Seorang laki-laki diminta menikahi puteri pengusaha kaya mantan majikan ibunya. Padahal baru saja ia juga melamar seorang wanita. Bimbang antara membalas budi atau mewujudkan pernikahan impian, membuatnya mengalami dilema besar. Simak kisah cintanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 15
Diteruskan:
"Saya memutuskan untuk menunggu anda"
Aris mengernyit membaca pesan dari Ardha.
Aris: Maksudnya gimana ini ya pak. Bapak menunggu perkembangan misi dari saya, begitu kah?
Ardha: Bukan, itu pesan dari Nadya.
Aris terhenyak sesaat.
Ardha: Misi sudah selesai, terima kasih banyak atas bantuan kamu.
Aris: Iya pak, tidak masalah.
Aris kemudian duduk di sisi tempat tidurnya masih dengan memegang ponsel. Ia tak percaya kalau Nadya bersedia menunggu Ardha. Begitu besarkah perasaan Nadya kepada Ardha sampai-sampai rela jadi seperti pemain cadangan di pinggir lapangan yang menunggu giliran dipanggil untuk menggantikan pemain lain.
Aris sungguh menyesalkan keputusan Nadya yang telah dibutakan oleh perasaannya. Tapi mau bagaimana lagi, Nadya sudah membuat keputusan. Aris hanya bisa berharap dia tidak akan mengalami kekecewaan nantinya.
***********
Esok harinya perasaan Nadya sudah mulai lebih baik. Rasa ikhlas dan pasrah memang mampu meringankan beban sakit di hati. Dia sudah bertekad untuk bersabar dan menunggu hingga waktunya tiba bagi Ardha menikahinya.
Restoran akan segera buka beberapa saat lagi. Aris dan para pelayan lain baru saja selesai pengarahan sebelum tugas. Saat melewati ruangan Nadya dia berhenti sejenak di ambang pintu sambil melihat ke arah Nadya. Nadya yang menyadarinya sontak balas melihat ke arah Aris.
"Apa lagi?!", tanyanya dengan malas.
Tapi di luar dugaan, Aris hanya diam dengan ekspresi datar kemudian berlalu. Nadya jadi bingung dengan sikap Aris yang tiba-tiba aneh.
"Kenapa tu orang, salah makan apa jangan-jangan lagi kerasukan jin bengong", gumam Nadya pelan dengan dahi berkerut lalu melanjutkan pekerjaannya.
"Lagi marahan ya..?", celetuk salah satu karyawan lain yang melihat interaksi janggal antara Nadya dan Aris.
"Ha? Marahan? Maksudnya?", tanya Nadya balik, bingung dengan maksud teman kerjanya.
"Itu, tumben pacar kamu diam aja pas lewat sini. Biasanya ada aja yang dia omongin sama kamu, minimal menyapa atau apa lah", sambung si penanya lagi.
"Hah?! Pacar? Siapa yang pacaran? Dia itu bukan pacarku", sahut Nadya sambil tertawa kecil mendapat tuduhan yang menurutnya mengada-ada.
"Iya deh.. bukan pacar.. terserah kamu saja. Tapi kamu sepertinya harus menjelaskan ke semua karyawan di sini, soalnya gosip tentang kamu dan Aris sudah terlanjur viral", sahutnya lagi yang sukses membuat Nadya mulai panik mendengarnya.
"Astaghfirullah..", hanya itu akhirnya yang bisa Nadya ucapkan sambil memijat keningnya.
**********
Tiga hari berlalu, Aris masih bersikap sama kepada Nadya. Seperti menjaga jarak. Nadya pun mulai merasa tak enak khawatir kalau-kalau Aris sangat tersinggung dengan sikapnya tempo hari saat membayar hutang traktiran. Tapi mungkinkah ini yang terbaik untuk meredam isu menyesatkan tentang dirinya dan Aris? Entahlah, Nadya tidak bisa menimbang dengan baik.
Apalagi hari ini Nadya merasa sangat galau karena Ardha sudah bertolak pulang ke negaranya untuk melangsungkan pernikahan. Biasanya akan ada Aris yang mau mendengarkan curhatnya meski kadang tanggapan yang diberikan seringkali membuat emosi Nadya terpancing.
Sementara Aris yang sudah menyelesaikan pekerjaannya untuk hari ini nampak bersiap untuk pulang. Dia menatap Nadya yang sedang sibuk memfotokopi beberapa berkas. Aris sebenarnya menyadari kebingungan Nadya atas sikapnya yang sebenarnya memang sengaja menjaga jarak. Bagaimana mungkin dia masih berteman akrab dengan seseorang yang sudah menjadi calon isteri orang lain. Apalagi orang itu adalah atasannya. Dia khawatir akan timbul salah paham terhadap dirinya dan Nadya.
Tapi di sisi lain Aris memang merasa agak sungkan berkomunikasi lagi dengan Nadya. Entah sebab apa, tapi mungkin ada sedikit rasa kecewa terhadap keputusan yang telah diambil wanita itu. Bukannya dia ingin menghakimi, hanya saja menurutnya Nadya jauh lebih berharga dari sekedar calon isteri yang menempati daftar tunggu.
Aris menghela napas, kemudian berlalu dari tempat itu. Nadya yang sebenarnya menyadari keberadaan lelaki itu hanya mengikuti pergerakan Aris lewat ekor matanya. Hatinya jadi tambah sedih, bahkan matanya mulai berkaca-kaca. Dia merasa sepi...
Aris sudah ada di atas motornya di parkiran sambil memegang ponselnya. Notifikasi pesan masuk terlihat di layar. Itu dari Ardha yang menyampaikan bahwa ia mendapatkan kenaikan gaji mulai bulan ini. Ardha mengatakan sebagai ucapan terima kasih, tapi Aris lebih menganggap itu sebagai sogokan. Aris hanya membalas pesan itu dengan kalimat "terima kasih pak". Anehnya berita gembira itu tak membuat hati Aris gembira sama sekali. Hambar.. Mengingatkannya pada masakan ibunya yang memang tak berbakat memasak tapi senang memasak. Akhirnya memakan korban perasaan yaitu dirinya, kedua adiknya dan tentu saja ayahnya yang lidahnya sudah terlatih untuk mati rasa. Ah, cinta memang penuh pengorbanan..
Sedih & lucu...
Masih ada beberapa kesalahan nama...