Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
"Permisi..." ucap seorang wanita yang baru turun dari taksi berdiri di luar pagar yang tidak ditutup. Wanita itu menarik koper sepertinya baru datang dari jauh.
"Anda siapa?" Yudha yang berada paling dekat dengan pagar melangkah ke arahnya. Sebenarnya tidak usah bertanya Yudha sudah bisa menebak bahwa wanita itu saudara Davin dilihat dari wajahnya.
"Saya mau mencari Aunty, Rose" jawab wanita itu lalu menatap Davin, Arumi, dan Adel bergantian.
"Mas Yudha, wanita ini Lika sepupu saya" Davin turun dari motor mendekati sepupunya itu. "Mama sudah di hotel Lik" Davin segera mengirimkan alamat ke handphone Malika, ia seperti tidak ingin Lika masuk ke rumah Rumi.
"Kakak mau kemana?" Malika menyadari jika Davin ingin pergi lalu ingin ikut.
"Ate nggak boleh ikut" Adeline cemberut.
"Oh... ada tamu to, mari-mari masuk" Astiti berjalan keluar diikuti Seno.
Malika berpaling ke arah sepasang suami istri itu. "Terimakasih Tante" inilah yang Malika mau, ia segera menarik koper tetapi ditahan Davin.
"Jangan lama-lama di sini" Davin pesan agar Malika segera ke hotel. Setelah Malika mengangguk, Davin segera starter motor kemudian berangkat.
5 menit kemudian, mereka sudah tiba di pantai lalu menyewa tikar yang ditawarkan ibu paruh baya. Ombak di pantai tersebut sangat tenang tentu cocok untuk Davin yang memang ingin tenang.
"Adel boleh belenang Ate" Adel memandangi anak-anak sebayanya bermain air ingin segera bergabung.
"Boleh sayang..." Arumi melirik Davin seolah ingin bertanya renang atau tidak. Namun, Davin rupanya memilih mengeluarkan handphone.
"Kalau mau main handphone mah di kamar saja, Pak" Arumi melengos. Ia heran, kadang orang sudah jauh-jauh meluangkan waktu untuk rekreasi tetapi tiba di tempat bukan objek yang dilihat, tetapi lagi-lagi handphone.
"Kamu bawel seperti Mak-Mak" Jawab Davin tanpa berpaling ke arah Arumi.
"Bodo" Arumi menggulung celana jins hingga ke bawah lutut menampilkan kulit putih mulus hingga menjadi perhatian Davin.
"Sebaiknya tidak usah digulung celana kamu itu" Bentak Davin yang tidak ingin betis Arumi dilihat para remaja pria yang tengah berenang sambil tertawa-tawa.
"Basah lah, aneh-aneh saja Bapak ini" Rumi tidak menghiraukan justru menuntun Adel ke tepi pantai.
"Holeee... kita belenang..." Adel memasukkan tangan ke air tentu tidak lepas dari pengawasan Arumi yang ikut bermain.
Hingga satu jam sudah Adeline bermain Air tidak mau menepi padahal Arumi terasa ingin pipis. "Panggil Papa kamu" kata Arumi tentu tidak ingin didengar oleh Davin. Jika Davin tahu Arumi yang menyuruh bisa-bisa besar kepala pria itu. Padahal maksud Arumi agar Davin menjaga Adel.
"Papaa... kata Ate disuluh ke sini..." Adel berteriak, Arumi meraup wajahnya karena Adel justru berkata jujur.
Puk. Pundak Arumi ditepuk dari belakang ketika pikirannya sedang ke mana-mana. "Kamu iri dengan sepasang kekasih di sebelah sana itu, makanya mengajak saya berenang" Davin menunjuk sepasang remaja yang tengah bercanda ria selayaknya seorang kekasih.
"Jangan gede rasa, saya titip Adeline dulu" Arumi lalu pamit Adel sebelum ke toilet. Di toilet kebetulan antri hingga 10 menit Arumi belum kembali.
"Lama sekali kamu" Davin tiba-tiba muncul menggendong Adeline dengan baju basah.
"Antri Pak, lihat apa itu" Arumi menunjuk deretan orang-orang yang hendak ke toilet. Lalu menatap Adel nampak kedinginan.
Mendengar perbincangan Davin dan Arumi, para wanita yang antri menoleh ke arah pria tampan itu. Namun, Davin cuek saja ketika setiap barisan wanita memperhatikan dirinya, hal semacam ini sudah biasa bagi Davin
"Tolong beli baju ganti untuk Adel, Pak" Arumi sampai lupa membawa baju ganti karena ketika berangkat terburu-buru.
"Ya" Davin cepat pergi membeli baju, jika untuk keperluan Adel ia tidak ada kata membantah walapun Arumi yang menyuruh.
Arumi terpaksa mengajak Adel masuk toilet ketika tiba giliran, ketika pintu Arumi buka, Davin sudah menunggu di luar. "Mana baju Adel Pak" Arumi masih menyembulkan kepala di pintu.
Davin menyerahkan kantong plastik lalu menunggu Arumi dengan putrinya di luar.
"Adel ganti baju dulu" Arumi membuka baju Adel kemudian menggantinya.
"Baju balu" Adel memandangi baju bagian depan yang ramai banyak gambar tentu berbeda dengan semua baju yang biasa Adel kenakan.
"Adel nggak suka ya" Arumi tahu, jika semua pakaian Adel sangat mahal sedangkan baju pantai itu hanya harga 25 sampai 30 ribu.
"Seneng Ate" pungkas Adeline. Arumi mengajak Adel keluar mencari Davin di sekitar toilet pria dan wanita, tetapi tidak menemukan calon suaminya.
"Kemana Papa kamu?" Arumi menghubungi Davin, ternyata menunggu di tikar dan akan menanti matahari terbenam.
"Itu Papa, Ate" Adel menunjuk Davin yang sudah duduk di tempat semula.
"Kita kesana tetapi jajan dulu" Arumi membeli otak-otak bakar yang dibungkus daun pisang dan biasa dijual di sekitar pantai. Setelah mendapatkan makanan tersebut lalu duduk bersama Davin di tikar.
"Adel mau, Ate" Adel sudah tidak sabar lalu membuka otak-otak. "Susah" ucapnya manyun. Pasalnya keburu mau tetapi daun pisang tersebut di steplers.
"Sini, Tante bukain" Arumi pun membuka bungkus otak-otak memberikan kepada Adel, kemudian untuknya sendiri.
"Otak-otak Pak" Arumi menyodorkan plastik ke arah Davin. Davin berpaling dari handphone melirik plasti sekilas lalu menatap anaknya yang sedang makan makanan yang tidak biasa.
"Kamu kasih apa Adel?" Davin mulai sadar dan akhirnya ngegas.
"Otak-otak Pak, tenang saja makanan ini dari ikan kok nggak akan kenapa-kenapa" Arumi heran Davin orangnya terlalu selektif memilih makanan.
"Enak Pa" Adel menyuapi sang papa. Davin menolak tetapi Adel paksa dan pada akhirnya membuka mulut. Davin akhirnya mengunyah makanan tersebut, merasa enak lantas ambil kembali.
Arumi tersenyum tapi tidak komentar, ia akan membuat lidah Davin terbiasa dengan makanan tradisional Indonesia.
Di atas tikar mereka nyemil sambil memandangi kapal-kapal dan perahu hingga menyaksikan indahnya matahari tenggelam. Setelah magrib di mushola terdekat kemudian pulang.
Tiba di rumah, Arumi masuk lebih dulu sambil menggendong Adeline. Badanya sudah lengket ingin segera mandi. Ia ucapkan salam tetapi tidak ada yang menjawab kemudian masuk begitu saja.
Sebelum melewati ruang keluarga, Arumi mendengar percakapan kemudian mendengarkan lebih dulu. "Seettt... Adel jangan bersuara ya" bisik Arumi di telinga Adel. Anak itu tentu saja menurut apa yang dikatakan Arumi.
"Davin dengan Arumi itu tidak saling mencintai Tan, jika Davin menikahi Rumi itu karena paksaan Adel. Sebenarnya Davin sudah dijodohkan dengan sepupunya, yaitu saya sendiri. Tapi kehadiran Rumi menggagalkan pernikahan kami. Saya berharap Davin kembali kepada saya, dan hanya Om dengan Tante yang bisa melakukan ini" Tutur Malika sambil menangis.
"Ate Lika bohooong..." Adel tiba-tiba berteriak.
...~Bersambung~...