NovelToon NovelToon
Dear, Anak Majikan

Dear, Anak Majikan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Harem / Pembantu / Office Romance / Chicklit
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

"Dengerin saya baik-baik, Ellaine! Kamu harus jauhin Antari. Dia bakal kuliah di luar negeri dan dia bakal ngikutin rencana yang saya buat. Kamu nggak boleh ngerusak itu. Ngerti?"

Gue berusaha ngontrol napas gue. "Nyonya, apa yang Ella rasain buat dia itu nyata. Ella—"

"Cukup!" Dia angkat tangannya buat nyuruh gue diam. "Kalau kamu beneran sayang sama dia, kamu pasti pengen yang terbaik buat dia, kan?"

Gue ngangguk pelan.

"Bagus. Karena kamu bukan yang terbaik buat dia, Ellaine, kamu tahu itu. Anak dari mantan pelacur, pecandu narkoba nggak pantas buat cowok kayak Antari."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

One Night Stand

...Ellaine...

...────୨ৎ────જ⁀➴...

Gue harus pergi atau nggak?

Gue berdiri di depan cermin, memperhatikan bayangan gue sendiri.

Gue pakai dress ungu yang ketat di badan, menyorot lekuk tubuh gue. Meski gue nggak begitu langsing, tapi gue punya bentuk tubuh yang bagus, dan gue suka itu, terutama kaki dan pinggul gue yang berisi. Nggak pernah sekalipun gue ngerasa insecure soal itu.

Rambut pirang gue dibiarkan tergerai, jatuh lembut di sisi wajah. Makeup gue sederhana, tapi favorit gue selalu sama, lipstik merah.

Alasan gue ragu buat dateng ke ulang tahun Zielle?

Karena gue tahu dia undang Antari juga. Dan kalau gue sama dia ada di ruangan yang sama, ujung-ujungnya pasti ada obrolan canggung yang nggak bisa dihindari.

Tapi semoga aja dia nggak dateng.

Ikutan pesta bukan type dia. Kalau dia terlalu lama bareng orang banyak, nanti dia meleleh. Gue senyum sendiri. Si Es batu ini benar-benar terlalu kaku buat pesta.

Gue mutusin buat nggak batalin rencana cuma gara-gara dia. Gue keluar rumah dan jalan ke tempat Zielle. Gue nggak bakal ngelewatin kesempatan buat bersenang-senang sama dia. Dia baik banget udah ngundang gue, dan gue juga senang bisa lebih dekat sama dia.

Begitu nyampe di rumahnya, gue lihat gerbang samping kebuka, jadi gue langsung masuk. Dan di sana, gue ketemu Zielle, senyum lebar, bawain nampan di tangannya.

"Eh, lo dateng juga!"

Senyum Zielle benar-benar menular. "Iyalah, happy birthday!"

Gue kasih kado gue ke dia, tapi tangannya masih sibuk megang nampan. "Taruh aja di meja sana, yang lain pada di belakang."

Gue nggak bisa nahan buat tanya, "Tiga Batari?"

Zielle ngangguk. "Iya, gih masuk aja. Gue bakal nyusul abis nganterin ini, oke?"

Gue taruh kado di meja yang udah penuh sama hadiah lain, terus mengikuti jalan yang Zielle lewati buat ke taman belakang.

Begitu sampai, gue lihat Zielle sama cewek yang tadi diceritain Asta, Niria, kalau nggak salah namanya. Mereka berdiri bareng, memperhatikan sesuatu.

Gue mengerutkan alis dan berdiri di samping Zielle. Baru sadar mereka lagi memperhatikan Asta sama Antari yang lagi dikelilingin beberapa cewek.

"Siapa mereka?"

Zielle kaget sampe loncat kecil karena baru nyadar gue ada di sana. "Sepupu-sepupu gue, duh…" Dia ngeluarin napas panjang.

Gue mencibir. "Gue butuh minum."

Niria langsung angkat tangan. "Sama! Ayo, gue tahu di mana vodka disimpan."

"Eh, lo pergi aja sana, have fun!" Zielle mencoba nolak, halus, tapi gue sama Niria saling tatap, terus kita tarik dia barengan.

Beberapa gelas vodka udah lewat, dan gue suka banget suasananya. Gue nyaman banget sama Zielle dan Niria.

Selama ini, satu-satunya sahabat cewek gue tuh Irvy, jadi ngobrol sama orang baru kayak gini rasanya gimana gitu. Bukannya Irvy nggak cukup, tapi tetap aja enak bisa ketemu orang baru dan ngobrolin hal yang berbeda.

Kita duduk di pojokan taman. Zielle bolak-balik nyamperin tamu lain, tapi dia selalu balik lagi ke kita.

Sampai akhirnya, Niria angkat gelasnya tinggi-tinggi.

"Cherss! Buat para brengsek bersaudara Batari!"

Gue langsung ikutan. Energi positif dari mereka benar-benar berasa. "Cherrs!"

Niria mendengus habis melampiaskan satu tegukan vodka. "lihat tuh," dia pakai tatapan polos palsunya buat mengikat Asta.

Gue mengikuti arah pandangannya dan menemukan Asta lagi ngobrol sendiri sama salah satu cewek tadi. Ceweknya kelihatan lebih muda, mukanya masih kayak anak-anak.

"Nah, nggak mungkin dia suka. Cewek itu seumuran sama dia, padahal Asta selalu tertarik sama yang lebih tua."

Gue bilang begitu bukan karena dia pernah kasih sinyal ke gue atau apa, tapi karena gue kenal dia.

Walaupun umurnya masih muda, Asta tuh dewasa banget, makanya dia selalu nyari cewek yang bisa mengimbangi atau malah lebih dewasa dari dia.

Niria kelihatan berharap. "Serius?"

Gue angguk. "Serius. Asta tuh gampang dibaca, beda sama Kakaknya."

Zielle memperhatikan gue penuh rasa penasaran. "Lo ngomongin Antari?"

Gue cuma senyum tanpa menjawab. Tapi rasa penasaran Zielle belum kelar. "Lo dekat sama dia?"

Mata gue otomatis nyari si Es Batu, memperhatikan dia sambil gue jawab. "Dia… orang yang susah banget dihadapi."

"Oh, sial." Niria berbisik sambil melotot, bikin gue noleh ke dia. "Lo ada sesuatu sama Antari?"

Gue ketawa lepas, sementara Zielle malah makin penasaran, sampai-sampai dia mulai gigit kuku.

Lucu banget lihat mukanya yang penuh tanda tanya gitu.

Mereka berdua jelas nunggu jawaban. Gue narik napas. "Ini… rumit."

Niria langsung menyodorkan gelasnya ke arah gue, pura-pura kesel.

“Rumit,” katanya. "Kayak status hubungan di Facebook 'Rumit'."

"Udah, biarin aja, Niria."

Zielle menyelamatkan gue dari interogasi lebih lanjut. Gue otomatis berhenti ngomong pas melihat Anan, Asta, dan Antari jalan santai ke arah kita.

Anan ngomong sesuatu ke Asta, terus Asta ketawa sambil geleng-geleng kepala.

Sementara Antari?

Dia cuma kasih mereka tatapan capek.

Gue sempatin buat merhatiin Antari lebih detail. Dia pakai setelan hitam tanpa dasi, kancing atas kemejanya kebuka beberapa, dan rambutnya rapi disisir ke belakang. Plus, ada janggut tipis yang makin bikin mukanya kelihatan... yah, lo tahu lah.

Pas mereka sampai depan kita, Anan yang pertama kali ngomong. "Boleh gabung?"

Dia langsung duduk di sebelah Zielle, Asta di sebelah gue. Begitu Antari melihat itu, dia malah duduk di sisi gue yang lain.

Benar-benar dewasa banget, si Es Batu.

Anan menggenggam tangan Zielle, nyium cepat, terus buka obrolan lagi. "Minum apa lo semua?"

Niria yang jawab. "Cuma vodka dikit."

Asta langsung menyodorkan tangannya ke Niria. "Bagi dong."

Antari ngangkat alis, dan Asta buru-buru nurunin tangannya lagi. Gue cuma putar mata, kesel sendiri, terus menyodorkan gelas gue ke Asta. "Nih, minum aja."

Antari mengeringkan bibirnya, jelas nggak suka. "Ellaine."

Gue kasih senyum kecil. "Santai, dong. Es Batu."

Zielle langsung nimbrung. "Es Batu?"

Anan ngakak. "Ya, dia manggil Antari gitu."

Gue nunjuk Antari sambil angkat bahu. "Lo Nggak lihat? Dingin, benar-benar kayak es cube."

Antari mencengkeram gelasnya erat, jelas nahan komentar. "Gue masih duduk di sini, lo tahu kan?"

Zielle ketawa ngakak. "Gila, julukannya keren banget!"

Dia langsung kasih gue jempol.

Antari?

Cuma bisa ngelirik tajam ke arah gue.

Gue kasih hormat dengan gaya bercanda.

"Makasih, makasih."

"Kita main 'I Never', yuk!" usul Zielle.

Ah, kayaknya itu ide yang kurang bagus, tapi masa gue harus nolak si birthday girl?

Kita semua saling pandang, terus dia ngangkat gelasnya. "Gue mulai duluan."

Kita nungguin cukup lama, tapi Zielle malah diam aja, kayak lagi tenggelam dalam pikirannya sendiri. Gue curiga dia lagi mikirin Anan, soalnya matanya nggak lepas-lepas dari dia.

Gila, dia benaran suka banget sama Anan, ya?

Gue senang sih, melihat cinta pertama Anan benaran tulus gini. Dia pantas dapat yang kayak gitu. Udah waktunya dia ketemu cewek yang bisa nunjukin kalau masih ada perempuan baik di dunia ini. Yang bisa dia percaya sepenuhnya, yang layak buat diperjuangin.

"Zielle?" suara Anan bikin dia balik ke dunia nyata. "Kita nungguin lo nih."

Gue nunggu penjelasan tentang aturan mainnya, soalnya gue belum pernah main ini.

"Oke, buat yang belum tahu cara mainnya, misalnya gue bilang, 'Gue nggak pernah makan pizza,' nah, kalau lo pernah, lo harus minum. Gak perlu jelasin apa-apa, cukup minum aja kalau pernah. Terus lanjut giliran orang lain. Jelas?"

Oke, kayaknya gak bakal seburuk yang gue kira.

Zielle mulai. "Gue nggak pernah nonton film porno."

Oh. Ternyata begitu ya?

Kita semua saling lirik dengan muka agak malu-malu, tapi akhirnya pada minum juga. Anan nyengir lebar, terus minum sambil ngangkat alis, nungguin Zielle buat minum juga. Pas dia akhirnya minum, mukanya langsung merah. Gue jadi ikutan senyum.

Giliran Niria.

Dia kelihatan ragu sebentar, terus matanya tiba-tiba ngarah ke gue. Perasaan gue gak enak.

"Gue nggak pernah cium salah satu orang di lingkaran ini."

Niria minum, Anan, Asta, sama Zielle juga. Gue ragu-ragu, mainin gelas di tangan gue, terus gue lirik Antari. Tapi dia nggak balik melihat gue, malah langsung minum. Jadi, gue juga akhirnya minum.

Mengingat ciuman dia itu menyiksa banget, soalnya nggak ada yang pernah sebaik itu. Kayak bibir kita emang diciptain buat satu sama lain. Gue harus stop mengingat malam itu. Itu hanya momen singkat, sesuatu yang dia nikmatin sebelum balik lagi ke cewek yang sebenarnya dia mau.

Sekarang giliran Asta. "Gue nggak pernah bilang nggak suka sama seseorang, padahal sebenarnya gue mati-matian nahan perasaan gue buat dia."

Anan nyengir sambil geleng-geleng. "Lo niat banget, bro."

Asta, Antari, sama Zielle nggak minum. Tapi Niria iya. Sekarang semua pada memperhatikan gue, sementara gue masih main-mainin gelas di tangan.

"Ellaine?"

Gue bisa ngerasain tatapan Antari menembus ke gue. Gue cuma kasih senyum sedih sebelum akhirnya minum.

Akhirnya, giliran gue.

Gue kasih tatapan licik ke Anan, dan dia langsung kelihatan waspada. "Apa?"

Gue berdehem dulu. "Gue nggak pernah nge-stalking seseorang yang gue tahu juga nge-stalking gue, terus senyum-senyum kayak orang bego tiap kali lihat dia."

Semua orang langsung noleh ke Anan. Dia mengerucutkan bibir, tapi senyum kecilnya tetap lolos juga. "Mainnya kasar, ya?" Dia minum, ekspresi kaget dari yang lain bikin gue makin terhibur.

Sekarang giliran Antari.

Gue sempet nahan napas, karena gue tahu dia. Dia udah minum sebelum ke sini. Matanya agak sipit dan merah, gue bisa tahu kalo dia hampir mabok. Dan kalau dia mabok, itu berarti bahaya. Antari kalau minum tuh makin gampang meledak.

Suara dia dingin banget, "Gue nggak pernah nyium dua orang di ruangan ini sampe bikin kakak-adik berantem."

Hening.

Gue udah tahu ini bakal terjadi.

Dan tetap aja, dada gue langsung nyesek gara-gara yang barusan dia bilang. Dia sengaja banget taruh gue di situasi paling nggak nyaman dalam hidup gue.

Semua orang melihat ke sekitar, nunggu siapa yang bakal minum.

Antari ngangkat gelasnya ke arah gue. "Lo nggak mau minum?"

Amarah langsung menjalar ke setiap sel tubuh gue. Gue ambil gelas gue, terus langsung menyipratkan minuman itu ke muka Antari. "Lo benar-benar bajingan."

Gue langsung bangkit, menyelip di antara mereka buat cabut. Gue nggak mau bikin drama di ulang tahunnya Zielle, itu bakal malu-maluin banget. Gue dengar suara Asta manggil dari belakang, tapi gue nggak peduli.

"Ellaine, tunggu."

Gue jalan terus keluar, udara malam langsung menyambut kulit gue, angin membawa rambut gue ke belakang. Mata gue panas, tapi gue nggak mau kasih dia kepuasan buat lihat gue nangis. Gue nggak bakal kasih dia satu tetes pun air mata buat ketololannya.

Dia nggak pantas.

Jujur aja, yang paling nyakitin gue itu bukan dia. Tapi kenyataan kalau gue baru mulai temenan sama Zielle dan Niria. Gue susah banget buat dapet temen, dan sekarang dia udah merusak semuanya.

Gue yakin Niria sekarang bakal benci gue, dan di mata Zielle, gue cuma cewek yang ribut gara-gara dua kakak-adik.

Gue pengen banget nonjok dia, bikin dia ngerasain sakit yang gue rasain sekarang. Tapi gue tahu, itu nggak bakal nyelesain apa-apa. Walaupun, rasanya pasti enak banget kalau gue bisa nendang dia di selangkangan, biar dia belajar buat nggak jadi orang tolol.

Gue mengurung diri di kamar. Nyokap duduk di dekat gue, memperhatikan. "Kok cepet banget pulangnya?"

Gue maksa senyum. "Ya, tapi seru sih." Gue jawab sambil melepas anting sama kalung.

Habis ganti baju, pakai celana pendek sama kaos tidur, gue rebahan di samping nyokap.

Tapi gue nggak bisa tidur.

Gue bengong memperhatikan langit-langit dalam gelap, amarah masih bikin jantung gue kebut-kebutan, darah gue serasa kebakar, otak gue muter terus. Gue harus melepaskan ini biar bisa tidur, tapi otak gue nggak mau kerja sama.

Bagaimana dia bisa menjatuhkan gue kayak gitu di depan semua orang?

Dia benaran nggak punya rasa peduli sama sekali?

Tiba-tiba ada suara kaca pecah, kecil tapi cukup buat gue langsung duduk tegak di kasur. Gue lihat ke arah nyokap, tapi dia masih tidur nyenyak.

Tanpa mikir panjang, gue langsung keluar kamar. Pas hampir nyampe ruang tamu, gue dengar suara Anan yang kedengaran khawatir, jadi gue berhenti dan diam di balik tembok.

"Asta, lo harus tenang."

Suara Asta kedengaran penuh amarah.

"Gue cuma ngomong yang sebenarnya. lihat Ellaine." Gue langsung ngerasa dada gue sesek, menyenderkan punggung ke tembok biar bisa dengar lebih jelas. "Udah bukan rahasia kalau gue suka sama dia dari dulu. Tapi meskipun dia nggak mau ngaku, matanya selalu melihat ke arah kakak gue yang nggak pernah benar-benar ngehargain dia."

Dia ketawa, tapi nadanya pahit. "Dan sekarang Niria. Apa sih yang nggak gue lakuin buat dapetin hatinya? Gue lakuin semuanya, tapi hasilnya? Dia nolak gue. Jujur aja, gue harusnya jadi kayak kalian. Gue nggak tahu kenapa gue mikir kalau jadi berbeda itu bakal jadi hal yang bagus."

"Udah, stop ngomong gitu." Anan kedengaran tegas. "Lo nggak ngerti betapa beruntungnya lo karena lo enggak kayak kita. Lo nggak tahu seberapa pengennya gue bisa jadi kayak lo. Seberapa besar harapan gue bisa dapetin cewek yang gue cinta tanpa harus nyakitin dia, tanpa harus ngelawan ketakutan gue sendiri, tanpa harus ngerasa kayak gue perang lawan diri sendiri cuma buat bisa nunjukin perasaan gue."

"Tapi ujung-ujungnya, gue yang selalu sakit."

"Itu risiko yang harus kita ambil kalau jatuh cinta."

"Lepasin gue. Gue nggak mau nangis di depan lo. Gue tahu lo nganggep cowok yang nangis gara-gara cewek itu lemah."

"Gue bukan orang yang sama lagi, Asta. Kalau lo mau nangis gara-gara patah hati, nangis aja. Cowok juga boleh nangis."

Suara Asta makin pecah, dan gue otomatis naruh tangan di dada gue sendiri.

"Gue udah buka hati gue. Gue tahu gue nggak banyak pengalaman, tapi gue udah kasih semua yang gue punya. Dan tetap aja, itu nggak cukup."

Gue dengar Asta mulai nangis benaran. Hati gue rasanya ikut remuk. Gue nggak percaya Niria benaran nolak dia. Dia kelihatan tergila-gila sama Asta, jadi gue benaran nggak ngerti.

Gue dengar langkah kaki, dan gue tahu Anan pasti udah bawa Asta buat tidur. Gue balik ke kamar, tapi gue tahu gue nggak bakal bisa tidur kalau nggak ngelakuin sesuatu.

Kapan terakhir kali gue Em-El?

Sekarang gue pikir-pikir, udah berbulan-bulan. Sejak Antari muncul di rumah ini, kehidupan seks gue langsung ke-pause.

Kenapa?

Bukannya dia pantas dapet kesetiaan atau semacamnya. Yang terjadi sama Asta dan Antari cuma ciuman dan jari, nggak pernah benaran sampai habis-habisan. Bukan yang bikin lo terkapar lemas, puas, dan penuh hormon bahagia setelah orgasme yang layak.

Gue suka seks, dan gue nggak malu soal itu.

Gelisah, gue ambil HP dan nge-scroll chat lama dari Natius. Mungkin ini ide buruk buat menghubungi dia lagi, tapi gue harus ngaku, dari semua cowok, dia yang paling jago.

Gue kirim pesan duluan.

...📩...

^^^Gue: Hey.^^^

Dia balas cepat.

Natius: Hey.

^^^Gue: Lagi ngapain?^^^

Natius: Baru aja nganterin adik gue yang mabok ke rumah, terus mau ke bar sama temen-temen. Kenapa?

^^^Gue: Gue pengen ketemu lo.^^^

Natius: Serius? Nggak nyangka sih.

^^^Gue: Gue suka bikin lo kaget.^^^

Natius: Oh ya? Mau gue jemput?

^^^Gue: Terserah lo.^^^

Natius: Gue selalu mau kalau urusannya sama lo.

^^^Gue: Oke, deal.^^^

Natius: Gue otw dalam 20 menit, baby.

^^^Gue: Perfect.^^^

Gue langsung mandi cepet-cepet, terus pakai lagi dress ungu gue.

Dalamannya?

Yang paling seksi yang gue punya. Setiap kali Antari muncul di kepala gue, gue langsung buang jauh-jauh. Nggak ada gunanya mikirin dia.

Gue bukan tunangannya, jadi dia nggak punya alasan buat menghalangi gue buat nikmatin malam ini.

Gue keluar kamar, udah rapi dan siap, cuma mau minum air sebentar sebelum cabut. Tapi nyaris jantungan pas melihat Antari duduk di meja dapur, diam aja kayak hantu di tengah gelap.

"Anjir!" Gue langsung pegang dada gue.

Gue nggak mau urusan sama dia sekarang, jadi gue puter balik ke ruang tamu. Tapi langkah kakinya kedengaran mengikuti gue.

Tinggalin gue sendiri, Antari, kecuali lo pengen gue tonjok di tempat yang sakit.

"Ellaine, tunggu." Dia narik lengan gue.

Gue langsung tepis tangannya, matanya gue menghadapinya langsung. "Gue nggak mau ngomong sama lo."

"Gue benaran minta maaf. Gue tolol banget tadi, gue nggak tahu kenapa gue kayak gitu, gue…"

"Stop." Gue angkat tangan, menyetop omongannya. "Gue nggak mau dengar, Antari. Simpen aja maaf lo buat diri lo sendiri."

"Please, Ellaine. Gue benaran nyesel, gue kehilangan kendali, gue…"

"Apa yang harus gue lakuin biar lo ngerti buat ninggalin gue sendiri?!" Suara gue penuh kemarahan. "Pergi."

Dia menundukan kepala, suaranya pelan banget. "Gue minta maaf."

Kalau aja gue nggak semarah ini, mungkin gue bakal nerima maafnya.

Tapi sekarang?

Nggak.

"Terserah, sana mending lo tidur aja." Gue muter badan.

"Lo mau ke mana jam segini?"

Gue nggak jawab, langsung jalan ke pintu. Tapi dia malah mengehalangi gue, bikin gue mundur selangkah.

"Minggir, Antari."

"Lo mau ke mana?"

HP gue bunyi di tangan, dan tatapannya tajam pas gue jawab telepon.

...📞...

^^^"Halo?"^^^

"Gue udah di luar."

^^^"Oke, bentar lagi gue keluar."^^^

Gue matiin telepon, dan Antari memiringkan kepala, matanya masih mengunci ke gue.

"Siapa itu?"

Gue nggak tahu bagaimana caranya bikin dia mengerti kalau ini bukan urusannya, kalau dia harus ninggalin gue sendiri, kalau satu-satunya hal yang dia lakuin cuma bikin hidup gue makin ribet sama semua kebimbangannya.

Jadi, dengan dagu terangkat, gue bilang, "Pacar gue."

Ekspresi sakit yang muncul di wajahnya sama sekali nggak gue duga. "Lo bohong."

Gue cuma angkat bahu. "Lo percaya atau nggak, gue benaran nggak peduli."

Dia tiba-tiba megang kedua lengan gue, matanya ngebakar. "Lihat gue, Ellaine. Lo nggak pernah bohong ke gue. Jangan, please."

"Gue nggak bohong." Suara gue dingin, tanpa emosi.

Bagaimana dia bisa minta gue jujur setelah semua yang dia lakuin ke gue?

Perlahan, dia melepaskan tangannya, kelihatan kayak orang yang kalah perang.

"Lo punya kesempatan, Antari. Tapi lo sia-siain." Gue memperhatikan dia tegak lurus. "Bahkan malam ini pun, lo nggak berusaha buat berjuang atas apa yang lo bilang lo rasain ke gue. Jadi gue nggak bakal nungguin lo selamanya. Selamat malam."

Tanpa nunggu reaksinya, gue langsung keluar dan masuk ke dalam mobilnya Natius.

Dada gue rasanya sesek, tapi gue harus move on.

Nggak ada gunanya nungguin seseorang yang bahkan sama sekali nggak berusaha buat bikin gue jadi bagian dari hidupnya.

1
Ummi Yatusholiha
lah,beneran nih ella jalan sama natius,kirain tadi bakal dihalangin antari.
btw yg ngerasain perawannya ella natius kah 🤔🤔
Ummi Yatusholiha
bingung banget pastinya jadi antari,pengen jadi satu2 nya dihidup ella, tapi karna keadaan malah gak bisa apa2
Ummi Yatusholiha
orangtua emang kadang sangat berpengaruh buat anaknya.

senang nih antari bakal ada ellaine di kantornya 🥰 thanks elnaro
Ummi Yatusholiha
hubungan kalian ini bikin deg degan trus deh.
kayaknya bener,antari bukan batari,tapi emang karna jadi seorang batari lah antari jadi pengecut
Ummi Yatusholiha
emang susah klo sudah ngomong soal status sosial.. sedih deh dgn hubungan kalian 🥺🥺
Ummi Yatusholiha
btw kok bisa ellaine bisa ngamar sama natius yaa,apa lagi natius masih SMA,gimana ceritanya coba 🤔🤔
Ummi Yatusholiha
ternyata yg terjadi di malam pesta kambang api semua karena peran si nyonya astuti,sang majikan.ella trus terang aja deh ke antari soal nyokapnya
Ummi Yatusholiha
hadeuh antari ellaine asta,bakal rumit deh ini.
akhirnya jadi tau asal luka di tangan antari dan memar di wajah asta
Ummi Yatusholiha
aduh ellaaaa,kan kamu bisa pake kamar mandi,nagapain coba main jari gak liat2 tempat,kedapatan kan sama asta 🤭🤭
Aan
karyanya bagus
Ummi Yatusholiha
thanks udah up thor.. kirain tadi up banyak2 lagi 🤭
Ummi Yatusholiha
senang dengan part percakapan kakek bahari dan ellaine 🥰
penasaran dgn part yg antari mukulin asta 🤔
Ummi Yatusholiha
plin plan deh antari,klo emang kamu suka dan nyaman sama maurice,trus kenapa masih gangguin ella,apa emang ella cuma jadi mainan doang,pdhal kamu nyadar klo ella gak pantas di gituin.kasian ella,jadi baper kan
Ummi Yatusholiha
udah biasa terjadi kan dikalangan pebisnis dan pengusaha,menjodohkan anak mereka demi bisnis
Ummi Yatusholiha
tuh kan antari,mau mainin perasaan ella kah,udah bukan pacar tapi tunangan
Ummi Yatusholiha
kayaknya mama antari baik2 aja deh, tapi kok bisa selingkuh ya 🤔🤔
Ummi Yatusholiha: sementara baca thor,blm tamat sih,masih ditengah jalan 😊😊
Tya 🎀: wah kyknua udah namatin zielle sama anan nih bisa tau mamanya antari selingkuh
total 2 replies
Dita Suriani
kisahnya masih kusut
Tya 🎀: Iya, kak. Belum disetrika
total 1 replies
Ummi Yatusholiha
jeng.. jeng.. jeng
Ummi Yatusholiha
selamat.. selamat 😄😄
Ummi Yatusholiha
beneran jatuh ke pesona antari nih si ella
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!