Asmara di dua dimensi, ternyata benar adanya.
Bukti nyata yang di alami Widuri. Perempuan berusia 19 tahun itu mengalami rentetan keanehan setiap hari. Widuri kerap kali mendengar bisikan-bisikan masa depan yang tepat sesuai peristiwa yang terjadi di depan mata.
Mimpi berulang kali yang bertemu dengan pria tampan, membawanya ke tempat yang asing namun menenangkan. Widuri asyik dengan kesendiriannya, bahkan ia selalu menanti malam hari untuk segera tidur, agar bertemu dengan sosok pria yang ia anggap kekasihnya itu.
Puncaknya, 6 bulan berturut-turut, kejadian aneh makin menggila. Sang Nenek merasakan jika Widuri sedang tidak baik-baik saja. Wanita berusia lanjut itu membawa cucunya ke dukun, dan ternyata Widuri sudah ...
Ikuti kisah Widuri bersama sosok pria nya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ALNA SELVIATA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Barang Antik
Widuri memperhatikan emas satu set yang diberikan oleh Areta. Dia sempat berpikir, jika emas itu asli atau tidak. Di samping memikirkan keasliannya, Widuri juga memikirkan mungkin saja pemberian jin seperti ini akan meminta tumbal atau semacamnya.
"Aku takut, tapi kata Ibu mertua, ini nafkah dari Kailash, berarti ini aman," gumam Widuri.
Areta tepok jidat. "Bisa-bisanya adik ipar berpikir aku meminta tumbal, ah, ini itu tidak ada harganya bagi kami. Kailash akan memberikan lebih dari ini." Areta tak henti mengoceh. Pelayan disampingnya hanya tertawa cekikikan melihat tingkah Areta.
"Widuri, ayo makan," seru Nenek Satia.
"Iya, Nek. Tunggu," jawabnya lalu gegas menyimpan kotak emasnya di lemari.
Widuri keluar kamar dengan perasaan campur aduk. Bahagia karena dapat bertemu dengan mertuanya , bingung bagaimana cara menjual emas itu, dan sedih masih belum bisa bertemu Kailash.
"Masakan Nenek enak-enak lagi," ucap Widuri.
"Iya, uang kemarin yang kamu kasih masih ada sisa, jadi nenek masak untuk kamu, supaya jangan bersedih terus."
Widuri makan dengan lahap. Raut wajah kembali ceria setelah bermimpi bertemu orang tua Kailash. Kebahagiaan Widuri dapat dilihat oleh neneknya.
"Langsung bahagia, ada apa?"
"Nenek, aku akan membuka usaha toko baju, dan sembako," kata Widuri bersemangat.
Nenek Satia tertawa mendengar cucunya. Bukan tawa mengejek, tapi tawa menganggap Widuri sedang mencandainya.
"Semoga suatu sata nanti impian itu terwujud, Nak." Harap nenek Satia.
Widuri mengangkat sendok makannya. "Bukan lagi suatu saat tapi bulan ini, Nek. Aku akan berusaha menaikkan derajat keluarga kita."
Nenek Satia mengaminkan lalu tertawa. Dia masih menganggap jika perkataan cucunya hanya suatu impian biasa seorang gadis.
Usai makan, Widuri bergegas mandi. Setelah bersiap, dia mengemas satu kalung pemberian Areta ke dalam tas. Widuri akan menjual kalung itu sesuai permintaan Ibu mertuanya.
"Semoga langkah ku kali ini benar," ucapnya pada diri sendiri.
Areta kembali datang mengawasi adik iparnya. Dia menghela nafas berat karena Widuri masih ragu-ragu menggunakan nafkah dari Kailash.
"Jula Widuri, lagipula itu nafkah, kami tidak bisa memberimu uang secara langsung. Kami tidak mau mencuri uang manusia, jadi jual lah emas itu untuk mendapatkan uang," kata Areta uang kembali berceloteh walaupun suara tak dapat di dengar Widuri.
Areta mengikuti langkah Widuri yang berjalan kaki keluar lorong menuju halte. Lumayan jauh hingga membuat Areta menggelengkan kepala. Areta tidak merasakan lelah karena ia melayang-layang di samping Widuri.
"Pasti jamu sangat lelah berjalan kaki ya, adik ipar," ujar Areta.
Tentu saja Widuri lelah. Terik matahari pagi membakar kulitnya yang putih. Tidak memiliki kendaraan roda dua, membuat Widuri harus berjalan setengah kilo menuju halte.
Mobil angkot berhenti tepat di depannya. Widuri naik ke angkot di susul juga Areta dibelakang. Kakak Kailash itu sangat girang, ini kali pertama dia menaiki kendaraan umum manusia.
"Wah, seru juga di alam manusia, pantas saja Kailash betah."
Sepanjang perjalanan, Widuri hanya memandang ke arah luar jendela. Dia masih memikirkan keadaan Kailash di alam sana. Areta paham apa yang dipikiran adik iparnya. Ingin rasanya ia merangkul Widuri yang mengalami kesedihan sejak kecil. Kailash banyak bercerita tentang kisah hidup Widuri yang besar tanpa kedua orang tua.
"Adik ipar, Andaikan kau bisa ku peluk, aku pasti akan memelukmu. Kita akan bercerita, tapi sayang, kita sulit bersentuhan, kau akan terluka berbenturan dengan energi kami," kata Areta yang bersedih melihat adik iparnya sedang merenungi nasib.
Menempuh perjalanan satu jam ke kota, angkot yang ditumpangi Widuri tiba di terminal. Widuri langsung ke toko emas yang banyak berjejer di pusat niaga. Sempat, merasa ragu, tapi Areta terus berbisik hingga suara menembus hati Widuri.
"Mau beli apa, Dek?" tanya Cici yang pemilik toko.
Widuri yang ragu lebih mendekat. Dia mengeluarkan sapu tangan yang diisi oleh kalung pemberian Areta.
"Tolong diperiksa, ini warisan sari mertua saya. Mau jual Ci," kata Widuri menyodorkan kalung yang terbungkus sapu tangan.
Cici itu tersenyum lalu membuka sapu tangan itu. Matanya membulat sempurna. Tercengang melihat kalung emas yang sangat langka di jaman seperti ini.
"Ini dari mertua kamu? wah, ini klasik sekali, bukan klasik lagi tapi antik. Luar biasa!" Puji wanita bermata sipit itu.
Widuri hanya tersenyum. Dia memperhatikan Cici itu memeriksa setiap detail kalungnya.
"Ini emas murni tanpa campuran. Permatanya juga murni. Ah, kamu beruntung sekali mendapatkan mertua seperti beliau, pasti dia sangat old money ya?" Cici itu menggoda Widuri. Dia sangat paham emas-emas antik yang dimiliki orang jaman dulu.
Widuri hanya tersenyum malu-malu. Ingin rasanya membanggakan kedua mertuanya, tetapi Widuri tahu batasan jika mertuanya berasal dari beda alam.
"Jadi harganya berapa, Ci?" tanya Widuri.
Cici itu terdiam sesaat. Sebenarnya kalung itu harga jualnya sangat mahal, tetapi berhubung Widuri polos dan tak tahu menahu soal emas, Cici itu pun menawarnya dengan harga setengah.
"500 ratus juta, bagaimana?"
Widuri terhenyak. Dia tidak mengira jika harga kalung pemberian mertuanya semahal itu. Tanpa proses tawar- menawar, Widuri mengiyakan penawaran Cici.
"Iya, itu saja, Ci."
Cici berambut pirang itu tersenyum lagi. Gegas ia menutupi kalung itu dengan sapu tangan. Jangan sampai ada orang lain yang melihatnya. Cici itu tahu jika kalung punya Widuri akan menjadi incaran bagi debkolektor.
"Mau via transfer atau cash? tapi lebih baik cash aja, soalnya kalau cash itu susah banget. Takut juga kamu bahaya di jalan nanti," Cici itu menyarankan.
"Via transfer aja, Ci. Ini nomor rekening saya."
Cici itu mengirimkan uang lima ratus juta ke rekening Widuri. Tanda pembayaran sudah masuk ke ponsel Widuri. Setelah transaksi yang menggetarkan kaki Widuri itu selesai, gegas ia menuju ke warung terdekat. Ia memesan es kelapa agar menetralkan ketegangannya.
"Aoa benar saldo ku sebanyak ini? ah, seumur hidup aku baru kali ini bisa memegang uang sebanyak ini." Gumamnya.
Sejak tadi Areta terus mengikuti adik iparnya. Dia taj henti mengulas senyuman ketika melihat adik iparnya terus mengucap syukur.
"Ah, pantas saja Kailash suka sama dia. Widuri memang sebaik itu," ucap Areta yang duduk di atas gerobak pemilik warung.
Usai menenangkan dirinya. Widuri melenggang ke toko bangunan. Dia membeli alat-alat bangunan yang sempat ia catat. Di perjalanan tadi, dia mengirim pesan kepada omnya, apa saja alat-alat yang dibutuhkan untuk membangun warung sembako di samping rumah neneknya.
Widuri berjalan menyusuri toko bangunan itu. Dia banyak bermimpi bisa membangun rumah pribadi bersama Kailash di dunianya. Tempatnya bertemu Kailash tanpa ada rasa takut ketahuan neneknya ataupun keluarga lain.
"Ahhk! Sakit .." Tiba-tiba Widuri meringis.
Thor apa di dunia nyata ada cerita seperti ini?