegria membuka obrolan sekaligus mempertanyakan kenapa abangnya bisa kesini.
"Ya kan mau kasih Yaya surprise. Sebenarnya mau dinner, tapi ternyata ada hal diluar dugaan yang terjadi, yah jadi begini " jawab Alden.
"Owalah. Padahal besok Yaya rencana ke Atlantis. Rindu berat sama baby."
"Eh iya, kenapa Aileen belum boleh dibawa pergi pergi?" tanya Vajen.
"Bukan belum boleh. Boleh sebenarnya. Tapi suhunya tuh yang gak dingin. Kulitnya masih apa yah." jawab Alden.
Mau pantengin terus sampai tamat ahh 😁
Semangat kak bikin ceritanya 🤗 ditunggu sampai happy ending yahh 😘