NovelToon NovelToon
Serunai Cinta Santriwati

Serunai Cinta Santriwati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Wanita
Popularitas:319
Nilai: 5
Nama Author: Lalu LHS

Fahira Hidayati tak pernah menyangka akan terjebak begitu jauh dalam perasaannya kini. Berawal dari pandangan mata yang cukup lama pada suatu hari dengan seorang ustadz yang sudah dua tahun ini mengajarnya. Sudah dua tahun tapi semuanya mulai berbeda ketika tatapan tak sengaja itu. Dua mata yang tiba-tiba saling berpandangan dan seperti ada magnet, baik dia maupun ustdz itu seperti tak mau memalingkan pandangan satu sama lainnya. Tatapan itu semakin kuat sehingga getarannya membuat jantungnya berdegup kencang. Semuanya tiba-tiba terasa begitu indah. Sekeliling yang sebelumnya terdengar riuh dengan suara-suara santri yang sedang mengaji, tiba-tiba saja dalam sekejap menjadi sepi. Seperti sedang tak ada seorangpun di dekatnya. Hanya mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu LHS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#20

Hujan masih deras mengguyur. Jam telah menunjukkan pukul dua belas malam. Ustadz Pahlevi terlihat gelisah sebab malam mulai larut dan ia masih duduk ditemani Ustadz Nunung. Ia tahu Ustadz Nunung sudah mulai bosan walaupun ia berusaha menutupinya. Posisi duduknya yang mulai tak terkontrol seperti sedang memberi isyarat bahwa ia harus segera pergi. Tapi dengan kondisi hujan yang turun begitu deras dan sepertinya akan bertahan lama, dia tidak mungkin memaksakan diri untuk pulang.

"Sepertinya hujan akan berlangsung lama, Ustadz. Lebih baik malam ini Ustadz menginap dulu di pondok. Kalau Ustadz berkenan, Ustadz bisa menempati kamar tamu di belakang," kata Ustadz Nunung. Ustadz Pahlevi tersenyum. Sepertinya penawaran Ustadz Nunung sangat tepat untuk membuatnya sedikit tenang sambil menunggu hujan reda. Seprtinya Ustadz Nunung sudah terlihat sangat mengantuk. Ustadz Pahlevi tersenyum dengan sedikit mengangguk.

Ustadz Nunung bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam ruangan di sampingnya. Tak lama kemudian, dia kembali dengan membawa dua buah payung. Satu payung ia berikan kepada Ustadz Pahlevi dan mengajaknya keluar rumah. Dengan langkah setengah berjingkrak, keduanya akhirnya sampai di kamar belakang rumah.

"Kamar ini dekat dengan dapur, Ustadz. Kalau Ustadz lapar atau buat kopi, Ustadz bisa panggil anak-anak," kata Ustadz Nunung. Ustadz Pahlevi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Setelah itu Ustadz Nunung pamit pergi.

***

Fahira Hidayati masih belum juga bisa memejamkan matanya. Ia masih penasaran. Suara pembicaraan antara Ustadz Pahlevi dan Ustadz Nunung tiba-tiba saja sudah tidak terdengar lagi di telinganya. Sekalipun tadi hujan begitu deras mengguyur, tapi ia masih bisa mendengar pembicaraan mereka. Apalagi jika menduga kemungkinan Ustadz Pahlevi sudah pulang. Dia sama sekali tidak mendengar suara sepeda motor dinyalakan. Apalagi dengan suara motor Ustadz Pahlevi yang nyaring dan keras. Telinganya dari tadi masih awas mendengar setiap suara dan gerakan di sekitarnya. Ia yakin tidak ada yang luput dari pendengarannya.

Fahira Hidayati mendongak ke arah ventilasi. Satu-satu cara untuk memastikannya adalah dengan melihatnya dari lubang ventilasi. Tapi ia ragu melakukannya. Ia takut salah satu dari teman kamarnya terbangun dan memergokinya. Sekalipun suara dengkur mereka terdengar bersahut-sahutan dan nampak begitu lelap dalam tidur masing-masing, tapi ia tak berani melakukannya.

Fahira Hidayati gelisah. Rasa penasarannya membuatnya tidak tenang. Ia yakin betul Ustadz Pahlevi masih berada di pondok. Entah, ia merasa malam ini ia punya kesempatan untuk bertemu Ustadz Pahlevi. Suara hatinya seperti terus menerus membukakan jalan untuknya.

Ustadz Pahlevi mengurungkan niatnya untuk menutup pintu kamar dan memilih duduk di tepi ranjang. Rasa kantuk mulai mengganggu keawasan matanya. Tapi ia takut membaringkan tubuhnya dan akhirnya tertidur. Ia tak berniat menginap dan tetap akan menunggu hujan reda. Jam berapapun, ia akan tetap pulang.

Ustadz Pahlevi memeriksa layar ponselnya. Tidak ada balasan dari sms yang ia kirimkan untuk Zulakha terkait keterlambatannya pulang malam ini. Mungkin Zulakha sudah tidur. Tapi dengan sudah tergenggamnya uang satu juta di tangannya, ia sudah merasa tenang.

Ustadz Pahlevi mendesah. Tiba-tiba saja ia merasa gelisah. Pikirannya kembali tertumbuk pada sosok Fahira Hidayati. Entah, tiba-tiba saja ia begitu merindukannya malam ini. Tapi tak ada alasan untuk memanggilnya selarut ini. Walaupun Ustadz Nunung sudah mengizinkannya untuk memanggil santri jika ingin makan ataupun membuatkannya kopi, tapi tetap tak elok jika harus memanggil santri saat mereka sudah terlelap dalam tidur mereka.

Ustadz Pahlevi bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu yang terbuka. Hujan tak juga menampakkan tanda-tanda akan segera reda. Malah terdengar semakin riuh di atas atap spandek.

Ustadz Pahlevi menoleh ke arah gerbang menuju asrama putri, sekitar tiga meter dari ruang tamu tempatnya berdiri. Dia merasa seperti sedang di awasi seseorang. Ustadz Pahlevi menoleh sekali lagi. Dia seperti melihat bayangan hitam seperti mengintip di balik tembok asrama. Memang benar. ada orang yang sedang bersembunyi di sana. Ia yakin itu adalah salah satu santri. Mungkin dia mau ke kamar mandi dan sempat memperhatikan pintu kamar tamu tempatnya berada terbuka. Ustadz Pahlevi pura-pura sibuk memperhatikan hujan di depannya.

Jantung Fahira Hidayati seperti hendak copot ketika Ustadz Pahlevi menoleh ke arahnya mengintip. Dadanya berdegup kencang bersamaan dengan bola matanya yang bergerak kesana kemari memastikan keadaan sekitarnya aman. Fahira Hidayati menggaruk-garuk kepalanya. Ia masih ragu untuk kembali ke kamarnya. Bisikan hatinya yang seperti mendorongnya kuat agar memperlihatkan dirinya kepada Ustadz Pahlevi membuatnya bertahan di tempatnya bersandar kini.

Fahira Hidayati berusaha menstabilkan ritme nafasnya yang naik turun. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya mantap.

"Sudah terlanjur. Lebih baik aku pura-pura ke kamar mandi saja," batin Fahira Hidayati. Ia menghela nafas panjang dan memejamkan matanya. Setelah itu ia mantap melangkah dengan menaungi kepalanya dengan kedua tangannya menembus derasnya hujan.

"Hei, Kamu."

Jantung Fahira Hidayati berdegup kencang. Ia terkejut ketika terdengar panggilan dari arah samping. Fahira Hidayati menghentikan langkahnya. Ia menoleh perlahan. Di lihatnya Ustadz Pahlevi melambaikan tangan ke arahnya. Persendian Fahira Hidayati bergetar dan kakinya terasa berat untuk digerakkan.Dia masih belum percaya lambaian tangan Ustadz Pahlevi ditujukan untuknya. Dan ketika Ustadz Pahlevi kembali melambaikan tangannya untuk kedua kalinya, Fahira Hidayati baru yakin kalau Ustadz Pahlevi memang memanggilnya.

Dengan tubuh basah kuyup, Fahira Hidayati berlari-lari kecil menuju Ustadz Pahlevi. Ustadz Pahlevi yang sebelumnya tak mengira yang datang adalah Fahira Hidayati, sangat terkejut. Tiba-tiba saja ia menjadi serba salah. Ia hanya bisa menatap Fahira Hidayati. Begitupun dengan Fahira Hidayati. Ia hanya berdiri di depan pintu kamar di bawah guyuran hujan deras.Untuk beberapa waktu yang lama, keduanya hanya bisa saling pandang. Hingga terdengar suara bersin dari arah Fahira Hidayati. Ustadz Pahlevi tersadar. Melihat Fahira Hidayati basah kuyup di bawah guyuran hujan, spontan Ustadz Pahlevi menyambar tangan Fahira Hidayati dan menariknya. Karna tak menyangka tubuhnya ditarik secara tiba-tiba, Fahira Hidayati tidak bisa menahan tubuhnya dan hampir saja jatuh sebelum Ustadz Pahlevi memegang tubuhnya.

Dua mata kembali beradu pandang. Tatapan yang saling menarik satu sama lain dan tak mau saling melepaskan. Mata bulat dan bening. Alis tebal dengan bulu-bulu tipis di atas bibirnya, bibir yang merekah dan bergetar, membuat Ustadz Pahlevi semakin tak kuat menahan diri. Apalagi ketika melihat mata gadis itu seperti pasrah dan ingin wajah Ustadz Pahlevi semakin dekat sedekat mungkin ke wajahnya. Dan...

Sebuah kecupan hangat mendarat di kening Fahira Hidayati. Begitu bibir Ustadz Pahlevi menyentuh keningnya, Fahira Hidayati tersadar dan terkejut. Begitu pun Ustadz Pahlevi. Spontan keduanya saling menarik tubuh masing-masing. Untuk beberapa saat, keduanya saling menundukkan wajah masing-masing menahan malu.

1
MEDIA YAQIN Qudwatusshalihin P
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!