Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11 : Mulai protektif
Pertama kali tidur dalam satu kamar, membuat Ezar tak dapat memejamkan mata. Kasur empuk yang dulu selalu membuatnya terlelap, kini berubah seperti dipan keras yang membuatnya gelisah.
Di depan tv, tepatnya di sofa panjang, seorang gadis cantik sudah tertidur lelap sejak tadi. Gadis itu bahkan tidak peduli dengan kondisi Ezar yang sedang gusar.
Siluet tubuh Zara tampak jelas di sinari cahaya bulan. Dan itu sangat indah di pandang mata.
Jam tiga dini hari, di saat Ezar baru saja terlelap. Zara bangun dari tidurnya. Dan setiap hari memang sudah seperti itu. Kebiasaan shalat malam yang di ajarkan Abi Adam dan umi Aza kini mendarah daging dalam diri Zara.
Dia bangkit dari tempat tidur, melangkah ke kamar mandi, mengambil wudhu dan bersiap melakukan ibadah.
Suatu keberuntungan baginya yang selalu membawa mukena ke mana mana, jadi di situasi seperti ini, Zara punya solusi dan tidak harus menyusahkan orang lain.
Waktu subuh datang, dan Ezar masih terlelap. Bunyi alarm yang bahkan bisa membangunkan satu kampung itu, tak di gubris Ezar.
Zara mulai gelisah, jam menunjuk di angka lima. Jika di rumah mereka, Ezar akan ke mesjid shalat subuh berjamaah.
" Mungkinkah dia sakit?" Gumam Zara lalu menghampiri Ezar.
" Dok.." Panggilnya.
Tidak ada respon.
Zara jadi over thinking. Dia menempelkan tangannya di kepala Ezar.
" Tidak demam. Tapi kenapa dia belum bangun?"
Sekali lagi Zara memanggil Ezar." Dok."
Ezar membuka mata, tangannya menarik tangan Zara yang baru saja menempel di jidatnya. Karena kaget, Zara hilang keseimbangan dan jatuh tepat di atas tubuh Ezar.
Zara mencoba bangkit setelah menyadari di mana tubuhnya berada saat ini, tapi tangan kekar Ezar menahan punggungnya.
" Kau menggodaku?" Pertanyaan itu refleks membuat Zara mengangkat wajahnya.
" Sa..saya? Menggoda anda?"
Ezar mengangguk sembari menatap lekat wajah Zara yang terlihat sangat cantik tanpa balutan bedak atau apapun itu.
Zara kembali mencoba bangkit, tapi tetap tidak bisa, karena Ezar memeluknya dengan erat.
" Dokter yang memeluk saya, lalu kenapa saya yang di jadikan tersangka?" Protes Zara.
Ezar mengurai senyum. Di telinganya, pertanyaan Zara justru semakin membuatnya tergoda.
" Aku tidak memelukmu." Kilah Ezar.
" Tapi, tangan dokter di atas punggung ku, bukankah itu namanya memeluk?" Kembali Zara melayangkan protesnya.
" Salahkan saja tangannya, kenapa malah menyalahkan ku?" Bantah Ezar yang membuat Zara melotot sempurna.
Zara menghela nafas panjang. Dia pusing menghadapi Ezar.
" Ya Allah dok.." Hanya itu, Zara tidak bisa berkata kata lagi.
Ezar kemudian tertawa renyah." Kenapa membangunkan ku? Kau butuh sesuatu?" Ujarnya kemudian.
" Sudah masuk waktu subuh dok, Telat sedikit saja, dokter akan kalah sama matahari pagi." Kata Zara.
Ezar melihat jam di dinding kamarnya, dan baru kali ini dia melewatkan shalat subuh nya di mesjid.
" Kamu sudah shalat?" Tanya Ezar.
" Belum."
" Berjamaah mau?"
Zara menatap mata Ezar, pria yang masih memeluknya itu terlihat sangat serius.
Zara akhirnya mengangguk dengan rona merah di kedua pipinya. Biasanya itu akan terjadi ketika seorang pria sedang menggoda atau mengatakan cinta pada wanitanya, tapi ini agak lain. Zara justru menampilkan semburat merah ketika Ezar mengajaknya shalat berjamaah.
Ezar melepas pelukannya lalu bangkit dan bergerak ke kamar mandi. Zara menyiapkan sajadah dan pakaian untuk Ezar.
Tidak lama kemudian Ezar keluar. Melihat pakaian di atas tempat tidur, Ezar tersenyum sumringah.
Shalat subuh mereka laksanakan dengan khusuk. Zara mencium tangan Ezar dan Ezar refleks mencium kepala Zara. Dan interaksi keduanya mengalirkan kehangatan di dalam hati masing masing.
" Di rumah mu, apa kau melakukan shalat berjamaah seperti ini juga?"
" Iya, tapi hanya terkadang berdua dengan umi, soalnya abi dan mas Zayn pergi ke mesjid."
Ezar menatap Zara, ia seperti tidak bosan melakukan hal itu.
" Boleh pinjam mobil anda dok?" Tanya Zara setelah keheningan yang melanda.
" Mau kemana?" Kening Ezar mengernyit.
" Pulang, saya tidak ada pakaian ganti."
Ezar tersenyum. " Sebaiknya kamu mandi saja, pakaianmu sudah ibu siapkan di dalam lemari."
Zara terkesiap. " Kapan ibu menyiapkannya?"
" Entahlah, tapi semalam saat kita datang, semuanya sudah ada."
" Lalu, kenapa saya tidak di beri tau? Kan bisa pakai pakaian saya sendiri, tidak harus meminjam punya dokter." Sungut Zara.
" Aku hanya ingin melihatmu memakai pakaian ku saja."
Zara pun berdiri." Dasar dokter aneh." Gumamnya sembari berlalu meninggalkan Ezar.
" Bilang apa barusan? Aneh katamu?" Tanya Ezar tersenyum. Dengan sangat jelas dia mendengar kalimat hinaan Zara untuknya.
" Tidak ada, dokter mungkin salah dengar." Bantah Zara dan memilih masuk ke dalam kamar mandi.
" Kenapa dia menggemaskan sekali?" Gumam Ezar tersenyum penuh arti.
Namun senyuman itu menghilang, ketika sebuah panggilan di ponselnya memperlihatkan nama seorang wanita.
" Iya Na."
" Kamu di mana?"
" Di rumah."
" Di rumah kita?"
" Bukan, di mansion mama. Kenapa ada yang penting? Aku harus segera ke rumah sakit."
" Judul ku di terima Zar, dan minggu depan aku sudah sidang."
" Syukurlah."
Di seberang sana, kening Ghina mengernyit. " Ada apa dengan mu? Biasanya kau yang paling antusias."
" Tidak ada, nanti aku akan menelpon mu, ok." Ezar memutus panggilannya secara sepihak, bersamaan dengan keluarnya Zara dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah rapi.
" Aku akan mengantarmu."
" Tidak usah dok, aku bisa naik kendaraan umum."
" Kamu tidak apa?"
" Tidak masalah, naik apapun yang jelasnya tiba di rumah sakit dengan selamat." Katanya tersenyum manis.
Ezar terpaku, jantungnya berdegup kencang, senyum itu lagi, senyuman yang dia lihat di hari pemakaman opa Erwin, di taman belakang dengan view bunga bunga nan cantik. Senyum itu sangatlah tulus dan menenangkan.
" Baiklah." Kata Ezar." Sarapan dulu sebelum berangkat." Lanjutnya.
" Iya dok."
Zara keluar setelah mengambil tas dan macbook nya.
Tepat di depan pintu, suara lembut Ezar menghentikan langkahnya. Dan sebuah kalimat dari Ezar membuatnya berdiri sesaat dengan jantung berdetak tidak karuan.
" Jangan tersenyum seperti tadi di depan laki laki lain!" Tegas Ezar.
Zara tidak berani menoleh. Otak dan jantungnya tidak sejalan dengan baik.
Dengan langkah cepat, Zara menghilang dari hadapan Ezar. Sekuat itu ucapan Ezar mempengaruhi hatinya, sampai sampai panggilan sarapan dari pembantu mansion Pradipta tidak dia indahkan.
Tiba di rumah sakit, Zara mulai menata perasaannya. Kembali ke realita dengan banyaknya pekerjaan dan tugas yang akan menunggunya. Sudah cukup baginya untuk berkhayal.
Lagian dari awal, sudah ada kata kata Ezar yang membuatnya harus selalu menjaga jarak. Namun seiring intensnya mereka bertemu dan dengan Ezar yang Zara rasa berubah sedikit lembut padanya, membuat Zara mengharap lebih. Harapan jika Ezar bisa membuka hati untuknya, harapan jika Ezar bisa mencintainya, harapan jika Ezar bisa menjadi imam baginya hingga maut memisahkan. Semua itu sangat Zara harapkan.
Mungkinkah sekarang, Zara sudah mencintai Ezar?
*
*
Zara kini berada di ruang poliklinik bedah umum. Pekan depan, Zara akan menjadi bagian dari departemen bedah tersebut. Untuk itu, dia, Syifa dan beberapa teman lainnya datang untuk memperkenalkan diri. Seorang pria tampan dengan snelli dokter yang duduk tidak jauh dari mereka nampak memperhatikan gerak gerik Zara. Tidak lama kemudian, seulas senyum terbit dari bibirnya.
" Adik adik, perkenalkan, beliau dokter bedah yang akan menjadi pembimbing kalian selama enam minggu ke depan." Kata seorang perawat senior pada Zara dan beberapa temannya.
Pria tampan tadi mengangkat tangannya. " Hai semua." Setelahnya, pria itu berjalan menghampiri beberapa coas termasuk Zara. Dan dengan sengaja, pria itu berdiri tepat di depan Zara.
" Namaku Bayu Gatra. Semoga kalian betah berada di sini." Katanya mengulas senyum dan sesekali melirik Zara.
" Mohon bimbingannya dok." Ujar Zara di ikuti oleh temannya.
Bayu kembali menatap Zara. Sulit juga melepas pandangannya dari gadis cantik di depannya itu.
" Kamu.."
Syifa menyenggol lengan Zara. Zara menoleh ke arah Syifa dan gestur tubuh sahabatnya itu menunjuk ke dokter Bayu. Zara mengikuti ke mana arah mata Syifa memandang.
Akhirnya Zara paham kode dari Syifa. " Saya dok."
" Siapa namamu?"
" Zara dok."
" Senin depan, aku menunggumu di kamar operasi."
...****************...
btw jgn lupa kak, emi dilanjut 🤭🤭😁
ku tunggu karya selanjutnya ya
marwah msih 5 thun tpi ucapn ny gk sesuai umur. bolh karakter ny dibuat ank yg cerdas, tpi jangn brlebihn smpe bhas urusn mnikh🙏
yg penting sekuelnya "Zayn " segera rilis kakakk 😃😃😃
sehat2 selalu 🤲🏻🤲🏻