Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Kenapa Kamu Sangat Cerewet?
Gista pulang ke apartemen pukul delapan malam. Ia meninggalkan Bobby, saat keadaan pemuda itu sudah lebih tenang. Dan bisa mengurus administrasi untuk kepulangan jenazah sang ibu.
Gista berjalan gontai memasuki hunian mewah itu. Ia tersentak ketika melihat Dirga tengah sibuk di balik meja dapur menghadap kompor.
“Pak Dirga.” Sapanya dengan sopan.
Pria itu hanya menanggapi dengan gumaman pelan. Membuat Gista menghela nafas kasar.
“Bersihkan diri kamu dulu, Anggista.” Ucap Dirga saat pria itu berbalik mengambil potongan sayur di atas meja.
“Baik, pak.” Gista mengangguk patuh.
Memang sebaiknya Gista membersihkan diri terlebih dulu. Ia baru datang dari rumah sakit. Mana tau ada virus yang menempel di pakaian dan bagian tubuh yang terbuka.
Maka gadis itu pun bergegas pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri.
Lima belas menit kemudian, tubuh gadis itu sudah lebih bersih dan segar. Ia kembali memakai setelan piyama berbahan rayon. Yang kali ini merupakan salah satu oleh - oleh dari Renatta.
Gista kemudian bergegas keluar dari kamar. Siapa tau Dirga tengah menunggunya di meja makan.
Dan benar saja. Saat Gista sampai di ruang tamu, Dirga terlihat sedang menata makanan di atas meja makan.
“Pak, biar saya saja.” Ucap Gista saat Dirga meraih sebuah piring kosong di atas meja.
“Kamu duduk saja, Anggista.” Ucap pria itu dingin.
Gista menelan ludahnya dengan kasar. Sepertinya, Dirga masih marah karena kejadian di rumah sakit tadi.
Gadis itu pun memilih duduk di salah satu kursi. Menunggu Dirga menyelesaija kegiatannya.
“Makan yang banyak.” Ucap Dirga sembari meletakkan piring berisi nasi dan lauk pauknya.
“Terima kasih, pak.” Ucap Gista dengan tulus.
Melihat hidangan di atas piring membuat perut Gista semakin meronta. Ia sudah lapar sejak sore, tetapi tidak mungkin meninggalkan Bobby dalam keadaan terpuruk seperti itu.
Dirga kemudian duduk di samping gadis itu. Piring di hadapan pria itu juga sudah terisi dengan isian yang sama seperti milik Gista.
Mereka menikmati makan malam dengan tenang. Tanpa ada yang berbicara sepatah kata pun.
Gista sangat kagum terhadap Dirga. Meskipun ia orang kaya, dan juga anak tunggal, tetapi pria itu sangat pintar memasak.
Cukup bisa di andalkan menjadi seorang suami.
Setelah selesai makan malam, Gista mencuci semua piring kotor dan juga peralatan yang Dirga gunakan memasak tadi.
“Pak.”
Gista sedikit terjingkat melihat Dirga yang masih duduk di atas kursi meja makan. Ia pikir pria itu sudah pergi sejak selesai makan tadi.
“Jadi sampai dimana hubungan kamu dan Bobby?” Tanya Dirga kemudian.
Pria itu sudah menahan pertanyaan itu sejak Gista pulang. Namun sengaja membiarkan sang gadis simpanan untuk membersihkan diri, dan juga mengisi perutnya.
Perlahan Gista berjalan mendekat, lalu duduk di atas kursi yang berselera dengan Dirga.
“Kami hanya berteman, pak. Bukannya saya sudah mengatakan hal itu saat kita pulang dari rumah Renatta? Baik Bobby dan kak Randy, hanya teman untuk saya.” Jelas Gista dengan tenang.
Dirga menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia menatap Gista dengan lekat.
“Lalu kenapa kamu bisa ada di rumah sakit bersama dia? Bukankah itu artinya kalian dekat?”
Gista menghela nafas dalam setelah mendengarkan pertanyaan dari pria itu.
“Pak Dirga tidak melihat kalau Bobby menggunakan jaket ojek online?” Gadis itu berbalik melemparkan tanya.
Dirga menanggapi dengan mengedikan bahu.
Membuat Gista mendengus pelan.
“Saya pulang pergi ke kafe selalu dengan ojek online. Dan kebetulan Bobby yang mendapatkan orderan dari saya.” Jelas gadis itu.
Lebih baik mengatakan yang sebenarnya, daripada terus di salahpahami seperti ini.
“Dan tadi sore, saat dalam perjalanan pulang kemari, Bobby mendapatkan panggilan dari rumah sakit, karena kondisi ibunya kritis. Saya tidak tega melihat Bobby kebingungan, takut juga kalau sampai dia menabrak sesuatu karena pikirannya yang terbagi.” Gista menjeda ucapannya dengan helaan nafas pelan.
“Jadi saya meminta dia untuk langsung ke rumah sakit saja. Sebagai seorang teman, saya juga ingin melihat keadaan ibunya Bobby. Tetapi, sampai di rumah sakit, sudah tidak harapan lagi. Bobby bahkan tidak sempat bertemu dengan ibunya.”
Gista kembali menjeda ucapannya. Menunggu tanggapan dari lawan bicaranya. Namun pria itu bungkam.
“Melihat teman kita dalam keadaan rapuh, apa pak Dirga tidak tergerak untuk sekedar menenangkannya?” Tanya Gista kemudian.
Dirga sama sekali tidak menjawab pertanyaan gadis itu. Membuat Gista jengah, kemudian bangkit dari tempat duduknya.
“Saya permisi ke kamar duluan.” Ucap gadis itu.
Namun, baru selangkah melewati meja makan, Dirga menarik lengannya, dan membuat gadis itu jatuh di atas pangkuan pria itu.
“Kenapa kamu sangat cerewet, Anggista?” Tanya Dirga sembari mengusap rambut yang menutupi wajah gadisnya.
“Karena saya ingin semuanya jelas. Agar pak Dirga tidak selalu salah paham melihat kedekatan saya dengan Bobby.” Jelas Gista.
“Lagi pula, kita sudah memiliki kesepakatan. Di luar apartemen kita hanya atasan dan bawahan. Jadi, seharusnya pak Dirga tidak perlu marah pada saya. Saya saja tidak marah melihat pak Dirga dengan Bu Dianna.” Imbuh gadis itu lagi.
Dirga mencebikkan bibirnya. Ia merasa gemas karena Gista terlalu banyak bicara. Kemudian tanpa permisi mencium bibir gadis itu.
Gista seketika membulatkan matanya.
“Cerewet.” Ucapnya setelah pagutan mereka terlepas.
Dirga kemudian berdiri, dengan Gista yang masih ada di dalam gendongan pria itu.
“Mau bawa saya kemana?” Tanya Gista waspada.
“Ke kamar saya.” Ucap Dirga sembari menapaki anak tangga.
“Tapi saya mau memberitahu kalau besok saya akan melayat ke rumah Bobby.” Ucap Gista.
Langkah Dirga pun berhenti di tengah jalan.
“Kenapa kamu mengatakannya sekarang?”
“Biar pak duda tidak marah lagi kalau melihat saya bersama Bobby.”
Dirga berdecak pelan. Ia pun melanjutkan langkah menuju kamarnya.
\~\~\~
Keesokan harinya.
Setelah menyiapkan sarapan untuk Dirga, Gista pun pergi melayat ke rumah Bobby. Ia juga mengirim pesan pada Renatta. Memberitahu sahabatnya, jika ibunda Bobby telah berpulang ke rumah Tuhan.
Bagaimana pun juga, Bobby pernah bekerja dengan Richard. Dan Gista mengenal pemuda itu juga dari Renatta.
“Terima kasih kamu sudah mau datang, Ta.” Ucap Bobby pada Gista,
“Sama - sama, Bob. Kamu yang kuat, ya.” Hanya itu yang bisa Gista ucapkan.
Waktu pemakaman pun tiba. Gista masih setia berada di sana, bahkan ikut mengantarkan ibunda Bobby ke tempat peristirahatan yang terakhir.
Setelah menaburkan bunga di atas gundukan tanah, para pelayat satu persatu meninggalkan tempat pemakaman umum itu.
Tinggallah Bobby dan Gista disana. Gadis itu pun hendak pamit, namun ia urungkan ketika melihat kedatangan Renatta, bersama Richard dan juga Dirga.
Dahi Gista berkerut halus. Ia menajamkan penglihatannya. Dan benar, Dirga datang bersama Renatta dan Richard.
“Bob, kami turut berduka cita.” Ucap Renatta sembari mengusap lengan pemuda itu.
“Terima kasih, non. Pak Richard.” Pemuda itu menyalami satu persatu.
“Maaf karena kami baru sempat datang.” Ucap Richard kemudian.
“Tidak apa - apa, pak.”
Dirga mendekat. “Saya turut berduka cita, Bob.” Pria dewasa itu menepuk pundak Bobby sembari sedikit merematnya.
Ia pun menggeser tubuhnya ke dekat Gista. Namun gadis itu mengacuhkannya.
“Terima kasih, pak.” Ucap Bobby dengan sopan.
Renatta kemudian berjongkok di sisi makam, meletakan buket bunga di atasnya. Kemudian memanjatkan seuntai doa.
Setelah itu, ia berdiri di samping Gista yang kosong. Renatta penasaran, kenapa sabahatnya bisa dekat dengan Bobby. Ia akan meminta penjelasan nanti.
“Bobby, ibu kamu sudah tiada. Sebaiknya, kamu bekerja dengan benar sekarang.” Ucap Richard kepada Bobby.
Bobby mengangguk pelan. “Mungkin minggu depan aku akan mulai mencari pekerjaan tetap, pak.”
“Kenapa harus mencari?” Sela Renatta.
Bobby dan Richard pun menoleh ke arah wanita muda itu.
“Hubby, kenapa tidak memberikan Bobby bekerja di kantor kita?” Tanya Renatta pada suaminya.
Ia menatap Richard dengan tatapan memelas. Membuat pria dewasa itu tidak akan tega menolaknya.
Richard mengangguk setuju. Ia kemudian merogoh saku dalan jasnya.
“Bawa lamaranmu ke kantor Wijaya. Temui bagian HRD. Katakan jika aku yang merekomendasikan mu.” Pria dewasa itu memberikan kartu nama pribadinya pada Bobby. Sebagai tanda jika mereka pernah bertemu secara pribadi.
Pemuda itu pun menerimanya. “Terima kasih, pak.
‘Bagus kakak ipar. Setidaknya setelah ini, Bobby tidak akan lagi bekerja sebagai tukang ojek online.’ Batin Dirga menyeringai senang.
...****************...
hehehe
Posesif ato protektif.. 🤔🤔🤔🤔🤔
♥️♥️♥️♥️♥️