Di dunia yang penuh intrik dan kekuasaan, Liora, seorang wanita penerjemah dan juru informasi negara yang terkenal karena ketegasan dan sikap dinginnya, harus bekerja sama dengan Darren, seorang komandan utama perang negara yang dikenal dengan kepemimpinan yang brutal dan ketakutan yang ditimbulkannya di seluruh negeri. Keduanya adalah sosok yang tampaknya tak terkalahkan dalam bidang mereka, tetapi takdir membawa mereka ke dalam situasi yang menguji batas emosi dan tekad mereka. Saat suatu misi penting yang melibatkan mereka berdua berjalan tidak sesuai rencana, keduanya terjebak dalam sebuah tragedi yang mengguncang segala hal yang mereka percayai. Sebuah insiden yang mengubah segalanya, membawa mereka pada kenyataan pahit yang sulit diterima. Seiring waktu, mereka dipaksa untuk menghadapi kenyataan. Namun, apakah mereka mampu melepaskan kebencian dan luka lama, ataukah tragedi ini akan menjadi titik balik yang memisahkan mereka selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bisikan Di Malam Gelap
Kary kembali memasuki ruangan kamarnya dengan langkah cepat, matanya memeriksa sekeliling untuk memastikan tidak ada yang mengintip. Ia membuka laci dan mengambil barang-barang yang diperlukan untuk perjalanan pulang yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Perjalanan ini, meskipun dia tahu, akan sangat berbahaya dan penuh risiko, tidak bisa lagi dihindari. Malam adalah waktu terbaik untuk bergerak.
Pasukan yang sebelumnya menemaninya kini sudah memilih untuk tetap tinggal di markas, lebih memilih menjalankan tugas dan mengejar komisi yang dijanjikan. Mereka memilih jalannya sendiri, mengikuti aturan yang telah ditetapkan, tanpa melihat risiko besar yang akan dihadapi. Namun Kary, berbeda. Demi kakaknya, dia merasa bahwa ia harus berkorban, memilih untuk melarikan diri dan mengalah meski itu berarti harus menghadapi bahaya sendirian.
Sementara itu, di markas pasukan negara, suasana agak lebih tenang. Beberapa pasukan sudah kembali untuk beristirahat setelah menjalankan tugas mereka. Beberapa yang lain masih berjaga sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Liora dan Darren, yang kebetulan berjaga pada giliran pertama, tetap berada di pos mereka dengan fokus tinggi, menjaga keamanan markas. Sementara Andes dan komandan besar, yang biasanya memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan, baru akan berjaga di hari berikutnya. Keadaan di markas tetap terjaga, namun ketegangan semakin terasa dengan setiap detik yang berlalu.
Malam semakin larut, gelap, dan penuh keheningan, terutama di kawasan Sierra yang terletak jauh dari hiruk-pikuk dunia luar. Suasana malam itu terasa berbeda, tidak seperti biasanya. Keheningan yang begitu dalam menyelimuti kawasan pegunungan hutan Sierra. Suara-suara hewan yang biasa memecah keheningan malam kini tampak menghilang. Hanya ada angin malam yang berbisik lembut di antara pepohonan, seakan seluruh alam ikut merasakan ketegangan yang meliputi markas mereka. Kawasan yang biasanya dipenuhi oleh kehidupan malam yang gaduh kini terasa sangat sunyi, memberikan kesan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa sedang terjadi. Suasana ini seakan mengerti bahwa markas mereka sedang berada dalam keadaan yang kurang stabil, dan alam pun menjaga ketenangannya.
Di atas atap markas, yang terbuat dari bahan keras dan kuat yang dirancang untuk menahan beban berat, dua sosok terlihat duduk bersisian. Darren dan Liora sedang berjaga dengan penuh kewaspadaan. Mereka berada di posisi yang lebih tinggi, memanfaatkan ketinggian untuk memantau situasi di sekitar markas dengan lebih leluasa. Atap yang keras dan kokoh itu mampu menahan berat tubuh keduanya yang duduk dalam posisi yang nyaman namun tetap siap untuk bergerak kapan saja. Di tangan mereka, teropong besar yang digunakan untuk mengintai musuh tampak berfungsi sebagai alat pengamatan yang sangat penting dalam situasi seperti ini. Keduanya mengarahkan mata mereka melalui teropong, berusaha menangkap setiap gerakan mencurigakan di kejauhan. Secara bergantian, mereka mengalihkan pandangan mereka, terkadang ke bawah untuk memeriksa area markas, dan terkadang menatap luas ke arah hutan dan pegunungan yang gelap di sekitarnya.
Tugas mereka malam itu adalah mencari pergerakan musuh sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Mereka tahu betul, bahwa setiap detik sangat berharga dan kesalahan sekecil apapun bisa berakibat fatal. Dengan mata yang terus bergerak cepat, mereka berdua menjaga fokus penuh, mencatat setiap pergerakan kecil yang dapat menandakan adanya ancaman. Hati mereka waspada, siap untuk menghadapi apapun yang datang, meskipun suasana semakin mencekam. Mereka tahu bahwa malam ini adalah malam yang penuh tantangan, dan hanya dengan kewaspadaan tinggi mereka bisa melewati malam yang penuh ketegangan ini dengan selamat.
Keheningan malam semakin terasa mencekam di markas, seolah waktu sendiri berjalan begitu lambat. Hanya ada deru nafas mereka yang terdengar jelas, saling sahut menyahut di udara dingin. Setelah berjam-jam berjaga dengan kewaspadaan tinggi, tubuh mereka mulai merasakan kelelahan. Punggung yang kaku, kaki yang mulai pegal, dan tangan yang sedikit gemetar karena terlalu lama memegang teropong. Keduanya merasa lelah, namun tidak berani lengah sedikit pun. Tanpa sepatah kata pun, mereka saling menjaga satu sama lain, meskipun tubuh mereka sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
Akhirnya, setelah cukup lama berada dalam kesunyian, Darren memutuskan untuk membuka percakapan. Dengan lembut, ia melepaskan teropong yang telah berada di tangannya selama ini, kemudian menghela nafas dalam-dalam, mencoba meredakan keletihan. "Kau tidak kedinginan?" tanya Darren, suaranya cukup pelan namun tetap terdengar jelas di tengah keheningan malam itu.
Liora melirik sekilas ke arah Darren yang sekarang berada begitu dekat dengannya. Suara nafasnya yang terengah-engah seakan terasa begitu nyata, seolah berbaur dengan angin malam yang dingin. Jarak di antara mereka terasa semakin dekat, meskipun mereka berdua sudah terbiasa dengan jarak fisik yang cukup dekat dalam keadaan seperti ini. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang terasa lebih dekat dari sekadar ruang fisik. Liora menatap Darren sebentar, matanya mencari jawaban atas pertanyaan yang cukup sederhana namun mengandung perhatian.
"Hm, sedikit!" jawab Liora singkat, suaranya sedikit acuh namun tetap jujur. Ia memang merasa kedinginan, meskipun malam itu tidak ada hujan badai seperti yang sering terjadi di kawasan Sierra. Suhu yang dingin dan menusuk tulang seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari kawasan ini, yang cuacanya memang tidak pernah bisa diprediksi. Hari yang tampak cerah bisa berubah menjadi malam yang menggigit, membawa angin dingin yang menyelinap hingga ke lapisan terdalam kulit.
Darren, yang masih memperhatikan Liora dengan cermat, kemudian menawarkan dengan suara yang lebih tegas. "Masuklah, aku sendiri yang akan berjaga," ujarnya. Wajahnya terlihat serius, seperti komandan yang bertanggung jawab penuh atas keselamatan mereka. Namun, Liora hanya diam, seakan kata-kata Darren tidak menyentuhnya sama sekali. Matanya tetap fokus pada teropong yang kini tergeletak di tangannya, meskipun tangannya sudah mulai kedinginan. Sepertinya, ia tidak terlalu memperhatikan apa yang dikatakan Darren.
Kehadiran Darren yang dekat di sisinya, meskipun dengan segala niat baiknya, tidak begitu membuat Liora merasa lebih nyaman. Ia lebih memilih untuk tetap berjaga, tidak ingin menyerah pada rasa lelah atau kedinginan. "Aku baik-baik saja," pikirnya dalam hati, meskipun ia tahu bahwa tubuhnya sudah mulai lelah, dan pikirannya sudah mulai terganggu oleh rasa dingin yang semakin menusuk. Namun, kebiasaan untuk tetap bertahan, untuk tidak menunjukkan kelemahan, sudah terpatri dalam dirinya. Seakan tak ingin memberi kesempatan pada rasa lelah untuk merayap masuk, Liora tetap menjaga posisinya dengan tenang, meskipun tanpa memberi tanggapan pada apa yang dikatakan Darren.
Namun pada akhirnya, Liora diam, matanya kosong menatap ke depan, seakan kehilangan fokus pada segala yang ada di sekelilingnya. Namun, pandangannya perlahan beralih ke atas, menuju langit malam yang tampak begitu tenang dan penuh pesona. Langit Sierra yang gelap dipenuhi dengan ribuan bintang yang berkilauan, seperti butiran-butiran putih cemerlang yang tersebar begitu padat di angkasa, membentuk pola-pola yang menakjubkan. Liora membiarkan matanya menikmati pemandangan itu, sebuah pemandangan yang jarang bisa ia lihat dengan jelas di tempat lain. Senyum tipis muncul di bibirnya, seakan langit malam ini memberikan kedamaian yang ia butuhkan.