Aruna Azkiana Amabell perempuan berusia dua puluh lima tahun mengungkapkan perasaannya pada rekan kerjanya dan berakhir penolakan.
Arshaka Zaidan Pradipta berusian dua puluh enam tahun adalah rekan kerja yang menolak pernyataan cinta Aruna, tanpa di sangka Arshaka adalah calon penerus perusahaan yang menyamar menjadi karyawan divisi keuangan.
Naura Hanafi yang tak lain mama Arshaka jengah dengan putranya yang selalu membatalkan pertunangan. Naura melancarkan aksinya begitu tahu ada seorang perempuan bernama Aruna menyatakan cinta pada putra sulungnya. Tanpa Naura sangka Aruna adalah putri dari sahabat dekatnya yang sudah meninggal.
Bagaimana cara Naura membuat Arshaka bersedia menikah dengan Aruna?
Bagaimana pula Arshaka akan meredam amarah mamanya, saat tahu dia menurunkan menantu kesayangannya di jalan beberapa jam setelah akad & berakhir menghilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan mama mertua
Gemericik air dari kamar mandi mengusik tidur lelap Arshaka, dia setengah mengeliat. Dengan mata yang masih berat dia berusaha membuka matanya, Arshaka meraih ponsel yang ada di nakas sampingnya.
Ternyata sudah masuk waktu subuh, dan dia bisa menebak yang ada di dalam kamar mandi pasti Aruna.
Tidak berapa lama Aruna keluar dari kamar mandi, terlihat lebih segar karena habis berwudhu. “Maaf. Karena membangunkanmu,” ucap Aruna.
“Tidak. Lagi pula sudah masuk subuh juga, bukan?”
Aruna mengangguk, dia kemudian berjalan melewati Arshaka yang masih duduk di tepian kasur.
Aruna mengambil mukena, dia menggelarkan sajadahnya. Saat dia sudah posisi untuk siap melaksanakan ibadah. “Tunggu aku. Kita subuh berjama’ah,” ucap Arshaka yang membuat Aruna terkejut.
“Ok,” jawabnya.
Aruna menggelar satu sajadah untuk Arshaka, tidak menunggu lama Arshaka sudah keluar dari kamar mandi. Pagi ini adalah pagi pertama untuk mereka melakukan ibadah bersama, jangan berpikir akan ada cium tangan dan kening setelah selesai sholat subuh.
Sama sekali tidak ada adegan tersebut, mengingat kembali hubungan mereka tidak dalam kondisi yang bisa seperti pasangan suami istri pada umumnya.
Hati Arshaka berdesir, ada rasa hangat dan nyaman melintasi dadanya saat melihat Aruna dengan mukena yang masih melekat pada tubuhnya.
“Aku benar-benar akan menyesal jika kehilangan kamu, Kia.” Batin Arshaka
Netra Arshaka seolah memindai setiap gerakan tubuh Aruna yang sedang membereskan tempat tidurnya, dia kembali merubah sofa tidurnya ke mode sofa.
Aruna melihat arlojinya, setelah selesai membersihkan sofa tidur dia hendak membuat sarapan. Dia berjalan menuju walk in closet, tidak berapa lama Aruna muncul dengan paper bag di tangannya.
“Kak Shaka bisa pakai ini dulu untuk kekantor. Bajumu belum kering aku cuci semalam,” penjelasan Aruna pada Arshaka.
Arshaka menerima paper bag tersebut. “Kamu tahu dari mana semua ukuran bajuku?” serangan tiba-tiba yang di lakukan Arshaka membuat Key bingung harus menjawab bagaimana.
“Dari kemeja yang kak Shaka pakai,” jawabnya asal.
Aruna kemudian menuju dapur untuk membuat sarapan, Arshaka masih duduk di tepi kasur. Dia tersenyum. “Sedalam itukah perasaanmu padaku, Kia?” batin Arshaka menatap punggung Aruna yang sudah menghilang dari padangannya.
Tepat jam tujuh pagi baik Aruna dan Arshaka sudah siap di meja makan, Aruna sudah menyiapkan cream soup dengan toast. Dia membuatkan jus mix berry untuk Arshaka, hening yang tercipta di meja makan.
Aruna membereskan piring dan gelas, dia membereskannya sebelum berangkat ke kantor. Aruna memang tidak suka meninggalkan rumahnya dalam keadaan kotor.
“Kak Shaka mau ngapain?”
“Membantumu mencuci piring,”
Aruna menarik tangan Arshaka dari tempat cuci piring. “Tidak perlu, biar aku saja. Tidak sopan membiarkan tamu yang mencuci piring,” ucap Aruna.
Arshaka mendengus kesal karena dianggap tamu oleh Aruna. “Aku bukan tamu. Mana ada tamu yang tidur satu kamar dengan pemiliknya,”
Arshaka kembali mendekat kearah tempat cuci piring, kali ini dia berdiri di belakang Aruna. Entah keberanian dari mana, dia memeluk gadis itu dari belakang.
Memegang tangan Aruna yang sedang mencuci gelas, karena terkejut Aruna menjatuhkan gelas tersebut kedalam tempat cuci dan pecah.
Prank
“Ya ampun kak Shaka!” pekik Aruna.
Dia berbalik, mereka saling berhadap-hadapan. Manik mata mereka saling bersitatap, Aruna menatap marah pada Arshaka, sedangkan yang ditatap tersenyum penuh arti.
Aruna tersenyum smirk, dia menghentakkan kakinya dan menginjak kaki Arshaka. Hingga membuat pria itu mendesis kesakitan.
“Auh ssh. Ya ampun Kia, sakit.”
“Aku bilang ke sana!” ucap Aruna dengan nada marah, meminta Arshaka untuk menjauh dari dapurnya.
“Aku hanya ingin membantumu,”
Karena kesal, Aruna kembali memekikkan suaranya. “Pak Shaka yang terhormat, kemejamu bisa kotor. Cepat ke sana!” tunjuk Aruna pada sofa ruang tengah.
Arshaka langsung mode kicep saat mendengar suara Aruna yang memekik marah, dia mengangkat kedua tangannya. “Baiklah princessku sayang. Aku tidak menganggumu,”
“Princess? Kenapa aku ngeri dia panggil seperti itu,” batinnya.
Arshaka berjalan mundur keluar dari dapur, membalik badan kemudian duduk tenang di sofa. Bukankah tidak baik jika dia membuat Aruna marah, ini masih pagi dan mereka seharian akan bertemu untuk urusan pekerjaan.
Aruna menghela napas panjang, dia menyelesaikan cuci piringnya. Setelah itu dia kembali ke kamar untuk bersiap-siap berangkat ke kantor.
Tidak butuh waktu lama untuk Aruna bersiap, dia keluar dengan menenteng tas dan leptopnya. “Mana kuncimu. Biar aku yang menyetir,” Arshaka meminta kunci mobil Aruna.
Aruna menyerahkan kunci mobilnya pada Arshaka, mereka berangkat bersama menuju kantor. Tiga puluh menit kemudian mereka sampai di kantor Hanapra, Arshaka dan Aruna terlihat turun dari mobil bersama-sama.
Eris sudah berkacak pinggang saat melihat mereka berdua masuk lobby perusahaan. “Semalam kalian menginap bersama?” Eris selalu seperti itu, tanpa basa basi dan tidak melihat situasi.
Aruna langsung membekap mulut sahabatnya tersebut. “Mulutmu itu. Kamu tidak lihat ini di tempat umum, jaga ucapanmu itu nona. Ingin aku kuncir saja mulutmu itu rasanya,” kesal Aruna.
Arshaka tersenyum tipis. “Tidak hanya menginap. Kami bahkan sekamar,” jawab Arshaka santai, membuat Aruna dan Eris membelalak.
Eris melepaskan tangan Aruna yang masih membekapnya. “Kia! Kamu sudah anu-,”
“Pelankan suaramu itu bege,” Aruna menoyor kening Eris.
“Kamu percaya padanya? Tidur satu kamar bukan satu kasur, Eris. Seperti belum pernah tidur di kamarku saja,”
Eris kemudian tertawa, dia tahu maksud Aruna. “Haha. Aku lupa dikamarmu ada tirai setebal jembatan suramadu,” ucapnya sambil melirik kearah Arshaka.
Aruna ngeloyor pergi begitu saja masuk kedalam lift, meninggalkan Erisa dan Arshaka yang masih berdiam di tempatnya. Dia kembali menghela napas, entah sudah berapa kali pagi ini dia menghela napas.
“Selamat berjuang mendapatkan maaf Kia dan kak Ael,” ucap Eris.
“Kia tunggu,” Eris berlari menuju Aruna yang sudah ada di dalam lift.
“Aku tahu tidak akan mudah,” gumam Arshaka yang ikut masuk ke dalam lift.
Mereka berpisah jalan, Aruna dan Arshaka menuju ruang CEO. Sedangkan Eris ke tempat divisi keuangan.
“Kia. Apa jadwalku hari ini?” tanya Arshaka.
Aruna melihat arlojinya. “Jam sembilan meeting via zoom dengan pak Daniel,” ucapnya.
“Ok,” Arshaka menuju ruangannya untuk bersiap meeting dengan papanya via zoom.
Aruna mengetuk pintu dan masuk keruangan Arshaka, dia membawa leptop Arshaka yang sudah dia perkuat sistem kemanannya.
“Pak Shaka pakai leptopku dulu. Sudah terhubung dengan tuan Daniel,” Aruna memberikan leptopnya pada Arshaka.
Arshaka mengangguk dan tersenyum simpul, dia kembali teringat password Aruna yang menggunakan nama depan dan tengahnya. “Zaidan Arshaka!” gumamnya sambil tersenyum.
“Bagaimana kabarmu nak?” hal pertama yang diucapkan Daniel saat meeting zoom dengan putra sulungnya.
“Baik pa. Apa mama masih marah padaku, pa? Mama tidak membalas pesanku,”
Daniel tersenyum di ujung sana. “Mamamu memang kecewa dan marah padamu. Tapi dia tidak akan mau kehilangan Kia, lebih dari siapapun mamamu sangat menginginkan kalian berdua bersama. Tapi semua kembali padamu Shaka,”
“Maaf untuk kebodohanku yang membuat Kia pergi. Aku akan berusaha memperbaikinya pa,”
“Itu baru anak ku,” ucap Daniel.
Selanjutnya mereka secara profesional berdiskusi dalam meeting, Daniel memberikan beberapa saran dan masukan pada putranya terkait hal-hal yang harus dia lakukan untuk perusahaan Hanapra.
Aruna kembali masuk ke ruangan, dia hendak mengambil leptopnya karena Arshaka sudah selesai meeting dengan Daniel. Seperti biasa dia akan mengetuk pintu lebih dulu dan masuk setelah si empunya ruangan menyahut.
“Apa ada jadwal lain?” tanya Arshaka saat melihat Aruna masuk.
“Hari ini hanya meeting dengan pak Daniel, selanjutnya hanya memeriksa berkas. Saya ke sini juga mau mengambil leptop,”
Arsaha mengangguk, dia menyerahkan leptop Aruna. “Aku mau menagih janjimu, Kia!”
“Hah? Janji apa?”
“Bicara tentang hubungan kita. Setelah aku sembuh,”
Aruna baru saja hendak menjawab. “A-,”
“Kak Kiaaaaa!” tanpa mengetuk pintu Hana masuk ke dalam ruangan Arshaka, begitu melihat Aruna didalam dia langsung berteriak dan berlari memeluk Aruna dari belakang.
“Hana?” ucapnya terkejut.
Tidak berselang lama, di belakangnya ada Arya dan Naura yang juga masuk ke dalam ruangan Arshaka.
“Assalamu’alaikum menantu mama,” ucapnya saat melihat Aruna.
“Wa’alaikumussalam ma,” jawab Aruna.
Kini gantian Naura yang memeluk Aruna dengan penuh rindu dan juga penyesalan. “Maafkan mama, sayang!”
“Ma! Kenapa mama minta maaf padaku?” bingung Aruna yang masih di peluk Aruna.
“Karena mama tidak bisa mendidik Shaka dengan baik. Karena si bod*hi itu menyakitimu,” ucap Naura dengan terisak.
Tiba-tiba ruangan berubah jadi sendu, Arya dan Hana menatap tajam pada kakak sulungnya. Sementara Arshaka dengan tatapan sendu melihat Aruna dan mamanya. “Sorry ma, sorry Kia.” lirih nya