Terlahir dari keluarga berada dan putri bungsu satu satunya, tidak menjamin hidup Sabira Rajendra bahagia.
Justru gadis cantik yang berusia 18 th itu sangat di benci oleh keluarganya.
Karena sebelum kelahiran Sabira, keluarga Rajendra mempunyai anak angkat perempuan, yang sangat pintar mengambil hati keluarga Rajendra.
Sabira di usir oleh keluarganya karena kesalahan yang tidak pernah dia perbuat.
Penasaran dengan kisah Sabira, yukkkk..... ikuti cerita nya..... 😁😁😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Tok....
Tok...
"Ya, tunggu sebentar. " sahut bi Tuti dari dalam rumah, mendengar ada yang mengetuk pintu rumah Sabira.
Dengan tergopoh gopoh bi Tuti membuka pintu, takut tamunya menunggu lama.
Cek lek....
Pintu terbuka dari dalam rumah.
"Den." kaget Bi Tuti yang tidak menyangka Devan datang berkunjung ke rumah sang adik.
"Halloo... Bi, apa kabar." sapa Devan tersenyum ceria.
"Ehhh.. Iya, kok aden tau kami di sini? " heran bi Tuti yang masih menghalangi pintu masuk.
"Tau dong, masa nggak sih." kekeh Devan.
"Kasih masuk dong bi, berat nih." ujar Devan mengangkat barang bawaannya.
"Ehhh... I-iya." kaget bi Tuti, memberi ruang agar Devan bisa masuk ke dalam rumah itu.
Mata Devan membawa barang belanjaannya ke arah dapur, dengan santainya dan bi Tuti mengikuti dari belakang.
"Bira mana bi? " tanya Devan lagi.
"Ada di kamarnya den, sepertinya kelelahan, tadi baru pulang main voli." ucap bi Tuti.
Devan mengangguk tanda mengerti, " di mana kamarnya bi? " tanya Devan lagi, karena ada dua kamar di rumah itu.
"Yang itu den." tunjuk Bi Tuti ke arah kamar Sabira.
Devan kembali menganggukan kepalanya, tolong rapihin barang belanjaannya ya, dan itu juga sudah ada makan malam buat kita, jadi bibi nggak usah masak." ujar Devan.
"Baik den." sahut bi Tuti dengan sopan, segera melakukan perintah tuan mudanya itu.
Ternyata Devan banyak sekali membawa makanan ringan dan juga buah buahan ke sukaan Sabira.
"Memang hanya den Devan yang tidak berubah kepada non Sabira, walau terkesan acuh, tapi selalu memperhatikan hal hal kecil seperti ini." gumam bi Tuti tersenyum bahagia.
Cek lek...
Devan membuka pintu kamar sang adik dengan hati hati, takut membangunkan adik bontotnya yang sedang beristirahat.
Devan melangkahkan kaki panjangnya ke arah tempat tidur sang adik, dan dia duduk di pinggir tempat tidur itu.
Tangan Devan terulur merapikan anak rambut sang adik, dan memperlihatkan wajah lelahnya Sabira.
"Capek ya, sayang." gumam Devan mengecup sayang dahi Sabira.
"Akhirnya abang bisa melihat kamu lagi, dan memeluk kamu saat tidur, sejak kamu pergi dari rumah, abang nggak bisa tidur nyenyak, karena kehilangan guling hidup abang." kekeh Devan yang ikut merebahkan diri di samping sang adik.
Bi Tuti terharu melihat pemandangan tersebut, akhirnya satu persatu keluarga nona mudanya datang mencari nona mudanya, orang yang seharusnya mendapat limpahan kasih sayang, bukan rubah licik yang tidak tau diri itu yang harus mendapatkan perhatian keluarga kandung Sabira, bi Tuti berharap secepatnya orang orang menyadari kelakuan licik Aura.
"Semoga ini awal kebahagian anda, nona." gumam bi Tuti menghapus tetesan air mata di pipinya.
Sementara di dalam kamar sana, Sabira semakin jauh masuk ke dunia mimpi, tidurnya semakin nyenyak mendapatkan pelukan dari abang.
Begitu pun dengan Devan, yang sudah ikut masuk ke dalam dunia mimpi, beberapa waktu terkhir ini dia sangat susah untuk tidur pulas, tapi lihat lah sekarang, baru saja tubuhnya menempel di atas kasur itu, lansung terdengar dengkuran halus dari bibirnya, tangannya sudah bertengger indah di pinggang sang adik.
Di tempat yang berbeda, Kaifan sedang bersungut sungut kesal, karena tidak menemukan Devan di rumah.
"Kemana sih anak itu." kesal Kaifan.
"Ada apa sih bang, dari tadi mengomel nggak jelas." omel sang mama.
"Mama lihat Devan nggak? " tanya Kaifan kepada sang mama.
Beberapa waktu belakangan ini dia sering pulang larut malam, bahkan nggak pulang sama sekali, entah apa yang dia lakukan di luar sana, mama juga nggak tau, setiap mama tanya, selalu bilang bukan urusan mama." keluh bu Karin.
"Anak itu." geram Kaifan.
Bu Karin kembali termenung, dia ingat kata kata Devan, dia terlalu abai kepada Sabira anak bungsunya itu, dan terlalu mengistimewakan anak pungutnya, hingga membuat anak bungsunya kehilangan kasih sayang dan lebih suka mengurangi diri di dalam kamar, dan juga jarang mau berkumpul dengan keluarga selama ini.
Bu Karin menyesali perbuatannya itu, yang tidak bisa berbuat adil kepada ke dua putrinya, bahkan cendrung suka membela Aura dan menyalahkan Sabira yang belum tentu bersalah, dan selalu menomor satukan Aura ketimbang Sabira.
Kini anak bungsunya pergi membawa luka yang sangat dalam, keluar tanpa membawa uang sepersen pun, dan sudah tidak mau mengakui dirinya sebagai keluarga lagi, sungguh bu Karin sangat menyesal saat ini.
Tak Jauh dari itu pak Johan juga merasa sangat bersalah, telah membuat kesalahan besar di dalam hidupnya, dengan kalapnya dia memukul tubuh putri bungsunya dengan cambuk, sungguh penyesalan pak johan tiada akhir.
Andai waktu bisa di putar kembali, pak Johan tidak akan memperlakukan anak bungsunya seperti itu, namun apa daya, nasi sudah menjadi bubur, putrinya telah pergi dari rumah, dan dengan lantang menyuarakan, tidak ingin lagi memakai nama besar Rajendra, dan juga tidak sudi di anggap anak oleh dirinya, bahkan putrinya menyesal telah lahir dari benihnya, sungguh sakit hati pak Johan mengingat kata kata yang di ucapkan sang putri.
Lain hal dengan Aura yang uring uringan di dalam kamarnya, semenjak Sabira tidak lagi tinggal di rumah ini, bukanya kebahagian yang dia dapatkan, tapi keluarga angkatnya semakin dingin saja kepada dirinya, justru papa dan mama angkatnya seperti membatasi diri dengan dirinya.
Mereka sibuk dengan penyesalan masing masing, menyesali perbuatan mereka yang menyakiti anak bungsu mereka, itu membuat Aura sangat kesal, bahkan batas kartu kredit Aura di batasi oleh orang tua angkatnya itu, membuat Aura meradang, tapi apa daya dia tidak bisa protes, yang ada dia benar benar bisa di depak dari rumah ini, apa lagi Devan terus saja mencari gara gara dengannya, membuat dia tidak bisa bergerak sesuka hati.
"Agggkkkk.... Dasar menyebalkan, bahkan loe sudah keluar dari rumah ini masih saja menyusahkan gue, dasar Sabira sialan! " maki Aura frustasi.
"Bagaimana ini, gue butuh uang untuk membeli tas keluaran itu, gue nggak mau orang lain me dapatkannya, mau di taro di mana muka gue nanti." gerutu Aura.
"Apa yang harus gue lakuin ya, biar mendapatkan uang sebanyak itu." gumam Aura mondar mandir di dalam kamarnya.
Bersambung....
Haiii... Jangan lupa like komen dan vote ya.... 😘😘😘
ᴄᴘᴛ ʟᴀʜ ᴋᴀᴜ ʙᴋᴛ ᴋɴ