Ini kelanjutan kisah aku istri Gus Zidan ya, semoga kalau. suka🥰🥰🥰
****
"Mas, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil tercengang, matanya membesar sempurna, ia ingin sekali beranjak dari tempatnya tapi kakinya untuk saat itu belum mampu ia gerakkan,
"Apa?" Ia duduk lebih tegap, mencoba memastikan ia tidak salah dengar.
Gadis itu menganggukan kepalanya pelan, kemudian menatap Gus Syakil dengan wajah serius. "Saya bilang, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil menelan ludah, merasa percakapan ini terlalu mendadak. "Tunggu... tunggu sebentar. mbak ini... siapa? Saya bahkan tidak tahu siapa Anda, dan... apa yang membuat Anda berpikir saya akan setuju?"
Gadis itu tersenyum tipis, meski sorot matanya tetap serius. "Nama saya Sifa. Saya bukan orang sembarangan, dan saya tahu apa yang saya inginkan. Anda adalah Syakil, bukan? Anak dari Bu Chusna? Saya tahu siapa Anda."
Gus Syakil mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba memahami situasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Gerakan hati
Sifa menatap sekeliling, beberapa mahasiswa tampak ada yang masuk ke dalam mushola dan beberapa menit kemudian keluar, itu terjadi hingga beberapa kali Dnegan mahasiswa yang berbeda-beda. Selain itu, beberapa mahasiswa setelah sholat memilih duduk-duduk di teras ataupun di dalam mushola, ada yang memang sengaja datang ke musholla untuk berdiskusi ada pula yang setelah sholat lanjut membaca Al Qur'an untuk mengisi waktu luar sebelum mulai kelas.
Lalu lalang, aktifitas mahasiswa itu cukup menarik perhatian Sifa. Ini begitu asing baginya, selama ia kuliah, saat ada waktu luang ia lebih memilih untuk nongkrong bersama teman-temannya di kafe.
Setelah dua jam, syakil akhirnya kembali menghampiri Sifa dengan kursi rodanya. Sifa yang melihat kedatangan syakil segera berdiri dari duduknya dan dengan begitu bersemangat menghampiri syakil. Tampak sekali wajah Sifa saat ini begitu bosan.
"Lama sekali sih," protesnya begitu berhadapan dengan syakil, "Ayo pulang." ajaknya kemudian.
Bukannya mengiyakan, syakil malah tersenyum, "Tunggu sebentar, bentar lagi waktu sholat dhuhur. Lebih baik kita sholat di sini saja." ucapnya dengan begitu santai seolah tidak mempedulikan kebosanan yang Sifa rasakan.
"Mas....., aku sudah lapar. Jadi jangan buang waktu, pagi tadi aku hanya makan mie instan saja, dan itu pun gosong." keluh Sifa yang memang sudah tidak sabar.
Mendengar keluhan dari Sifa, syakil pun mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, sebuah bungkusan kresek berisi roti dan air putih kemasan, "Nih, buat kamu."
Sifa mengerutkan keningnya, "Ini dari mana?"
"Ya sudah kalau nggak mau biar aku ma_," belum selesai syakil bicara, Sifa dengan cepat mengambil bungkusan itu dari tangan syakil membuat syakil tersenyum, "Kalau makan, sebaiknya duduk dulu." ucap Syakil kemudian saat Sifa hendak membuka bungkusannya.
Tanpa protes lagi, Sifa pun kembali duduk, ia duduk bangku dekat tangga masuk mushola, syakil pun mengarahkan kursi rodanya tepat di samping Sifa.
Tampak sekali jika Sifa tengah menahan lapar, roti besar yang dibawa syakil habis sendiri olehnya,
"EGGGGGG," Sifa bersendawa dengan keras membuat beberapa mahasiswa menoleh padanya.
"Astaghfirullah hal azim," keluh syakil sambil menutup wajahnya dengan tangan.
"Maaf, kelepasan." Sifa merasa bersalah, "Tapi siapa suruh buatkan perutku isi angin." lanjutnya tidak mau sepenuhnya di salahkan.
"Lupakan saja," akhirnya syakil menyerah.
Suasana kembali hening, mereka berdua tampak sibuk dengan pikirannya masing-masing hingga kemudian syakil kembali membuka percakapan.
"Apa yang kamu lihat di sini tadi? selama dua jam?" tanya syakil kemudian membuat Sifa menoleh padanya.
"Emmm, mahasiswa." jawab Sifa singkat.
"Apa yang para mahasiswa itu lakukan?" tanya syakil lagi kali ini Sifa mengerutkan keningnya bingung.
"Mas syakil mau uji aku atau apa?" Sifa mulai curiga dengan pertanyaan-pertanyaan dari sang suami.
"Jawab saja, nanti kamu juga akan tahu jawabannya."
Sifa menghela nafas, ia merasa itu pertanyaan untuk anak SD, seperti guru saat bertanya di dalam gambar itu ada apa saja? Persis seperti itu dan Sifa harus menjabarkan satu-satu.
"Ada yang sholat, ngaji, diskusi, ada yang tiduran sih, meskipun hanya satu dua, trus ada yang baca kitab kayak yang kmu baca biasanya." jawab Sifa merasa lengkap dengan jawabannya.
Syakil pun menganggukkan jawabannya, "Bagus. Lalu apa yang bisa kamu tarik kesimpulan dari beberapa mahasiswa yang sholat?"
Lagi-lagi Sifa mengerutkan keningnya, mencoba menerka arah tujuan pertanyaan dari sang suami, tapi ternyata ia masih belum bisa menemukannya, tidak ada pilihan baginya selain menjawab pertanyaan dari sang suami.
"Ya sholat, sebelum sholat wudhu, kalau cewek pakek mukena, trus kalau cowok ada yang pakek sarung sama peci."
"Trus lagi, apa lagi?" tanya syakil mencoba menggali lagi.
"Ya udah, itu aja. repot banget. Ya langsung solat." sekarang suara Sifa mulai meninggi, ia mulai kesal dengan pertanyaan sang suami.
Syakil pun menghela nafas, seperti ia harus menambah pancingan dalam pertanyaannya, "Baiklah, begini. Kamu tadi perhatikan kan saat mereka sholat, sekarang coba ingat kembali apa bedanya aku pas sholat sama mereka pas sholat?"
Sifa jelas tahu jawabannya, ia benar-benar Tidka sabar ingin segera menjawab, "Ya....!" tapi segera ia menghentikan ucapannya saat mengingat bagaimana ia sholat tadi pagi dengan cara para mahasiswa itu sholat, "Ups..., ya ampun." dengan cepat ia menutup mulutnya, kemudian menatap kursi roda syakil.
Syakil pun tersenyum, ia merasa tidak sia-sia mengajak Sifa ke kampus hari ini, "Sekarang sudah tahu kan perbedaannya?"
Sifa yang memang memilik ego besar, tidak mau kalah, "Ya itu kan wajar, aku baru pertama kali lihat orang solat ya mas syakil,siapa suruh mas syakil Sholah pakek kursi roda, jadi aku kan ikut duduk sholatnya."
"Dokter." jawab Syakil singkat dengan nada ketus kemudian memutar kursi rodanya menjauh dari Sifa.
"Mas...., mau ke mana?" Sifa segera memanggil, khawatir syakil marah padanya.
"Sudah mau azan, aku mabil wudhu dulu." jawab Syakil tanpa menoleh padanya Sifa. setiap kali mengingat dirinya yang tidak sempurna lagi membuatnya merasa sakit, ia sudah berusaha untuk iklas tapi iklas itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, tidak semudah memutar jarum jam.
"Mau Sifa bantu?" tanya Sifa lagi dan kali ini syakil menghentikan kursi rodanya dan menoleh pada Sifa.
"Jika mau bantu, bantu aku jadi suami yang baik. Ambil wudhu dan ikut sholat bersama jamaah yang lain."
Kali ini Sifa tercekat, ia tidak bisa mengatakan apapun lagi dan membiarkan syakil dengan kursi rodanya berlalu dari hadapannya.
Sifa kembali menatap ke arah tempat wudhu para wanita, antara ragu dan ingin maju. Sebenarnya ada dorongan dalam dirinya untuk ikut sholat, tapi di sisi lain ia takut jika ia melakukan kesalahan saat sholat, apa lagi ini pertama kali baginya.
"Mbak, ayo ambil wudhu, Pumpung nggak antri. Azannya sudah selesai." seseorang mendorong punggung dari belakang membuat Sifa terpaksa berjalan dan mengikuti langkah kaki wanita itu menuju ke tempat wudhu.
Setiap gerakan wudhu yang ia lakukan, ia kembali menginta bagaimana sang suami mengajarinya hingga urutan terakhir.
"Ayo mbak, aku ambilkan mukena mushola, mbak nggak bawa mukena kan?" tanya wanita itu dan Sifa hanya menggelengkan kepalanya. Suaranya seperti tertinggal di tenggorokan. Ia terus mengikuti langkah wanita itu dan berdiri di sampingnya begitu wanita itu memberinya sebuah mukena. Entah apa yang membuatnya tidak mampu sekalipun mengeluarkan protes. Ia merasa sesuatu yang mengharuskannya untuk melakukan sesuatu.
Bersambung
malu 2 tapi mau🤭
saranku ya sif jujur saja kalau kamu yg nabrak syakil biar gak terlalu kecewa syakil nya