Kembali Ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan s2-nya. Anindya harus dihadapkan masalah yang selama ini disembunyikan Abinya yang ternyata memiliki hutang yang sangat besar dan belum lagi jumlah bunga yang sangat tidak masuk akal.
Kavindra, Pria tampan berusia 34 tahun yang telah memberikan hutang dan disebut sebagai rentenir yang sangat dingin dan tegas yang tidak memberikan toleransi kepada orang yang membuatnya sulit. Kavindra begitu sangat penasaran dengan Anindya yang datang kepadanya meminta toleransi atas hutang Abinya.
Dengan penampilan Anindya yang tertutup dan bahkan wajahnya juga memakai cadar yang membuat jiwa rasa penasaran seorang pemain itu menggebu-gebu.
Situasi yang sulit yang dihadapi gadis lemah itu membuat Kavindra memanfaatkan situasi yang menginginkan Anindya.
Tetapi Anindya meminta syarat untuk dinikahi. Karena walau berkorban demi Abinya dia juga tidak ingin melakukan zina tanpa pernikahan.
Bagaimana hubungan pernikahan Anindya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6 Pernikahan.
"Permasalahan yang terjadi di antara kita berdua dan putri saya tidak terlibat dalam hal ini. Jadi saya tidak akan menukar putri saya untuk melunasi hutang-hutang saya," tegas Abraham.
"Apa maksud Anda. Putri Anda datang kepada saya dan mengemis untuk dinikahi agar hutang ayahnya lunas dan sekarang Anda mengatakan tidak mungkin menukarnya. Apa ini sebuah permainan yang sedang kalian lakukan," sahut Kavindra.
Anindya menelan salivanya. Memang kepergiannya sama sekali tidak diketahui oleh Abi yang membuat Anindya langsung menunduk ketika Abi menoleh ke arahnya.
Abraham pasti bertanya-tanya dengan apa yang dikatakan Kavindra dan semua itu juga di luar dugaan Abraham.
"Saya menuruti syarat yang diinginkan oleh putri Anda dan harusnya berterima kasih kepada saya karena saya telah memberikan keringanan sesuai yang dia inginkan. Saya juga sudah menghapuskan bunga sesuai permintaan dia. Saya memberikan toleransi karena dia rela untuk...."
Kavindra tidak melanjutkan kalimatnya ketika Anindya mengangkat kepala dan dari sorot matanya seolah menekankan kepada Kavindra untuk tidak melanjutkan kalimat itu.
"Rela untuk apa?" tanya Abi.
Mata Kavindra yang melihat bagaimana tangan Anindya yang saling menggenggam begitu erat yang sepertinya sangat ketakutan. Jika Kavindra berkata jujur bahwa dirinya rela membuka cadar untuk penghapusan bunga itu maka Abinya pasti akan sangat kecewa dan merasa bersalah. Anindya seolah tidak menginginkan semua itu.
"Rela bersujud dan meminta toleransi. Jadi sekarang aku sudah mempertimbangkan semuanya. Semua tergantung kepada Anda bagaimana menyikapinya," jawab Kavindra.
Anindya menghela nafas yang merasa bersyukur karena Kavindra tidak mengatakan yang sebenarnya. Kavindra juga merasa aneh pada dirinya yang tumben-tumbennya dia harus peduli tentang semua itu. Dia seakan tidak ingin gadis itu mendapatkan masalah.
"Jadi Anda sudah tahu kedatangan saya untuk melamar putri Anda dan saya sangat berharap Anda bisa mempertimbangkan segalanya dengan baik dan semua ini juga demi kebaikan Anda. Saya tidak ingin membuang-buang waktu. Jadi saya permisi!" ucapnya dengan tersenyum dan langsung pergi.
"Jadi dia setuju dengan syarat yang aku ajukan. Artinya aku akan menikah dengan dia dan langkah hutang-hutang Abi akan lunas," batin Anindya entahlah apa dia lega atau justru setelah ini dia pasti akan banyak diminta keterangan oleh Abinya.
*****
Anindya yang duduk di sofa dengan Abi yang berada di depannya, sejak tadi Anindya menundukkan kepala dengan kegugupan yang sekarang menyelimuti.
"Abi tidak menyuruh kamu untuk ikut campur atas semua ini. Apa yang kamu lakukan Anindya. Kamu ingin melunasi hutang-hutang Abi dengan cara kamu menikah dengan dia?" tanya Abi yang tampak kecewa dan pasti merasa bersalah.
"Maafkan Anindya Abi yang seharusnya memberitahu Abi terlebih dahulu tentang semua ini. Anindya tidak memiliki jalan lain. Anindya merasa ini satu-satunya agar Abi terbebas dari semua ini. Hutang ini sangat banyak dan menjual seluruh aset yang kita miliki atau bekerja selama 1 tahun pun ini tidak akan lunas. Beliau memberikan toleransi dan hanya memberikan waktu satu minggu untuk pelunasan hutang. Mana mungkin kita sanggup membayarnya," ucap Anindya.
"Tapi Abi sama sekali tidak pernah punya rencana untuk menukar kamu dengan semua ini," ucapnya.
"Anindya tahu itu dan tidak mungkin ada seorang ayah yang tega lakukan semua itu. Tetapi semua ini adalah keinginan dari Anindya," tegasnya.
"Astagfirullah!" lirih Abi mengusap wajahnya menggunakan kedua tangannya.
Anindya berdiri dari tempat duduknya dan terlihat berlutut di depan Abi dengan memegang kedua tangan Adi.
"Izinkan Anindya untuk membantu Abi. Anindya akan baik-baik saja. Anindya janji tidak akan terjadi apapun kepada Anindya," ucap Anindya.
"Dia bukan laki-laki yang baik yang bisa menjadi suami kamu. Abi tidak mungkin membiarkan kamu menikah dengan orang itu. Kamu tidak harus menderita karena semua ini," ucap Abi.
"Abi sering mengajarkan kepada Anindya untuk tidak pernah menilai seseorang dari cover saja. Manusia pada dasarnya memiliki hati yang baik. Jika dia tidak baik dan tidak mungkin mempertimbangkan keringanan yang ingin Anindya minta dan dia juga bahkan sudah menghapuskan semua bunga hutang-hutang Abi," ucap Anindya.
"Tapi tetap saja Abi sangat khawatir kepada kamu. Abi takut kamu sampai kenapa-napa," ucapnya.
"Tidak Abi. Anindya akan baik-baik saja. Percayalah!" ucapnya dengan tersenyum yang merasa tidak apa-apa sama sekali.
Anindya langsung memeluk Abinya.
"Anindya hanya ingin Abi sehat. Anindya akan berusaha semampu Anindya untuk membantu Abi dan semua jalan ini juga merupakan petunjuk dari Allah," Anindya tidak henti-hentinya memberikan pengertian kepada Abinya.
Tetapi seorang ayah tetap saja merasa bersalah atas apa yang terjadi karena putrinya harus terlibat dan apalagi harus menikah dengan laki-laki yang jelas Abinya mengetahui bahwa orang yang dia hadapi bukanlah orang sembarangan.
Abinya sangat khawatir dengan masa depan putrinya berada di tangan laki-laki yang bisa dikatakan seorang rentenir yang sekarang sedang mencekik dirinya atas bunga-bunga hutang yang begitu sangat banyak.
***
..."Saya terima nikahnya Anindya Ahmad Baskara binti Abraham Baskara dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,"...
..."Bagaimana saksi sah?"...
..."Sah!"...
..."Alhamdulillah!"...
Suasana pernikahan yang begitu hikmat yang hanya dihadiri keluarga dari Anindya di kediaman rumahnya. Kavindra dengan sangat lancar mengucapkan ijab kabul tersebut. Para tamu yang berdoa yang dipimpin oleh penghulu.
Sama dengan Anindya yang berada di dalam kamar yang juga sekarang sedang berdoa yang baru saja mengetahui bahwa dirinya sudah sah menjadi istri seseorang.
"Ayo Nona. Suami Anda sudah menunggu!" ucap Bibi dengan lembut memegang bahu Anindya. Anindya menganggukkan kepala.
Dia yang sudah membuat keputusan itu dan seharusnya dia berusaha untuk menerima takdirnya. Menerima atas apa yang telah terjadi. Anindya yang benar-benar berusaha ikhlas dalam hal apapun.
Bibi yang membawa Anindya keluar dari kamar, dengan Anindya yang begitu sangat cantik menggunakan gamis syar'i modern yang dipadukan dengan sedikit brokat di bagian bawahnya, tidak lupa dia juga tetap memakai cadar.
Semua mata para tamu tertuju pada pengantin wanita yang meneduhkan hati itu dan begitu juga dengan Kavindra yang bisa-bisanya harus menikah karena hanya penasaran.
Kavindra tersenyum miring, dia merasa telah menang, setelah ini akan memiliki Anindya dan dia ingin melihat apakah kesombongan Anindya masih berlaku.
Kavindra yang berdiri dan menyambut istrinya itu. Ketika Anindya sudah berada di depannya, tetap saja Anindya terus tertunduk yang hanya melihat lantai.
Dengan tangan yang bergetar Anindya mengulurkan tangannya untuk pertama kali mencium lembut punggung tangan suaminya itu. Kavindra juga mencium kening istrinya.
Tidak hanya itu mereka berdua juga saling bertukar cincin. Dan tiba-tiba Kavindra mendekatkan mulutnya pada telinga Anindya.
"Kau akan menjadi milikku. Hutang orang tuamu akan tergantung bagaimana kau bisa memberikan kepuasan kepadaku," bisiknya yang cukup membuat Anindya memejamkan mata dengan reaksi tubuhnya yang bergetar mendengarkan suara berat itu.
Kavindra bahkan juga mencium bagian telinganya yang mungkin orang-orang yang berada di sana tidak terlalu tahu apa yang dilakukan Kavindra. Anindya hanya berusaha untuk tenang menghadapi pria yang sangat menginginkan.
Sementara Abraham masih terlihat tidak merelakan putrinya yang dinikahi oleh rekan bisnisnya yang sekarang mereka berdua terlibat masalah hutang piutang. Dia merasa telah menjual putrinya untuk membayar hutang. Walau semua itu keinginan Anindya. Apa yang bisa dilakukan Abraham, dia telah menikahkan putrinya itu dan hanya bisa berharap Kavindra dapat memperlakukan Anindya dengan baik.
Bersambung......