Dua pasangan sedang duduk di ruang tamu, dihadapan mereka terdapat handphone dan foto yang menjadi saksi dari linunya hati seorang istri.
"Kamu tega mas, kita udah hampir 15 tahun bersama dari sekolah sampai sekarang, apa aku sama sekali tidak ada artinya untuk kamu mas?." Kata Rani sambil terus menangis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siwriterrajin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Rani yang teringat dengan perkataan ayahnya yang begitu aneh segera menuju ke kamar ibunya untuk menanyakan hal tersebut.
Tok,,tok,,tok
Ketika Rani mengetuk pintu kamar Kasih, Rani tak mendengar jawaban apapun.
Karena tidak mendengar jawaban, Rani masuk dengan pelan ke kamar ibunya takutnya terjadi sesuatu dengan ibunya.
"Bunda."
"Bunda dimana?." Kata Rania ambil membuka toilet.
Rani tetap tidak mendapat jawaban dan bergegas keluar dari kamar untuk mencari ke bagian rumah yang lain.
Rani segera turun ke lantai 1 dan melihat ibunya sedang sibuk memasak di dapur.
Kasih merupakan tipe orang yang tidak terlalu mengungkapkan emosinya bahkan terkadang malah memilih memendam.
"Bunda kenapa malah disini?." Kata Rania sambil mendekat arah ibunya.
"Bunda lagi masak Ran."Kata Kasih sambil melepas sarung tangan yang dikenakannya.
"Bunda kan bisa istirahat aja di kamar, pasti cape." Kata Rani pada ibunya.
"Kalau ibu cuma di kamar aja malah nanti jadi keinget bapak Ran." Kata Kasih sambil mengelus punggung Rani.
Rani hanya bisa mengangguk mendengar perkataan ibunya.
"Sebentar ya ran, bolunya sudah matang." Kata Kasih sambil bangkit dari duduknya.
Kasih segera mengeluarkan kue bolu dari oven dan menyajikannya di piring.
"Ini bunda buat bolu, tapi masah panas hati-hati ya." Kata Kasih sambil meletakan potongan bolu di depan Rani.
Bolu marble salah satu kue yang paling di sukai Reno ayahnya, Rani memakan bolu di depannya sambil membayangkan ayahnya juga ikut memakan Boku tersebut.
Rani mulai menitikkan air mata teringat masa indah dengan ayahnya.
"Bunda Rani kangen ayah." Kata Rania ambil menyuap bolu di depannya.
Kasih lalu mendekatkan dirinya ke arah Rani dan memeluknya.
Rani menangis tersedu-sedu di pelukan ibunya, hingga dia teringat hal yang ingin dia tanyakan.
"Bunda, Rani mau tanya." Kata Rani sambil mengusap air mata di pipinya.
"Iya?." Kata Kasih kembali duduk.
"Ayah pingsan setelah pulang dari keluar rumah kan?." Kata Rani.
"Iya ayahmu sepertinya pergi ke cafe."Kata Kasih.
"Kenapa bunda bisa tahu kalau ayah pergi ke cafe." Kata Rani.
"Di belakang casing hp ayah ada struk cafe nak." Kata Kasih.
Reno mempunyai kebiasaan menyimpan struk yang di dapat dari supermarket, cafe ataupun rumah makan di casing hp nya.
"Ayah ada cerita sesuatu nggak bunda sepulang dari cafe?." Kata Rani.
"Ngga ada Ran, ayahmu langsung pingsan begitu masuk ke rumah."
"Memangnya ada apa Ran?." Kata Kasih pada putrinya yang tampak penasaran.
"Enggak gapapa." Kata Rani.
Rani mulai berfikir apa yang terjadi pada ayahnya di luar sana. Dia memikirkan segala kemungkinan.
"Bunda, Rani boleh lihat struk yang dibawa ayah?." Kata Rani pada ibunya.
"Iya boleh, sebentar ibu ambil." Kata Kasih berdiri dari duduknya.
Sementara kasih mengambil hp suaminya ke kamarnya, Rani duduk terdiam memutar otak apa sebenarnya maksud dari ayahnya yang menyuruhnya dirinya bercerai.
Padahal pada ibunya, ayahnya tak mengatakan apapun.
Setelah beberapa menit Kasih turun Ari kamarnya sambil membawa ponsel suaminya.
"Rak kamu bisa temani ibu ke supermarket nanti?." Kata Kasih pada putrinya.
"Bisa bunda." Kata Rani.
"Oke, kalau gitu bunda mandi dulu ya." Kata Kasih.
Rani hanya mengangguk sambil memandang ibunya berjalan menjauh dari dapur.
Rani mulai membuka casing hp ayahnya dan benar saja banyak struk cafe dan restoran di sana, bahkan kasih ada struk restoran mereka makan sushi bersama sebulan yang lalu.
Rani mulai membaca setiap struk dan akhirnya menemukan struk yang transaksinya kemarin.
"Cafe Delima, ini cafe di dekat taman kota itu kan?." Kata Rani membaca struk tersebut.
Rani bergegas mencari ponselnya dan melakukan pencarian di internet mengenai cafe tersebut dan benar saja cafe tersebut terletak di dekat taman kota.
"Ayah ke cafe? Tumben banget." Kata Rani.
"Ayah nggak akan ke cafe sendirian, dia pasti ke sana sama seseorang." Kata Rani.
Reno memang tidak mempunyai kebiasaan pergi ke cafe, dia tak suka menyendiri pasti Jika dia pergi ke cafe dia mengajak seseorang.
"Sebentar." Kata Rania sambil berusaha melihat tulisan dis struk.
"Satu Americano dan creamy macchiato."
"Hah! Creamy Macchiato."
...----------------...
Flashback on
Reno, Kasih dan Rani berencana untuk berjalan-jalan hari ini.
"Kita mau kemana ayah?." Kata Rani sambil memakan es cream ditangannya.
"Gimana kalau setiap orang mengusulkan satu tempat." Kata Kasih memberi ide.
"Setuju." Kata Reno.
"Aku juga setuju." Kata Rani.
"Emmm kita mulai dari Ayah deh." Kata Kasih menunjuk suaminya.
"Okee kalau ayah mau ke cafe."
"Cafe oke." Kata Kasih.
"Kalau Rani?."
"Aku kamu ke taman bermain aja deh." Kata Rani.
"Kalau bisa mau kemana?." Kata Reno.
"Bundaa emm kemana ya." Kata Kasih mulai memikirkan keinginannya.
"Mall deh." Kata kasih tersenyum lebar.
"Kann Ayah, Rani sudah bilang pasti bunda mau ke mal." Kata Rani dan dibalas tawa oleh Reno dan Kasih.
Mereka bertiga segera menuju ke tempat pertama yaitu cafe.
"Ayah mau pesan apa?." Kata Rani.
"Ayah biasa deh Americano." Kata Reno.
"Kalau bunda mau apa?." Kata Rani.
"Bunda mau kopi brown sugar deh." Kata Kasih.
"Okee Ayah sama bunda tunggu sini ya biar Rani yang pesan." Kata Rani berdiri dari duduknya.
Setelah memesan Rani kembali ke meja mereka yang ada di dekat jendela.
"Kamu pesan apa sayang?." Tanya Reno pada putrinya.
"Creamy macchiato." Kata Rani.
"Kok kamu minum kopi, anak kecil pesannya jus aja, biar ayah ganti pesanannya." Kata Reno sambil berdiri dari duduknya.
"Ayah ihh, Rani sudah besar sudah 17 tahun boleh lahh minum kopi." Kata Rani diiringi muka sebalnya.
"Ehh iya, Rani akn udah besar ya." kata Reno tampak merasa bersalah.
Reno dan Kasih mulai tertawa melihat ekspresi putri mereka yang tampak kesal.
Setelah menunggu beberapa menit pesanan mereka datang.
"Silahkan pak, Bu, kak." Kata pelayan yang mengantar pesanan mereka.
"Terima kasih kak." Kata Rani.
Ketiganya mulia menyeruput kopi didepannya sambil berbincang-bincang.
Reno tampak melirik kopi milik putrinya yang terlihat menggugah selera.
"Ran, ayah boleh cobain kopimu." Kata Reno pada putrinya.
"Ehh tapi jangan di abisin." Kata Rani.
"Iyaa." Kata Reno sambil mengambil gelas putrinya.
Kasih yang melihat tingkah keduanya hanya dapat geleng-geleng kepala.
Saat Reno mulai menyeruput kopi tersebut wajah Reno yang tadi sumringah tiba-tiba berubah.
"Wekk nggak enak Ran." Kata Reno sambil menjulurkan lidahnya.
"Ihh enak kok." Kata Rani menyeruput lagi kopinya.
"Nggak enak bunda yakin." Kata Reno pada istinya.
"Sini biar Buna cobain." Kata Kasih tampak penasaran.
Kasih mulai menyeruput kopi milik putrinya.
"Enak-enak aja kok, malah lebih enak dari kopi bunda." Kata Kasih.
"Tuh ka enak ayah." Kata Rani senang.
"Enggak, nggak enak." Kata Reno tetap pada pendirian.
"Yang nggak enak itu kopi ayah, pahit banget." Kata Kasih diiringi tawa.
"Berarti ini bukan selera ayah, soalnya ini kopi anak muda." Kata Rani sambil menyeruput lagi kopinya.
"Hah maksudnya?,, ayah tua?." Kata Reno sambil memasang wajah datar.
Rani dan Kasih tertawa melihat tingkah Reno di depan mereka
Flashback off
...----------------...
"Ayah kan nggak suka Cream Macchiato." Kata Rani.
"Ini berarti ayah ke cafe itu sama seseorang, tapi siapa?." Kata Rani mulai dipenuhi rasa curiga.
Bersambung...