Krystal Berliana Zourist, si badgirl bermasalah dengan sejuta kejutan dalam hidupnya yang ia sebut dengan istilah kesialan. Salah satu kesialan yang paling mengejutkan dalam hidupnya adalah terpaksa menikah di usia 18 tahun dengan laki-laki yang sama sekali belum pernah ia temui sebelumnya.
Kesialan dalam hidupnya berlanjut ketika ia juga harus di tendang masuk ke Cakrawala High School - sekolah dengan asrama di dalamnya. Dan di tempat itu lah, kisah Krystal yang sesungguhnya baru di mulai.
Bersama cowok tampan berwajah triplek, si kulkas berjalan, si ketua osis menyebalkan. Namun dengan sejuta pesona yang memikat. Dan yang lucunya adalah suami sah Krystal. Devano Sebastian Harvey, putra tunggal dari seorang mafia blasteran Italia.
Wah, bagaimana kisah selanjutnya antara Krystal dan Devano.
Yuk ikuti kisahnya.
Jangan lupa Like, Komen, Subscribe, Vote, dan Hadiah biar Author tambah semangat.
Salam dari Author. 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 11 : NIKAH BENERAN
Krystal, manusia unik dengan segudang tingkah ajaibnya yang diluar nalar.
Setelah pagi-pagi mencak-mencak menelpon kedua sahabatnya. Sekarang Krystal kembali berulah dan membuat satu penghuni Mansion Zourist ketar ketir bukan main. Bayangkan saja, Krystal tiba-tiba berlari keluar Mansion dengan membawa ransel yang cukup besar. Awalnya para bodyguard dan pelayan pikir, anak William Zourist itu akan kabur karena tidak mau dinikahkan.
Tapi mereka salah besar. Krystal justru memanjat pohon rambutan milik tetangga dan itu cukup tinggi. Krystal duduk disana sembari terus membakar petasan dan melemparnya ke arah para bodyguard atau pelayan yang berniat mendekatinya.
Sehingga keributan tidak dapat di hindari dari suara petasan yang melengking serta memekakkan telinga. Namun, itu semua tidak menyurutkan niatan para bodyguard dan pelayan Zourist termasuk Bi Asri yang membujuk Krystal turun. Pasalnya dulu, saat kecil, Krystal pernah jatuh dari pohon jambu sehingga mengakibatkan luka jahit di dagunya.
Setelah kejadian tersebut, William Zourist jelas saja marah besara bahkan mengamuk pada semua pekerja rumah yang telah lalai menjaga putrinya. Dan mereka tidak ingin hari ini akan terulang lagi, terlebih sebentar lagi akad nikah akan segera dimulai.
"Non Krystal, Bibi mohon. Ayo turun! Nanti Non Krystal jatuh." Ujar Bi Asri, membujuk dengan khawatir.
"NGGAK MAU!! BIARIN JATUH! MATI SEKALIAN!"
"Ya ampun Non, nggak boleh ngomong kayak gitu. Ayo Non, Bibi mohon turun."
"NGGAK! NGGAK MAU TURUN SEBELUM PERNIKAHAN INI DIBATALKAN!"
Duar!
Duar!
Duar!
"AKKKHHH!!!"
Orang-orang menjerit saat Krystal kembali melempar petasan ke bawah. Bahkan hampir terkena beberapa bodyguard yang berjaga-jaga dibawah sana, kalau-kalau Krystal nanti terjatuh.
Papa William baru saja keluar dari Mansion, bersama dengan sang istri yang ikut melangkah lebar disampingnya, menuju Mansion tetangga sebelah. Dapat dilihatnya para bodyguard dan pelayan kewalahan dalam menghindari lemparan petasan dan juga rambutan dari atas sana.
Papa William mendongak lalu menghela nafasnya yang memburu, sembari berkacak pinggang, melihat putrinya tengah nangkring di atas sana. Sungguh, Papa William lupa dulu Mama Eliza mengidam apa pada saat mengandung Krystal. Kenapa tingkah putrinya satu ini begitu absurd, ajaib dan sungguh diluar nalar.
Setiap hari sepertinya Krystal tidak kehabisan ide untuk membuat sang Papa pusing tujuh keliling. Papa William tahu ini adalah salah satu bentuk pemberontakan yang Krystal lakukan untuk membatalkan acara pernikahan yang dalam beberapa jam saja akan dilangsungkan.
"KRYSTAL TURUN!" Suara keras dan tegas Papa William terdengar. Menghentikan kegiatan Krystal yang melempar petasan.
"Nggak mau!"
"Papa bilang turun ya turun!"
"AKU BILANG NGGAK YA NGGAK! SEBELUM PAPA BATALIN PERNIKAHAN INI!"
"Pernikahan ini tidak bisa dibatalkan!"
"KENAPA NGGAK BISA?! AKU NGGAK MAU NIKAH, PA! AKU NGGAK MAU!!"
"Kita sudah sepakat semalam, Krys! Sekarang turun! Sebelum Papa kehabisan kesabaran!" Desis Papa William tajam.
"KITA NGGAK SEPAKAT! PAPA YANG BUAT KESEPAKATAN ITU SENDIRI DAN MENYETUJUINYA SENDIRI! POKOKNYA KRYSTAL NGGAK MAU NIKAH!"
Sedetik setelahnya orang-orang menjerit histeris dan siap siaga menangkap Krystal karena kaki gadis itu sempat terpeleset di atas sana. Namun, untung tidak sampai jatuh.
"Krystal kamu turun dulu, Nak! Kita bisa bicarakan ini baik-baik! Ayo turun, nanti kamu jatuh." Ujar Mama Ambar penuh kekhawatiran.
"Krystal! Pemberontakan kamu ini tidak akan menghasilkan apapun! Hari ini, kamu akan tetap Papa nikahkan!" Seru Papa William.
"Mas!!" Mama Ambar menegur keras. Karena ucapan suaminya akan membuat Krystal semakin tidak mau turun.
"Biarkan! Dia harus bisa belajar mempertanggung jawabkan apa yang sudah dia perbuat!" Mata Papa William tertuju ke arah sang putri.
"EMANG AKU NGELAKUIN APA, HAH?! AKU NGGAK HAMIL DILUAR NIKAH KOK!"
"Kamu memang tidak hamil diluar nikah! Tapi tingkah liar kamu lah yang membuat Papa memutuskan pernikahan ini!"
"POKOKNYA AKU NGGAK MAU NIKAH!"
"KRYSTAL! APA YANG KAMU LAKUKAN, NAK?!" Mama Ambar berucap panik, begitupun dengan lainnya ikut memekik ketika Krystal mengeluarkan tali dalam ranselnya.
Membuat simpul pada tali tersebut sebesar kepala manusia, lalu mengikatnya di salah satu ranting kokoh pohon rambutan tersebut.
"KALAU PAPA TETAP KEKEUH MAU NIKAHIN AKU. AKU BAKAL GANTUNG DIRI DI HADAPAN KALIAN SEMUA! BIAR NANTI AKU JADI ARWAH PENASARAN YANG NGEJAR KALIAN SATU-SATU!" Teriak Krystal.
"Astaga Krystal! Jangan lakukan itu, Nak! Mas ayo lakukan sesuatu! Jangan diam aja!" Mama Ambar sungguh sangat gregetan dengan suaminya yang hanya diam menonton.
"Kamu mau bunuh diri? Kalau gitu ayo lakukan sekarang! Papa ingin lihat seberani apa kamu menggantung diri kamu sendiri!" Tanya Papa William, sembari melipatkan tangannya di dada dengan santai.
"MAS!!"
"Tuan..." Bi Asri dan pekerja lain ikut was-was.
"Biarkan! Biarkan dia melakukan apa yang dia inginkan!" Ujar Papa William.
"Papa pikir aku nggak berani?!" Tantang Krystal.
"Kalau gitu ayo lakukan! Silahkan gantung diri kamu sekarang!" Balas Papa William tidak kalah menantang putrinya.
Hening.
Di saat semua orang menatap dan menunggu dengan cemas apa yang akan Krystal lakukan selanjutnya. Papa William terkekeh sinis melihat keterdiaman putrinya di atas sana.
"Nggak beranikan? Nggak usah sok-sok an mau bunuh diri segala. Dosa kamu itu masih banyak." Kata Papa William dengan meremehkan.
Krystal memberengut di atas sana sembari menyumpah serapahi sang Papa dalam hati.
"Sekarang turun!" Titah Papa William.
"NGGAK MAU! AWAS LO KALAU SAMPAI NAIK! GUE LEMPAR RAMBUTAN SAMA PETASAN! SANA JAUH-JAUH!!" Gertak Krystal pada dua orang bodyguard yang memanjat pohon rambutan tempatnya bersemedi ini.
Karena takut, akhirnya kedua bodyguard itu mundur.
Sementara, Papa William menarik nafasnya perlahan, mencoba untuk sabar meski sekarang rasanya emosinya sudah sampai ke ubun-ubun. Mengurut pelipisnya, kepalanya berdenyut. Jika punya anak sepuluh modelan Krystal seperti ini, maka sudah dipastikan Papa William akan mati sebelum menyentuh umur 50 tahun.
"WOI KRYSTAL! LO NGAPAI DISITU?!" Teriak Sasa yang baru saja datang bersama dengan Carletta. Mereka langsung berlari ke Mansion sebelah karena melihat ramai-ramai disana.
"LO MAU BUNUH DIRI?!" Pekik Sasa heboh.
Yang diabaikan oleh Krystal.
"Om, mending Om batalin aja deh pernikahannya. Dari pada nanti dia mati, terus masuk neraka gimana?" Sahut Sasa cemas pada Papa William yang sudah sangat terlihat lelah dalam menghadapi tingkah temannya itu.
"Kalian bujuk dia untuk turun kepala saya pusing." Desah Papa William, bermaksud untuk melangkah pergi kalau saja sebuh rambutan tidak menimpuk kepalanya.
"KRYSTAL!!!" Bentak Papa William berang.
Sementara orang-orang meringis karena bentakan itu. Krystal justru memeletkan lidahnya, tanpa rasa takut sama sekali. Karena yang mendominasi dadanya kini hanyalah kekesalan dan amarah.
"Syukurin!"
Papa William baru akan bersuara lagi. Namun, sudah terputus oleh suara tegas Carletta. Sepertinya gadis itu juga sama lelahnya dengan Papa William.
"Krystal lo turun deh sekarang!" Seru Carletta.
"Ogah! Gue bakalan turun kalau pernikahan ini dibatalkan!"
"Lo udah janji ya buat nggak ngelakuin hal aneh-aneh! Sekarang turn!" Tegas Carletta.
"GUE BILANG TURUN!" Bentak Carletta, kali ini sukses membuat suasana berubah hening dan mencekam.
"TURUN NGGAK LO! JANGAN SAMPAI GUE NAIK KE ATAS SITU DAN MAKSA LO UNTUK TURUN!"
Percayalah, jika seorang Carletta sudah bersuara keras dengann mata melotot tajam seperti ini. Tandanya dunia sedang tidak baik-baik saja. Bukankah sudah pernah dikatakan, sekeras-keras kepalanya Krystal tetap akan takut pada Carletta jika gadis itu sudah mengeluarkan tanduknya.
Sasa melirik Krystal yang terdiam di atas sana, pasti kaget.
"Krystal ayo turun. Kita bisa bicara baik-baik." Bujuk Sasa lebih lembut.
"Krys..."
"GUE NGGAK BISA TURUN BEGO!" Jerit Krystal.
Sasa menepuk jidatnya, ia baru ingat jika Krystal ini bisa memanjat pohon tapi tidak tahu cara turun. Katanya melompat dari atas pohon itu lebih ngeri, daripada melompati tembok belakang sekolah.
Akhirnya beberapa bodyguard dengan bergotong royong mengangkat trampolin dan meletakkan tepat di titik dimana Krystal duduk disana.
"Sekarang lompat!" Titah Carletta.
"Nggak mau! Itu tamprolin, kalau gue mental lagi gimana?"
Papa William dan Sasa mendesah. Sementara Carletta menggeram tertahan. Lalu dengan sabar menyuruh bodyguard untuk menggantinya menjadi jumping chusions. Sehingga Krystal hanya perlu melompat ke sana tanpa takut terpental seperti yang dia ucapkan tadi.
Hap!
Carletta dan Sasa mendekat berniat membantu Krystal untuk bangun. Namun, tangan mereka langsung di tepis oleh gadis itu sebelum akhirnya Krystal berlari ke dalam Mansion. Kedua gadis itu tertegun ketika tadi sempat melihat sisa air mata Krystal. Tanpa pikir panjang mereka langsung saja berlari menyusul Krystal.
"Krys!" Panggil Carletta.
BRAK!
Terlambat sampai, pintu kamar itu lebih dulu tertutup kasar dan terkunci dari dalam.
Tok! Tok! Tok!
"Krys, buka pintunya! Lo jangan kayak gini dong. Semuanya bisa di omongin baik-baik, Krystal!"
"PERGI LO SEMUA! GUE NGGAK MAU NGOMONG SAMA SIAPAPUN! DI DUNIA INI NGGAK ADA YANG SAYANG SAMA GUE!!"
"Krystal, kita semua sayang sama lo. Ayo buka dulu pintunya." Lirih Sasa.
Hening sesaat, kemudian suara isak tangis Krystal terdengar dari dalam sana.
"Yang sayang sama gue cuma Almarhum Mama! Lo berdua sama kayak bokap gue, nggak ngerti gimana perasaan gue sekarang. Hiks...Hiks..."
"Krys..."
"Gue nggak mau nikah, Carl. Nggak mau hiks... hiks..."
Suara isak tangis Krystal semakin terdengar keras. Ia terduduk dibalik pintu itu sembari menutupi wajahnya dengan telapak tangan yang sudah basah akan air mata.
Demi Tuhan, Krystal tidak ingin menikah.
"Krystal dengan gue. Gue tau lo nggak suka. Tapi mungkin ini yang terbaik..."
"TAHU APA LO TENTANG YANG TERBAIK BUAT GUE, HAH?! LO NGGAK TAHU APAPUN YANG TERBAIK BUAT GUE! SEMUA ORANG DISINI EGOIS! DAN KENAPA HARUS GUE YANG MENANGGUNG KEEGOISAN KALIAN SEMUA?!" Teriak Krystal menyela suara Carletta, bercampur dengan raungan yang tercekat.
"Krys please, buka dulu pintunya!"
"Gue nggak mau nikah, Carl! Nggak mau hiks...hiks..." Menjambak rambutnya dengan frustasi.
"Iya-iya gue tahu, sekarang buka dulu pintunya. Berhenti nangis!"
Tangisan Krystal semakin terdengar jelas, ketika pintu akhirnya terbuka. Dada Carletta dan Sasa rasanya mencelos melihat bagaimana kacaunya Krystal sekarang. Carletta langsung memeluk Krystal, membuat tangis gadis itu semakin terdengar keras. Sementara Sasa menutup pintu dengan sebelah tangannya.
Apa yang harus mereka lakukan sekarang? Membawa kabur Krystal? Hal yang sagat mustahil. Namun, mereka juga tidak bisa membiarkan Krystal berakhir dengan pernikahan sepihak ini.
Krystal memang absurd, tidak jelas, ajaib dan kadang tingkahnya diluar nalar seperti tadi. Tapi ini pertama kalinya mereka melihat Krystal begitu menderita.
Sementara di lantai bawah...
"Tuan, rombongan keluarga Harvey telah datang." Lapor salah satu bodyguard yang berjaga diluar.
Papa William mengangguk.
"Persiapkan semuanya. Dan perketat penjagaan di sekeliling Mansion!" Perintah Papa William dengan tegas yang langsung dilaksanakan oleh anak buahnya.
"Mas, kamu yakin? Sungguh aku khawatir jika ini bukan keputusan yang tepat untuk Krystal." Lirih Mama Ambar dengan menahan tangan suaminya yang hendak menyambut kedatangan keluarga Harvey diluar.
"Lalu apa yang tepat? Membiarkannya tetap liar seperti yang sudah-sudah? Apa menunggu dia sampai berakhir seperti Keyzia?" Tanya Papa William, menatap istrinya serius.
Mama Ambar terdiam. Mereka semua dihantui akan apa yang menimpa Keyzia. Tangannya yang tadi menahan suaminya, perlahan terlepas. Lalu matanya menatap pintu kamar putri tirinya.
Iya, William benar, ini yang terbaik untuk Krystal.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pemberontakan yang Krystal lakukan berakhir sia-sia. Ketika suara diluar sana terdengar.
"Saya terima nikah dan kawinnya Krystal Berliana Zourist binti William Zourist dengan seperangkat alat sholat dan 500 gram logan mulia di bayar tunai!"
Krystal hanya mendengarnya samar-samar, tidak terlalu jelas. Saat nama mempelai pria disebutkan. Krystal tidak terlalu mendengarnya karena pikirannya yang kosong. Meski begitu sekarang Krystal sah menjadi istri dari laki-laki asing. Yang sebentar lagi mungkin akan ditemuinya di bawah sana.
"Ayo, Krys." Ujar Sasa.
Untuk beberapa saat tidak ada pergerakan dari gadis dengan gaun pengantin putih itu. Krystal tetap duduk di balkon kamar dengan pandangan kosong ke depan. Air mata matanya tidak mau berhenti mengalir.
Carletta dan Sasa saling melempar pandang. Mereka lalu membimbing Krystal untuk berjalan keluar, sesekali Sasa menghapus air mata yang mengalir di pipi sahabatnya itu. Ia tahu Krystal tidak menginginkan ini. Tapi, ia dan Carletta juga tidak tahu harus berbuat apa. Karena percuma saja membantu Krystal melarikan diri yang mana nanti ujung-ujungnya juga akan ditemukan oleh William Zourist. Buang-buang waktu dan tenaga, sia-sia saja.
Kehadiran mempelai wanita sangat ditunggu dibawah sana. Semua pasang mata tersenyum melihat sang mempelai mulai menuruni satu persatu anak tangga. Tak terkecuali William dan Ambar.
Sedikit lagi, langkah Krystal sampai disana. Tempat mempelai pria menantinya. Namun tiba-tiba kepala Krystal berdengung, matanya berkunang-kunang dan kakinya sudah tidak mampu lagi berpijak dan ditengah sisa kesadarannya Krystal melihat samar-samar laki-laki berjas putih selaras dengan gaunnya berlari mendekat. Tak bisa melihatnya dengan jelas, karena tubuh Krystal sudah lebih dulu limbung dan kegelapan merenggut kesadarannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"*Happy birthday to you*..."
"*Happy birthday*..."
"*Happy birthday*..."
"*Happy birthday to you*..."
"*Selamat ulang tahun anak-anak manis Mama. Semoga panjang umur, sehat selalu dan diberikan kebahagian yang melimpah dari Tuhan*."
*Kue ulang tahun*.
*Nyanyian selamat ulang tahun*.
*Ucapan selamat ulang tahun*.
*Dekorasi pinggiran danau yang indah*.
*Banyak orang*.
*Kebahagian*.
*Sore hari*.
*Hujan deras*.
*Tawa bahagia satu keluarga*.
*Mobil berguling*.
*Hantaman besar*.
*BRAK*!
*PRANG*!
*Suara tangis penderitaan*.
*Air mata duka*.
*Jeritan histeris*.
Semua silih berganti menghantam kepala seseorang yang semakin bergerak gelisah di dalam tidurnya. Bak kaset rusak yang menampilkan adegan dengan acak dan cepat. Keringat membasahi wajah dan sekujur tubuhnya yang bergetar hebat. Tapi tubuhnya kedinginan. Menggigil. Apa diluar sana hujan deras?
DUARRR!
Suara petir terdengar. Lama kelamaan tubuh di atas ranjang itu meringkuk penuh ketakutan, mencengkram kepalanya dengan mata yang terpejam kuat bersama rintihan yang terdengar memenuhi kamar bernuansa putih tersebut.
"Krystal..."
Namanya dipanggil sayup-sayup, tapi matanya tidak punya kekuatan untuk terbuka. Kepalanya sungguh sangat sakit. Ia tidak suka hujan. Tidak suka. Kenapa kepalanya semakin sakit? Dan kenapa memori itu semakin mengabur dalam ingatannya.
"ARGHHHH!! SAKIIIITTT!!!"
"Mama..."
"Sakitttt!!! Kenapa Krys sakitttt!!"
Krystal meracau histeris. Tubuhnya semakin mengejang di atas ranjang.
"Tenanglah." Suara laki-laki. Bukan suara suara sang Papa atau orang yang dikenalnya. Suara ini asing. Sangat asing.
Termasuk pelukan yang kini Krystal rasakan di tubuhnya. Asing. Namun terasa sangat nyaman.
"Dingin... Sakit...." Krsytal meracau lirih. Tapi matanya tetap setia terpejam rapat.
"*It's okay. I'm here*. Tenanglah." Laki-laki itu mengecup puncak kepala Krystal. Mengusap keringat yang membasahi wajah gadisnya itu menggunakan tangan kosong.
Tidak ada rasa jijik sama sekali. Ia mengeratkan dekapannya, sampai tubuh yang tadi bergetar hebat dengan nafas yang membiru. Kini perlahan mulai tenang menyapu permukaan lehernya.
"Mama... Krys nggak suka hujan. Jahat. Krys benci hujan. Takut." Krystal kembali meracau. Entah apa yang ada dalam mimpinya sekarang. Mata terpejam itu menangis.
"Ssst..." Ia menyingkap selimut Krystal dan ikut bergabung masuk ke dalamnya. Bergabung di samping Krystal yang meringkuk di dalam pelukannya. Di luar sana hujan deras disertai petir.
"Krystal punya trauma terhadap hujan dan petir. Tubuhnya akan selalu bereaksi seperti ini. Mungkin karena kecelakaan 13 tahun silam. Dia yang satu-satunya masih sadar setelah kecelakaan terjadi." Ujar Papa William.
Tahu, ia tahu itu tanpa harus diberitahu. Didekapnya Krystal makin erat. Dan berbisik lembut.
"Bisa tolong tinggalkan kami berdua?"
Papa William menghelas nafas lalu mengangguk. Sebelumnya sempat mengusap kepala putrinya terlebih dahulu.
"*Sweet dreams, my wife. It's okay*..."