Sweet Alexsandra, seorang gadis yang memiliki sifat dingin. Ia dipaksa untuk menikahi seorang lelaki kejam demi keuntungan bisnis orang tuanya. Perusahaan lelaki itu begitu sulit ditaklukkan. Sehingga gadis itu digunakan sebagai alat. Sweet harus rela melepaskan segala mimpinya. Menjadi seorang istri dari lelaki yang sama sekali tidak menganggap dirinya ada. Lelaki yang selalu menganggapnya sebagai pecinta harta.
Hidup tanpa cinta sudah menjadi hal lumrah baginya. Mungkinkah ia akan mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Sweet menjatuhkan dirinya di atas kasur yang empuk. Seluruh tubuhnya terasa kaku setelah membereskan setiap penjuru mansion sendirian. Sendi-sendinya terasa nyeri dan ngilu. Mata coklat itu terus tertuju pada lampu chandelier yang menerangi kamar. Telapak kakinya ia gesekan dengan bulu halus dari karpet wol berwarna merah yang menambah kesan elegan pada kamarnya.
"Lampu, apa kau tidak lelah menerangi kamarku setiap saat? Bahkan kau hanya bisa berdiam diri di sana, tanpa kebebasan. Hah, sepertinya aku juga akan bernasib sama sepertimu." Sweet menarik napas panjang beberapa kali. Memeluk dirinya sendiri.
Aku merindukan Ibu dan Bapak. Andai dulu aku tidak keras kepala, mungkin aku masih bisa menghubungi mereka. Ah, ini semua salahku.
Sweet memejamkan matanya perlahan. Ia teringat kembali pada perbincangannya degan Grace sebelum mereka berpisah tadi pagi.
"Grace, apa kau menepati janjimu untuk mememui kedua orang tuaku? Kau menemukan mereka bukan?" tanya Sweet penuh harap.
"I'm so sorry, Honey. Aku tidak punya waktu untuk mencari keberadaan orang tuamu. Kau lihat kondisiku bukan, bahkan nyawaku hampir terlepas. Sekali lagi aku minta maaf, aku tidak bisa memenuhi janjiku. Posisiku tidak memungkinkan untuk mencari keberadaan orang tuamu." Grace memberikan tatapan rasa bersalah pada Sweet.
"Aku mengerti," ucap Sweet sedikit kecewa. Grace menggenggam kedua tangan Sweet.
"Kita akan menemukan mereka, okay? Percayalah, mereka baik-baik saja."
Sweet mengangguk. Ia berharap apa yang Grace katakan itu benar. Sudah hampir sepuluh tahun ia tidak mendapatkan kabar dari orang tua kandungnya. Semua itu berawal dari kesalahan Sweet yang hendak kabur dari rumah dan ingin pulang ke Indonesia. Alhasil, orang tua angkatnya langsung memblokir seluruh informasi kedua orang tuanya di Indonesia.
"Ibu, Bapak, Ana rindu. Maafkan Ana, ini semua salah Ana. Ana janji, Ana akan pulang dan bertemu kalian lagi. Jaga diri baik-baik Bu, Pak." Sweet memeluk potret hitam putih kedua orang tuanya. Air matanya mengalir begitu saja, mulai membasahi pipinya. Hingga perlahan ia mulai terlelap dalam mimpi.
***
Alex menyilangkan kakinya dan bersandar di kursi empuk. Mata birunya terus mengawasi ruang utama di dalam rumah dari balik layar laptopnya. Di sana telihat gadis berambut hitam tengah membersihakan ruang utama. Sesekali gadis itu menjatuhkan dirinya di atas sofa. Menyeka peluh yang terus bercucuran dan membasahi kemeja putih yang ia pakai. Hingga memperlihatkan dengan jelas lekuk tubuhnya yang ramping. Beruntung Alex meliburkan semua pelayan lelaki hari ini.
Hari ini merupakan hari terakhir masa hukuman Sweet. Menghabiskan waktu liburnya di rumah dengan segudang pekerjaan. Namun gadis itu tidak pernah mengeluh sekali pun. Membuat Alex merasa heran.
Wanita yang sudah terpengaruh dengan uang sepertinya sama. Akan melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Itulah yang saat ini dipikirkan Alex. Lelaki itu menutup rapat matanya untuk Sweet. Dia menutup laptopnya dengan kesal, kemudian berlalu menuju kamar mandi.
"Sedikit lagi, Sweet. Kau hebat!" Gadis itu beranjak dari ruang utama menuju kamar utama.
"Apa aku juga harus membersihkan kamarnya? Ck, aku lupa bertanya pada kepala pelayan. Mala dan ibunya juga tidak ada di rumah." Ujar Sweet ragu-ragu untuk masuk.
"Sudahlah, aku masuk saja. Sepertinya dia juga tidak ada di rumah," lanjutnya seraya membuka pintu kamar Alex. Kamar itu terkesan elegan dengan sentuhan warna hitam dan putih, dan di terangi oleh tiga lampu chandelier. Di pojok kanan terdapat sebuah sofa berwarna hitam yang diletakkan sedemikian rupa. Sehingga bisa langsung memperlihatkan taman halaman depan yang terhalang jendela kaca ukuran besar. Sweet mulai merapikan ranjang king size milik Alex dengan sigap. Ia tak ingin berlama-lama di sana.
Setelah selesai merapikan tempat tidur, Sweet beralih pada rak-rak yang tersusun rapi. Menyapu debu halus yang tak kasat mata. Meja kerja Alex tak lupa ia bersihkan. Hingga pandangannya jatuh pada sebuah potret sang pemilik kamar. Sweet mengambil potret itu dan mengusapnya dengan kasar.
"Tampan, tapi sayang kejam." Sweet meletakkan kembali potret itu di atas meja, dan kembali menyusuri kamar. Hingga langkah kecilnya terhenti di depan sebuah pintu baja berwarna silver.
"Lift, apa masih ada ruangan lain? Kenapa sangat mencurigakan?" gumam Sweet sambil menekan tombol merah
Ya, di sana hanya terdapat tombol merah. Pintu itu pun langsung terbuka dengan cepat.
"Tidak salah jika aku masuk, mungkin di sana perlu aku bersihkan." Tanpa pikir panjang, Sweet masuk ke dalam lift dan kembali menekan tombol merah. Lift itu mulai bergerak, Sweet pun menengadah ke atas.
"Sepertinya bukan naik ke atas?" gumamnya. Lift itu merupakan alat yang menghubungkan ruang bawah tanah. Lalu tak berapa lama pintu pun kembali terbuka. Sweet pun langsung keluar dari sana. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat ruangan itu penuh dengan lukisan. Semua dinding di penuhi oleh lukisan seorang wanita cantik.
"Tunggu! Kenapa semua wanita yang ada di gambar sama. Apa mungkin satu orang?" Sweet tampak bingung.
Sebuah lukisan besar yang menggambarkan wanita cantik yang sedang minum teh di taman berhasil menarik perhatiannya. Jemarinya mulai menyentuh wajah wanita yang ada dalam gambar.
"Sangat indah, lukisan ini penuh dengan artistik yang menarik, tidak mudah ditiru. Sepertinya orang yang melukis ini memakai perasaan yang mendalam." Sweet meresa kagum pada sang pelukis. Gadis itu kembali menyusuri ruangan dan sesekali berdecak kagum. Matanya mulai menangkap sebuah kanvas yang masih bertengger di atas easel.
"Kenapa aku merasa tidak asing dengan lukisan ini?" tanyanya. Jemarinya hendak menyentuh benda itu sebelum sebuah tangan kekar menahannya.
"Berani sekali kau masuk ke sini dan menyentuh apa yang bukan milikmu? Atas perintah siapa kau masuk?" Bentak Alex yang entah sejak kapan sudah berada di sana. Sweet kaget bukan main.
"A ...aku kira ini ruang khusus kerjamu, jadi aku ke sini untuk membersihkannya. Awh, sakit ...lepas." Sweet mencoba melepas tangannya dari cengkraman Alex yang begitu kuat. Dengan sengaja Alex menarik lengan gadis itu hingga tak ada jarak antara keduanya. Tubuh mungil Sweet mendadak kaku saat bersentuhan dengan Alex.
"Tidak pernah ada yang berani masuk ke kamarku, dan kau masuk ke ruang rahasiaku secara diam-diam. Kau ingin mencuri, huh?" tuduh Alex penuh penekanan. Sweet memberontak dan sedikit menjauhi Alex.
"Sudah aku katakan aku tidak tahu jika ...."
"Keluar!" Bentak Alex yang berhasil membuat Sweet terhenyak. Sweet langsung berlari meninggalkan tempat itu.
"Sial!" umpat Alex begitu frustasi sambil mengacak rambutnya kasar.
Alex terjebak di kamar mandi karena pintunya macet dan tidak bisa di buka. Jadi, dia tidak mengetahui jika Sweet memasuki ruang penting miliknya. Saat ia keluar, betapa terkejutnya melihat tempat tidurnya sudah rapi. Alex langsung melihat CCTV dan mendapatkan Sweet yang masukin ruangan rahasia itu.
Sweet keluar dari kamar Alex dengan perasaan kacau. Ia tidak tahu jika ruangan itu adalah ruang rahasia Alex. Sweet melangkah pasti menuju dapur. Meletakkan kembali alat-alat yang ia gunakan untuk membersihkan rumah pada tempatnya.
"Huh, kau membuat maslah, Sweet." Sweet terduduk lemas di kursi. Ia benar-benar marah pada dirinya sendiri karena begitu ceroboh.
"Sweet," panggil seseorang yang berhasil membuat Sweet terlonjak kaget.
"Maaf, aku tidak berniat untuk membuatmu kaget," ucap Milan duduk disebelah Sweet.
"Tidak apa," Sahut Sweet membenarkan posisi duduknya.
"Milan, apa kau pernah masuk ke kamar Tuan Digan? Bukankah kau istrinya?" Pertanyaan yang Sweet lontarkan cukup membuat Milan terkejut. Lalu, wanita paruh baya itu tertawa renyah.
"Apa yang kau pikirkan? Aku bukan istri Alex, dan memang ibu kandung Mala tapi bukan istrinya. Lagian tidak ada yang pernah diizinkan masuk ke kamar Alex, dia paling tidak suka privasinya diganggu orang lain," jelas Milan.
Mereka tidak pernah menikah? Lalu memiliki anak bersama? Huh, di luar dugaan. Sweet bergumam dalam hati.
"Benarkah?" tanya Sweet mulai cemas.
"Ada apa? Kau mulai khawatir padanya?" tanya Milan penuh selidik.
"Ah, tidak." Jawab Sweet dengan cepat.
"Apa terjadi sesuatu pada Alex?" tanya Milan yang masih menyimpan rasa penasaran.
"Tidak, sepertinya aku harus ke kamar. Tubuhku sangat lengket dan harus mandi." Sweet bangun dari duduknya dan berjalan pelan menuju kamar.