“Jadi kapan internet saya aktif kembali? Saya tidak akan menutup teleponnya jika internet saya belum aktif!” hardik Peter.
“Mohon maaf Pak, belum ada kepastian jaringan normal kembali. Namun, sedang diusahakan secepatnya,” tutur Disra.
“Saya tidak mau tahu, harus sekarang aktifnya!” ucap Peter masih dengan nada tinggi.
Disra berniat menekan tombol AUX karena ingin memaki Peter. Namun, jarinya tidak sepenuhnya menekan tombol tersebut. “Terserah loe! Sampe bulu hidung loe memanjang, gue ladenin!” tantang Disra.
“Apa kamu bilang? Bisa-bisanya memaki pelanggan! Siapa nama kamu?” tanya Peter emosi.
Disra panik, wajahnya langsung pucat, dia melihat ke PABX-nya, benar saja tombol AUX tidak tertanam kebawah. Sehingga, pelanggan bisa mendengar umpatannya.
Gawat, pelanggan denger makian gue!
***
Novel pengembangan dari cerpen Call Center Cinta 🥰
Ikuti kisah seru Disra, yang terlibat dengan beberapa pria 😁
Happy Reading All 😍
IG : Age_Nairie
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon age nairie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 All You Can Eat
Disra langsung mengangkat tasnya dan meletakan ke atas pahanya. Melvin melihat itu semua. Tidak seperti kedatangannya, gadis itu tak bersedia memberikannya bangku.
Felix duduk di samping Disra. Pandangannya ke depan. “Malam, Pak,” sapa Felix meskipun, dia tak pernah diajar oleh Melvin.
“Malam,” ucap Melvin dingin.
“Makanan gue belum datang?” tanya Felix pada Disra.
“Belum lah, baru juga dipesan,” jawab Disra.
“Kok loe dah duluan?” tanya Felix lagi.
“Lah, gua ‘kan udah duluan pesannya,” jawab Disra. Dia bicara santai tanpa peduli di depan mereka adalah seorang pengajar.
“Bagi gua, laper nih!” Felix mengulurkan tangan dan mengambil kulit bebek yang sudah disisihkan oleh Disra.
“Jangan ambil kulitnya!” keluh Disra. Namun, ucapannya tak berguna karena Felix sudah melahap kulit bebek tersebut. “Kebiasaan!”
“Entar gua ganti pake punya gue!” ujar Felix.
Disra hanya mendengus tanpa protes lagi, dia fokus akan makanannya tanpa mempedulikan tatapan Melvin kepadanya.
Felix juga merasa ada yang aneh dengan dosen mereka. “Pak Melvin, suka makan bebek juga?”
“Lumayan,” jawab Melvin. “Kamu suka makan bebek?”
“Nggak juga sih, karena dia di sini saja sih saya jadi ke sini,” papar Felix seraya menunjuk Disra.
Bebek jontor dan bebek kremes milik Felix datang. Melvin mengerutkan dahinya saat melihat warna merah di piringnya. Bebeknya tampak sedang tidur diselimuti dengan selimut berwarna merah dan hanya tampak sedikit bagian bebek yang terlihat. Aroma pedas sangat menusuk hidung.
Berbeda dengan Felix yang tampak tersenyum melihat isi piringnya. “Wah manteb, kremesnya banyak.” Dia melihat ke piring Melvin. “Pak Melvin, suka pedes?”
“Katanya, ini menu yang sangat direkomendasikan,” ujar Melvin melirik Disra. Tanpa dia mencicipinya, dari tampilan dan aroma pun tahu bahwa bebek itu sangat pedas.
“Iya, di rekomendasikan untuk yang sangat-sangat pecinta pedas saja. Kalau yang hanya ngakunya pecinta pedas saja, nggak bakal kuat, Pak. Kaya sebelah saya ini, doyan sambal tapi kalau bebek jontor mah, dia bendera putih,” ejek Felix pada Disra.
Disra geram Felix yang terlalu banyak bicara. Dia langsung mengambil kulit bebek milik Felix. “Gua ambil kulit bebek loe!” ujar Disra.
“Ambil deh, ambil!” seru Felix.
Disra mengulurkan tangannya lagi lalu mengambil kremes milik Felix.
“Kremesnya jangan diambil!” seru Felix menghadang tangan Disra yang sudah memegang kremes.
“Minta dikit doank! Pelit amat!” keluh Disra.
“Nggak mau, itu kesukaan gua!” Felix memukul tangan Disra agar melepaskan kremesnya.
“Nanti gua traktir nasi goreng, bagi gua dikit!” hardik Disra.
“Nggak sebanding sama kremesnya!” timpal Felix.
“Bagi nggak?” paksa Disra.
“Nggak!”
Suci dan Melvin hanya melihat perseteruan dua manusia memperebutkan kremes bebek. “Dis, loe bisa pesen kremesnya doang kok,” lerai Suci.
“Kremes yang terpisah rasanya berbeda. Kalau yang ini, kremesnya hasil sisa dari goreng bebeknya,” terang Disra.
Felix menaruh kremesnya ke piring Disra. “Ya udah ini makan, tapi gua nggak mau ditraktir nasi goreng, loe ‘kan dah dapet kerjaan baru. Jadi, harus yang lebih enak!” seru Disra.
“Siap.” Disra mengambil kremes di piring Felix.
“Gua mau makan all you can eat grill and shabu-shabu,” timpal Felix.
“Gua juga mau kalau itu,” timpal Suci.
“Boleh,” ucap Disra. Tak sengaja melihat Melvin yang masih menatapnya. “Nggak di makan, Pak. Bebeknya?” tanyanya.
“Saya mau,” ujar Melvin. Maksud dari ucapannya adalah mau ikut makan all you can eat.
“Silakan,” ujar Disra yang menganggap Melvin mau makan bebeknya.
“Kapan?” tanya Melvin.
“Kapan apa, Pak?” tanya Disra bingung.
“Kapan traktir all you can eat-nya?”
“Ha?” Disra semakin tak mengerti ucapan Melvin. Felix dan Suci hanya saling lirik.
“Bukannya kamu bilang akan traktir grill dan all you can eat?”
“Oh, itu maksud saya ….”
“Saya ada waktu selepas mengajar. Tapi, hari rabu saya off mengajar. Jadi, bisa lebih awal atau saat weekend. Saya pun hanya di rumah,” terang Melvin memotong ucapan Disra.
Disra hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tak mungkin dirinya mengatakan pada Melvin dia tak bersedia mentraktir Melvin.
Melvin langsung memakan bebek jontornya tanpa melihat Disra. Hatinya kesal dengan kedekatan Disra dan Felix. Dia harus lebih cepat menjadikan gadis itu miliknya. Sesuap demi sesuap bebek bercampur nasi putih hangat masuk ke dalam mulut Melvin.
Semua mata menatap ke arah Melvin yang makan bebek jontor tanpa merasakan pedas.
Disra sampai melebarkan matanya melihat Melvin yang seperti itu. Jebakannya untuk memberi pelajaran pada Melvin tak berguna. Lelaki itu ternyata pecinta pedas.
“Saya ke toilet dulu,” ujar Melvin setelah menghabiskan makanannya.
Disra, Suci dan Felix saling tatap. “Gila, nggak kepedesan tuh orang!” seru Felix.
“Bener-bener pecinta cabai,” tambah Suci.
“Nggak pedes lah, mulutnya sendiri memang mulut cabai,” ejek Disra.
“Hush! Loe kenapa si Dis, ketus banget sama Pak Melvin?” tanya Suci.
“Nggak pa-pa. Nggak suka aja gua sama dia,” ujar Disra ketus.
“Ganteng gitu nggak suka!” sindir Suci.
“Makan tuh ganteng kalau nyebelin orangnya!” ucap Disra.
“Nyebelin gimana? Meskipun dia dingin tapi akhir-akhir ini dia ramah kok,” bela Suci.
“Dih, ramah apanya!” dengus Disra.
“Hati-hati nanti loe kena tulah terus suka sama dia!” ujar Felix. Meskipun sebenarnya, hatinya tak nyaman saat mengatakannya.
Persahabatan yang terjalin antara dirinya dan Disra sudah berlangsung lama. Meskipun pernah menyimpan rasa pada gadis itu. Felix tidak ingin merusak persahabatan mereka dan mengubur perasaan itu jauh ke dasar jurang.
Tidak hanya ingin merusak persahabatan. Mereka pun terhalang oleh perbedaan keyakinan dan dia tahu satu sama lain sangat yakin akan agama yang mereka anut.
“Ih, amit-amit dech gua suka sama cowo kaya gitu!” tolak Disra.
“Dasar Pesek, sok cantik!” ejek Felix.
“Kampret loe! Bawa-bawa hidung segala!” kesal Disra memukul bahu Felix.
“Dasar kucing persia!” ejek felix lagi.
“Nggak usah banyak ngomong! Abisin tuh makanan loe!” tunjuk Disra pada ayam kremes Felix.
Felix terkekeh melihat Disra yang sedang ngambek. Sedangkan Suci, dia hanya menyentuh hidung mancungnya tanpa berkata satu patah pun. Disra melihat Suci yang menyentuh hidungnya seolah menyindir hidung minimalisnya. “Kenapa loe Ci? Mau ikut-ikutan Felix? Nge-bully gua?”
“Dih siapa? Sensi banget loe hari ini? Gua cuma pegang hidung gua yang gatel! Lagi PMS loe ya?” tanya Suci.
“Iye, yang PMS suasana hati gua!” timpal Disra.
“Nggak jelas loe!” ejek Suci lagi.
Felix membuka obrolan di antara mereka. Dia menceritakan keseruan yang terjadi di kantornya. “Kampret banget! Udah pada keluar gedung semua nih ya, eh nggak tahunya ada yang iseng mencet alarm! Gua pikir ‘kan ada kebakaran. Mana listrik dimatiin lagi, ‘kan takut apinya nyamber!” seru Felix.
Suci dan Disra tertawa mendengar cerita Felix. “Jadi karena itu loe telat masuk kuliah?” tanya Disra.
“Iye!” jawab Felix.
Melvin keluar dari toilet dan kembali bergabung. Mendengar cerita Felix yang terdengar sangat bersemangat. “Pasti sangat melelahkan hari ini,” ujarnya.
“Ya, lumayan Pak,” jawab Felix.
“Udah malem, pulang yuk?” ajak Suci.
“Yuk Ci,” ucap Disra.
Mereka berdiri, Disra menuju kasir, diikuti Suci. “Bayarin dulu, nanti gua bayar ke loe,” bisik Suci.
“Sip,” jawab Disra yang ikut berbisik.
“Sudah saya bayar semua,” ucap Melvin menghentikan langkah Disra yang sedang menuju meja kasir.
“Oh, kalau begitu, saya bayar ke Bapak,” ucap Disra.
“Tidak usah, biar saya yang traktir. Jangan lupa traktir saya yakiniku dan shabu-shabu,” ujar Melvin.
Disra hanya bisa tersenyum manis di hadapan Melvin. Namun, hanya dia yang tahu isi hatinya begitu membenci Melvin.
dandan yg cantik, pake baju kosidahan buat Dateng kondangan Marvin /Facepalm/