Aluna, gadis berusia delapan belas tahun dengan trauma masa lalu. Dia bahkan dijual oleh pamannya sendiri ke sebuah klub malam.
Hingga suatu ketika tempat dimana Aluna tinggal, diserang oleh sekelompok mafia. Menyebabkan tempat itu hancur tak bersisa.
Aluna terpaksa meminta tolong agar diizinkan tinggal di mansion mewah milik pimpinan mafia tersebut yang tak lain adalah Noah Federick. Tentu saja tanpa sepengetahuan pria dingin dan anti wanita itu.
Bagaimana kehidupan Aluna selanjutnya setelah tinggal bersama Noah?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22
“Masuklah. Terlalu lama berada di luar bisa membuatmu sakit. Aku tidak mau kamu membuat para pelayan yang ada di mansion ku repot karena ulahmu!” ucapnya dengan nada dingin dan datar.
Tentu saja, Aluna sangat mengerti maksud kalimat yang baru saja Noah ucapkan. Ia bukanlah siapa-siapa di rumah ini. Dan tidak lebih dari gadis asing yang datang kemudian membuat repot semua orang.
“M—maafkan saya, Tuan...” Aluna berucap dengan bibir sedikit bergetar.
Bagaimanapun juga, ia masih trauma bertemu laki-laki lain, terlebih lagi pria dingin seperti Noah. Berbeda dengan Vincent, meski galak dia memperlakukan Aluna lembut.
“Jangan terlalu lama menunduk, lehermu bisa patah!” Noah mengabaikan ucapan maaf Aluna.
“Maaf, Tuan...”
Noah berdecak kesal. Apa gadis yang sedang duduk ini hanya bisa mengucapkan kata maaf?
Benar-benar membuatnya muak!
Niatnya ingin bersantai di taman belakang setelah pulang bekerja, ia malah dikejutkan dengan kehadiran Aluna yang ternyata sudah lebih dulu berada di sana.
“Berhentilah mengucapkan kata maaf! Telingaku gatal mendengarnya!” Noah melirik gadis itu sekilas dan melangkah pergi dari sana. Meninggalkannya seorang diri.
“Huh...” Aluna bernafas lega.
Entah kenapa berada di dekat Noah membuatnya tidak bisa berkutik. Bahkan, tubuhnya seakan susah untuk bergerak.
‘Ada apa denganku. Kenapa keberanianku seakan-akan hilang saat berdekatan dengannya.’ gumam Aluna dalam hati.
Tak jauh dari posisi Aluna berada, sepasang mata sejak tadi terus mengawasi interaksi yang terjadi di antara mereka berdua.
Ya, siapa lagi kalau bukan Vincent. Asisten kepercayaan Noah yang kepo dan ingin tahu sedang mengintip.
Vincent memicingkan mata curiga. Menerka apa yang sebenarnya terjadi pada tuan nya.
“Apa es batu itu sekarang sudah mulai mencair? Tidak biasanya dia bicara panjang lebar pada seorang wanita kecuali keluarganya.” Vincent bergumam seorang diri. “Ah, sudahlah. Lebih baik aku istirahat saja. Rasanya seluruh tubuhku pegal karena pekerjaan yang diberikan Tuan Noah tidak pernah ada habisnya!”
***
Noah masuk ke kamar lalu menutup pintunya kembali. Membiarkan penerangan yang berada di kamarnya tetap gelap. Baginya, itu sangat nyaman dan menenangkan.
Apalagi untuk dirinya yang selalu menyendiri dan tidak suka keramaian.
Noah meletakkan beberapa berkas pentingnya di atas meja, lalu mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Memijat pelipisnya yang terasa pusing dan penat.
Mengingat dimana ia harus menghadapi Lilac, karyawan magang yang baru saja bekerja di kantornya. Gadis itu sangat berisik, bawel dan juga menyebalkan.
Dia juga terus saja bertanya tanpa mau mendengarkan terlebih dulu apa yang akan Noah katakan.
“Semakin lama gadis itu mirip sekali dengan Keanu! Sama-sama me sum dan menggelikan. Apa dia pikir aku ini pria gampangan? Merayu sana sini! Mereka benar-benar terlihat sangat cocok jika dipertemukan!” geramnya kesal.
Noah bangkit seraya menyambar handuk yang tersampir di sana, kemudian melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi. Sepertinya pria itu butuh menyegarkan tubuhnya.
Sedangkan di luar kamar, Aluna sedang mondar mandir. Menggigit kuku ibu jarinya sendiri dengan jas milik Noah yang berada di tangan kananya.
“Haruskah aku mengembalikannya? Atau tidak usah saja? Tapi jika nanti dia marah karena aku masuk ke kamarnya sembarangan, bagaimana?” tanyanya pada diri sendiri.
Aluna juga tidak mau menyimpan jas milik Noah yang sepertinya terlihat sangat mahal. Melihat merk nya saja sudah membuat Aluna tidak bisa berkata-kata lagi.
“Sebaiknya memang aku harus mengembalikannya. Ingat, Luna. Ini jas mahal! Kalau sampai rusak dan hilang, kamu akan menggantinya dengan apa? Uang saja kamu tidak punya.”
Dengan langkah penuh tekad dan mantap, Aluna memberanikan diri mengetuk pintu kamar Noah.