Tidak pernah Jingga bayangkan bahwa masa mudanya akan berakhir dengan sebuah perjodohan yang di atur keluarganya. Perjodohan karena sebuah hutang, entah hutang Budi atau hutang materi, Jingga sendiri tak mengerti.
Jingga harus menggantikan sang kakak dalam perjodohan ini. Kakaknya menolak di jodohkan dengan alasan ingin mengejar karier dan cita-citanya sebagai pengusaha.
Sialnya lagi, yang menjadi calon suaminya adalah pria tua berjenggot tebal. Bahkan sebagian rambutnya sudah tampak memutih.
Jingga yang tak ingin melihat sang ayah terkena serangan jantung karena gagalnya pernikahan itu, terpaksa harus menerimanya.
Bagaimana kehidupan Jingga selanjutnya? Mengurus suami tua yang pantas menjadi kakeknya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Alifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CEMBURU?
Jingga menatap wajah damai suaminya, beberapa saat yang lalu, seperti biasa pria itu mengalami mimpi yang buruk. Kejadian di masa lalu Langit benar-benar mengganggu kehidupannya di masa sekarang. Sayangnya, Langit belum mempunyai waktu untuk menemui dokter psikolog sesuai yang telah pria itu sepakati dengan Jingga.
Tapi malam ini tak separah malam sebelumnya. Jingga hanya perlu menggenggam tangan Langit dan pria itu kembali tidur. Mungkin di alam bawah sadarnya Langit masih merasakan kehadiran Jingga yang setiap malam berhasil menenangkannya, karena itu hanya dengan kehangatan genggaman tangan gadis itu, Langit sudah kembali tenang dan terlelap.
Mungkin besok Jingga akan memaksa Langit untuk menemui seorang dokter. Ia tak tega setiap malam melihat Langit tak tenang dan mengeluarkan keringat dingin dari dahinya.
Jingga mengernyit saat sesuatu yang mendesak di bawah sana mengharuskannya untuk beranjak, ia ingin ke kamar mandi. Perlahan ia melepaskan genggaman tangannya pada Langit, tapi baru saja hendak turun dari ranjang, Langit menahan tangannya. Jingga terkejut, ia menoleh dan mendapati Langit membuka matanya.
“Tuan, tuan bangun?”
“Kamu mau kemana?” Tanya Langit dengan suara seraknya. Satu hal yang selalu membuat Jingga terheran, kenapa suara pria itu begitu terdengar seksi ketika bangun tidur? Tak ada suara kakek-kakek seperti pada umumnya.
“Ke kamar mandi tuan, aku tidak akan pergi kemana pun. Aku hanya mau buang air saja,” jelas Jingga.
Langit pun mengangguk, melepaskan Jingga dan membiarkan gadis itu pergi ke kamar mandi. Ia sendiri beranjak duduk dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang. Tenggorokannya terasa kering, karena itu ia terbangun.
Tak lama kemudian, Jingga kembali keluar dari kamar mandi, gadis itu menghampiri suaminya, “Tuan membutuhkan sesuatu?” Tanyanya.
“Aku haus,” jawab Langit.
Jingga mengangguk, mengambil air dari atas meja sofa lalu ia berikan pada Langit, “Minumlah..” ucapnya dengan lembut.
Langit menyambut gelas yang Jingga sodorkan, ia tabdaskan isinya lalu kembali memberikan gelasnya pada Jingga, “Terima kasih,” ucapnya.
Jingga kembali mengangguk, ia tersenyum lalu beranjak untuk menyimpan gelas kosong ke tempatnya semula. Ia lalu kembali naik ke atas ranjang, duduk menatap Langit yang tampak memejamkan matanya dalam posisi masih duduk, “Tuan terlihat sangat lelah, bolehkah aku memijat kakimu?” Tanya Jingga.
Langit membuka matanya, sejenak pria tua itu terdiam, kemudian mengangguk memberi izin. Dengan senyum mengembang tulus Jingga pun mulai memijat kaki suaminya. Membuat pria itu kembali memejamkan mata karena merasa nyaman.
“Ternyata kamu pintar memijat Jingga,” komentar Langit.
Kalimat yang membuat Jingga terkekeh, “Selain mahasiswa, aku juga tukang pijat,” candanya.
Tapi hal itu di tanggapi serius oleh Langit, pria itu membuka mata dan menatap istrinya penuh tanya, “Jadi kamu benar-benar tukang pijat? Apa kamu juga sering memijat seorang pria? Siapa saja pria yang sudah kamu pijat? Kenapa kamu tidak mengatakannya sebelumnya?”
Pertanyaan memberondong itu membuat Jingga sedikit terkejut, ternyata Langit menganggapnya serius. Alih-alih mengelak dan menjelaskan, Jingga justru ingin menjahili pria itu, “Iya, aku tukang pijat. Aku juga sering memijat pria.”
Langit menarik kakinya, menatap Jingga dengan tatapan tajam, “Siapa pria itu?” tanyanya dengan ketus.
Entah mengapa Langit terlihat begitu lucu di mata Jingga, “Tuan benar-benar ingin tahu?” Tanyanya menggoda.
Langit mengangguk, lalu memalingkan wajahnya.
“Pria yang selalu menjadi langgananku adalah..” jeda, Jingga sengaja menjeda ucapannya, membuat Langit menoleh dan tatapannya semakin tajam. “Pria yang selalu aku pijat tiap malam adalah, ayahku.” Ucapnya seraya tertawa, “Tuan, kenapa tuan menganggapnya serius? Mana bisa aku menjadi tukang pijat, aku tidak semahir itu. Hanya ayah yang menjadi langganan setiaku, aku tidak pernah memijat pria manapun selain ayah. Dan sekarang tuan lah yang menjadi langganan keduaku,” ucapnya seraya terus tertawa.
Tanpa sadar Langit ikut tertawa, terdengar hembusan nafas lega dari mulutnya. Sadar atau tidak, sikapnya menunjukkan seolah ia cemburu. Entahlah, tak ada yang bisa menebak isi hati pria tua itu, Langit terlalu misterius.