~MEMBALAS DENDAM PADA SUAMI, SELINGKUHAN, DAN MERTUA MANIPULATIF~
Mayang Jianasari—wanita bertubuh gendut kaya raya—menjadi istri penurut selama setahun belakangan ini, meski dia diperlakukan seperti pembantu, dicaci maki karena tubuh gendutnya, bahkan suaminya diam-diam berselingkuh dan hampir menguras habis semua harta kekayaannya.
Lebih buruk, Suami Mayang bersekongkol dengan orang kepercayaannya untuk memuluskan rencananya.
Beruntung, Mayang mengetahui kebusukan suami dan mertuanya yang memang hanya mengincar hartanya saja lebih awal, sehingga ia bisa menyelamatkan sebagian aset yang tersisa. Sejak saat itu Mayang bertekad akan balas dendam pada semua orang yang telah menginjaknya selama ini.
"Aku akan membalas apa yang telah kau lakukan padaku, Mas!" geram Mayang saat melihat Ferdi bertemu dengan beberapa orang yang akan membeli tanah dan restoran miliknya.
Mayang yang lemah dan mudah dimanfaatkan telah mati, yang ada hanya Mayang yang kuat dan siap membalas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maju Mundur Kena
"Mungkin sedang ke toilet, Sa ...," jawab Ferdi. Tampak sekali Ferdi masih megap-megap seperti ikan terlempar dari air.
Saira yang tadinya ikut mencari-cari pria itu, manggut-manggut. Alasan Ferdi cukup masuk akal. "Kalau begitu, kita kembali ke kantor lagi, saja." Saira kembali menghadapi Mayang dan Ferdi, tersenyum tanpa memedulikan Mayang.
"Saya mau orang tadi tetap ambil di kita, ya, Mas ... jaminannya menggiurkan, Mas, saya rasa kreditnya akan lancar." Saira tertawa ringan, tetapi sarat makna.
Mayang sekilas pandang saja tahu kalau Saira sedang menilainya. Meski Mayang merasa kalah, tetapi dia tidak mundur juga. Tetap bertahan, mengikuti pembicaraan yang sedikit banyak ia paham maksudnya. Pria yang disebut nasabah tadi, tampaknya ingin meminjam sejumlah uang di kantor Saira, tidak tahu apa untuk mengambil alih tempat ini, atau untuk keperluan lain.
"Sa, sebaiknya kalian kembali dulu. Aku masih ada perlu," saran Ferdi pada Saira. Tentu membicarakan soal pinjaman orang tadi sangatlah bahaya saat ini. Mayang meski tampak tak memerhatikan, tetapi Ferdi yakin, telinga Mayang mendengar.
"Oke ...." Saira kembali menyahut dengan ringan, gesturnya masih penuh makna saat menghadapi Ferdi. "Lanjutkan obrolannya, ya, betewe, makasih selalu diizinkan makan disini, Mas. Jadi senang kalau rapat, konsumsinya gratis." Saira berlalu, kembali pada gerombolan anak buahnya yang sedang menikmati hidangan.
Mayang tertawa sinis diam-diam. Astaga, selama ini dia membiarkan dibodohi pencuri. Enak sekali dia makan dan mentraktir temannya cuma-cuma di sini? Memangnya resto ini milik nenek moyangnya? Sudah dicuri uangnya, dimanfaatkan sumber dayanya, di selingkuhin pula. Gila memang pria ini.
"Kenapa lihatin akunya sampai seperti itu,Yang?" Ferdi salah tingkah dan merinding melihat tatapan tajam Mayang. "Itu tadi Saira, atasan--"
"Aku sudah tahu," potong Mayang ketus. "Mas ngga ada niat ngenalin aku sama teman kantor dan atasanmu?"
"Ya ... a-aku mau, ta-tapi kan kamu yang ngga mau, Yang. Kamu lupa?"
Memang Mayang menolak ketika Ferdi akan mengenalkannya pada teman-teman dan atasannya ketika mereka menikah dulu. Bahkan, pernikahan Mayang berlangsung diam-diam. Sifat Mayang yang sangat minder, menguntungkan Ferdi, sehingga dia tidak perlu repot-repot terkena olok-olok karena beristri wanita bertubuh gendut.
"Tapi sudah seperti ini, kan seharusnya Mas berinisiatif mengenalkan aku sama mereka, paling tidak Mbak Saira."
Belum pernah, Ferdi benar-benar tersudut seperti ini. Sampai tidak bisa berkilah, tidak bisa berkata-kata, tidak bisa melakukan apa-apa, selain diam. Marah pun juga tidak berguna. Karena apa memangnya? Mayang benar pada posisi ini. Dan memang seharusnya, Ferdi mengenalkan Mayang, tapi sebagai siapa? Tidak mungkin ia mengenalkan Mayang sebagai orang lain kan?
"Aku ke toilet dulu, Mas." Mayang beranjak cepat-cepat, tanpa menunggu Ferdi menjawabnya. Mayang ingin sedikit saja memberikan sentuhan kemarahan yang dirasakannya kepada suaminya itu.
Ferdi meraup wajahnya kasar, ketika Mayang sudah tak tampak lagi di matanya. "Sial!" umpatnya sambil memukul meja dengan telapak tangannya. Gusar dan tak mampu mengendalikan diri. Ingin Ferdi berteriak dan memaki, tetapi semua misinya belum terlaksana semua, padahal tinggal selangkah lagi, tetapi Mayang mengacaukannya.
Ini semua salah Mayang, karena merahasiakan kekayaan darinya. Padahal mereka bisa mengelola bersama-sama. Lagian, harusnya Mayang sadar diri, tak ada yang menginginkan wanita over weight seperti dia. Lihat model dan bentuknya saja Ferdi sudah mual, dan tidak pantas juga, pria rupawan seperti dia memiliki pendamping seperti itu.
"... kalian semua tidak bisa keluar begitu saja, tanpa membayar. Memangnya ini rumah makan nenek kalian?"
Ferdi yang masih menumpukan wajah di atas kedua telapak tangan, memutar kepalanya. Telinganya menangkap keributan di depan pintu keluar. "Astaga ada apa lagi itu?" Napas Ferdi terbuang kasar, lalu ia bangkit karena kawan-kawannya tertahan oleh seseorang yang tidak dikenalnya. Berani sekali dia?
"Fer ... ini ada apa? Kamu bilang ini restoranmu, kenapa kami ditahan dan disuruh bayar?" tanya salah seorang teman Ferdi yang masih bingung dengan keadaan ini.
Ferdi terkesiap dan langsung merangsek ke depan. "Bapak siapa?" tanya Ferdi ketika sudah berhadapan dengan Yudi. Ferdi sendiri baru ingat siapa pria itu setelah berhadapan langsung dengan Yudi. Mereka jelas pernah bertemu di beberapa kesempatan. Namun, ia merasa terlambat untuk mundur. Jika Yudi ada di sini, bisa jadi otak dibalik semua ini adalah Rully, satu-satunya saudara Mayang yang wajib ia takuti.
"Saya utusan pemilik tempat ini, Pak ... dan mereka semua tidak membayar setelah makan." Yudi mengulurkan selembar kertas berisi jumlah uang yang mesti dibayarkan kepada Ferdi. "Tolong segera dibayar, Pak ... atau kami akan melaporkan tindakan ini ke pihak berwajib," ancam Yudi.
"Fer ... ini gimana, sih?" bisik teman Ferdi yang berdiri tepat dibelakangnya.
"Ini salah paham aja," balas Ferdi juga dengan berbisik. Tangan Ferdi terulur untuk menenangkan teman-temannya. Dia harus hati-hati sekarang, yang dihadapinya adalah Rully, jadi dia tidak bisa bersikap arogan. Jangan sampai pula nama baik dan gengsinya hancur dengan cara mengerikan seperti ini.
"Saya yang akan menanggung semuanya, Pak ... tolong biarkan mereka pergi." Ferdi mencoba melunak, dan kooperatif. Dia mengeluarkan dompet dan mengisyaratkan untuk membayar tagihan pada Yudi.
"Tidak bisa, Pak, teman-teman anda tetap disini, sementara Bapak menyelesaikan pembayarannya." Yudi bersikukuh dengan tangan menghalangi pintu keluar.
Teman-teman Ferdi mulai curiga, bahkan adegan itu menjadi tontonan pengunjung resto. Mereka lebih tertarik pada keributan, ketimbang segera menyelesaikan makan.
"Oh, sial!" batin Ferdi dengan mata melotot ke arah Yudi. Tangannya mengepal hingga penuh dengan urat-urat kuatnya, sudah penuh dengan kemarahan dan juga siap menghajar Yudi, persetan dengan Rully.
"Oke, baik ... kalau Bapak tidak percaya pada saya, maka akan saya bayar segera." Ferdi tersulut, ketika Yudi tampak tak gentar padanya. Ia merasa sedang ditantang.
Ferdi memutar langkahnya ke arah kasir, dimana seorang wanita tengah gugup dan gemetaran ketika menerima tatapan tajam mengancam dari Ferdi.
"Bi-bisa saya bantu, Pak?" Kasir yang masih berusia muda itu menunduk, alih-alih memeri hormat, sebenarnya dia sedang menghindar dari tatapan menakutkan itu.
"Saya mau bayar tagihan ini, Mbak!" sentak Ferdi dengan kasar seraya membanting lembaran bill di depan layar komputer sang kasir.
"Semua tiga juta seratus sepuluh ribu, Pak ...," jawab kasir itu lirih.
"Ap-?" Mata Ferdi seakan meloncat dari tempatnya. Kenapa dia diperas di area kekuasaannya sendiri. Siapa pelakunya?
Ferdi membuang napas, wibawanya tidak boleh rusak begitu saja. Sembari mengigit bibir, menahan geram, Ferdi mengeluarkan kartu debit dan menggeseknya di alat yang sudah disediakan. Sang kasirpun segera melakukan tugasnya meski tangannya gemetaran.
"Te-terimakasih, Pak." Kasir itu mengembalikan kartu Ferdi tanpa berani menatap wajahnya.
"Sialan. Awas saja kamu, Rul ... akan aku balas dua kali lipat dari ini!" ancam Ferdi dalam hati.
Mayang menyaksikan semuanya dari tempat duduknya. Mati-matian dia menahan tawa melihat ekspresi Ferdi. "Ini belum seberapa, Mas."
*
*
*
*
Segini dulu ya, gengs ... tetap nantikan kelanjutan cerita ini, ya ... love-love. Maafkan typo dan kesalahan kepenulisan, selamat membaca🥰🥰🥰
Nopelku yang lain, boleh banget dikunjungi lo gengs🤭
Dearly
Misshel