Seorang penulis pemula yang terjebak di dalam cerita buatannya sendiri. Dia terseret oleh alur cerita yang dibuatnya, bahkan plot twist yang sama sekali tak terpikirkan sebelumnya. Penasaran kelanjutan cerita ini? Ikuti lah kisah selengkapnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shan_Neen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Marlin berjalan kesana kemari, membawa setumpuk kertas berisikan bahan presentasi timnya.
Dia naik ke lantai dua puluh, dimana ruang rapat berada, dan meletakkan masing-masing satu bendel salinan di setiap tempat.
Gadis itu lalu kembali turun ke lantai dasar, dan memesan kopi disana, dengan kartu kredit yang diberikan padanya.
“Tolong americano delapan cup,” serunya.
“Semuanya empat puluh ribu. Cash atau pakai kartu?” tanya si barista.
“Aku pakai kartu,” sahut Marlin sembari menyodorkan kartunya.
“Baik, tunggu sebentar,” sahutnya.
Marlin pun menunggu di sana, sambil melihat-lihat tempat tersebut.
Matanya seperti sudah kebiasaan untuk terus mengedar, menyisir setiap jengkal tempat yang dikunjunginya.
“Apa kau pegawai baru di sini?” tanya sang barista tiba-tiba.
“Ah... benar. Aku baru dua hari disini," jawab Marlin.
"Selamat ya. Di tempat di divisi mana?" tanya barista lagi.
"divisi desain,” jawab Marlin.
“Wah... Kau pasti orang hebat, hingga bisa bergabung di Divisi itu. Mereka terkenal elit di sini, karena nyawa La’ Grande ada di sana,” ucap si barista.
“Benarkah?” tanya Marlin.
“Tentu saja. Ini perusahaan jasa desain. Kalau mereka tidak hebat, perusahaan ini tidak akan bisa sampai sehebat sekarang bukan. Baiklah, ini kopimu dan ini kartunya,” jawab sang barista dengan senyum ramahnya.
“Terimakasih,” sahut Marlin menerima kopinya.
“Semoga harimu menyenangkan. Selanjutnya, silahkan,” ucap si barista.
Marlin membawa dua kotak berisi delapan cup kopi di kedua tangannya, dan kembali naik ke lantai dua puluh, untuk dibagikan ke seluruh anggota rapat.
Saat memasuki ruangan, Anggota tim nampak sudah berkumpul semua, tinggal dirinya yang memang datang terlambat.
Dia pun langsung membagikan semua kopi kepada setiap orang di sana.
Namun, saat Marlin hendak duduk di kursi yang kosong, tiba-tiba saja seseorang dari tim perencanaan datang, dan dipersilahkan duduk kursi yang hendak Marlin duduki.
Alhasil, dia pun mengalah dan terpaksa duduk di sudut. Bahkan, kopi yang tadi dibeli untuk dirinya, dia relakan untuk orang lain.
Hah...mereka benar-benar sengaja ingin mengerjai ku. Kalau tadi aku hanya beli tujuh, sudah pasti aku diminta turun lagi ke bawah, dan beli sisanya. Menyebalkan, gerutu Marlin dalam hati.
Dari sikapnya yang sesungguhnya, Marlin bisa saja melawan mereka semua. Tapi kembali lagi, dia tak mau menonjol dan hanya ingin menjadi NPC di cerita ini.
Rapat berjalan cukup lama. Sepanjang rapat, Marlin nampak tenang namun tangannya tidak diam.
Dia menyimak dengan seksama hasil desain dari timnya, dan mencatat beberapa poin yang menurutnya bisa lebih dioptimalkan, sesuai dengan fungsinya.
“Rancangan kalian bagus. Tapi sepertinya ada beberapa bagian yang masih perlu diperbaiki. Seperti partisi ini.”
“Jika kalian meletakkan ini di sisi itu, maka pencahayaan akan tidak merata, kecuali kalian membuat jendela di sisi sana. Tapi, itu tentunya akan memakan biaya lebih,” ujar perwakilan tim perencanaan.
Marlin terlihat mencoret sesuatu dari catatannya, dan mulai memikirkan sesuatu.
Rapat baru selesai hingga menjelang makan siang, dan semua orang pergi dari sana.
Saat Marlin hendak menyusul keluar, tiba-tiba dia dicegat oleh Lusy.
“Marlin, kau rapikan tempat ini, karena setelah ini akan dipakai tim lain,” seru senior yang juga menyuruhnya menyalin bahan presentasi itu
“Kenapa aku? Bukankah ada pegawai kebersihan?” tanyanya mulai ingin berani.
Namum, senior itu berjalan maju, dan mencoba mengintimidasi. Tapi, Marlin sama sekali bergeming dan tetap ditempatnya, tanpa mundur sedikitpun.
“Karena kau ini hanya anak baru. Apa bisamu jika tidak bantu-bantu. Ingat, kau ini minim pengalaman. Jadi, belajarlah dengan tenang. Paham?” ucap si senior ketus.
Dia bahkan sampai menekan-nekan telunjuknya ke bahu Marlin, mencoba menunjukkan dominasinya.
Namin, gadis berambut keriting itu sama sekali tak menunjukkan rasa takut, dan bahkan menepis tangan sang senior.
Gadis itu bahkan berlalu melewati Lusy dan pergi begitu saja.
Kalau dibiarkan, mereka akan terus menginjak-injak ku. Lagi pula, mereka juga NPC. Tak ada salahnya jika aku bermasalah dengan mereka, batin Marlin.
“Kau... menyebalkan,” keluh si senior karena tidak berhasil mengintimidasi Marlin.
Dia pun pergi dengan kesal.
...🐟🐟🐟🐟🐟...
“Marlin!” pekik seseorang di antara puluhan orang di cafetaria.
Marlin pun menoleh kesana kemarin, dan melihat seseorang melambai ke arahnya.
Sebuah senyum muncu di wajah lelah dan kesalnya.
“Julia,” sahut Marlin, membalas lambaian si mahasiswa magang itu.
Dia berjalan menghampiri Julia, yang duduk dekat dengan jendela besar, dengan pemandangan tanaman sulur yang menggelantung dari lantai atas.
Sama-samar nampak juga orang yang berlalu lalang di luar sana, yang terlihat dari tempat gadis berambut pendek tersebut.
“Sudah lama di sini?” tanya Marljn, sembari menarik kursi untuk ia duduki.
“Tidak juga. Aku baru habis satu suap, dan langsung melihatmu datang,” jawab Julia menunjukkan sendoknya.
“Kalau begitu, aku ambil makanan dulu. Titip ini di sini ya,” ucap Marlin meninggalkan buku catatan dan juga ponselnya.
Si gadis kriting itu kemudian beranjak ke meja prasmanan, untuk mengambil makanannya.
Setelah beberapa saat, dia pun kembali ke meja tempat dimana teman barunya berada.
“Wah... makanmu banyak sekali, Marlin,” seru Julia terheran-heran.
“Demi kelangsungan hidupku di tempat ini. Mereka benar-benar ngerjainku seharian,” gerutu Marlin.
Dia pun langsung menyendokkan makanannya ke mulut hingga penuh. Marlin sama sekali tak peduli dengan ekspresi Julia, yang keheranan melihat cara makan Marlin yang seperti kesetanan.
“Baiklah... baiklah... selamat menikmati,” ucap Julia geleng kepala.
Keduanya melanjutkan makan, sambil sesekali berbincang diselingi gelak tawa.
Mereka nampak langsung akrab, meskipun tak kenal lama. Pembawaan Marlin yang supel dan ramah, ditambah Julia yang juga ceria serta terbuka dengan semua orang, membuat kedua gadis itu cepat menjadi dekat.
“Aku harus kembali. Seniorku memintaku ikut rapat untuk belajar tentang strategi pemasaran,” ungkap Julia.
“Benarkah? Apa kau juga akan bertemu Camelia? Ehm... maksudku Nona Yu. Hehehe...,” tanya Marlin cepat dan antusias.
“Ehm... entahlah. Senior tidak mengatakan apapun tentang Nona Yu. Ada apa memangnya?” tanya Julia balik.
“Oh... Ah... tidak ada. Aku hanya penasaran seberapa cantiknya dia. Kudengar, dia primadona disini. Hehehe...,” sahut Marlin.
“Menurutku tidak juga. Kau pun jika berdandan, pasti bisa lebih cantik dari dia,” ucap Julia.
“Eiy... kau ini selalu saja memujiku yang tidak sesuai kenyataan. Sudahlah, sebaiknya kau bergegas atau seniormu mencari nanti,” ujar Marlin.
“Baiklah. Aku pergi dulu. Ehm... tapi aku serius. Coba saja kau rubah gayamu itu,” ungkap Julia sembari berlalu.
Marlin hanya terkekeh mendengar ocehan gadis berambut pendek itu.
Dia pun hendak kembali ke meja kerjanya dengan rasa penasaran, hal menjengkelkan apa lagi yang akan menimpanya.
Marlin pun berjalan menuju lift dengan terburu-buru, namun si*lnya, lift terlalu penuh hingga membuatnya kembali harus menunggu.
Saat dirinya tengah berdiri di sana, tiba-tiba seseorang datang dari arah belakang, dan berdiri berdampingan dengannya.
Marlin pun menoleh, dan seketika dia terkejut hingga hampir melompat mundur.
OH MY GOD!
Bersambung▶️▶️▶️▶️▶️
Jangan lupa like, komen, rate dan dukungan ke cerita ini 😄🥰