Entah apa yang di pikirkan oleh ayah dan sang ibu tiri hingga tiba-tiba menjodohkan Karin dengan pria yang tak memiliki apapun, apa mereka sengaja melakukan itu untuk menyingkirkannya?
Matteo Jordan, pria tak berguna yang di pungut oleh keluarga Suarez menyetujui menikah dengan wanita yang tak ia ketahui hanya demi sebuah balas budi.
Akankah cinta tumbuh di antara keduanya? Sementara Karin masih mencintai mantan kekasihnya, sedangkan Matteo pria sedingin es yang penuh misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~28
"Biar aku yang bayar." Karin langsung beranjak saat mereka sudah selesai.
"Kamu punya uang ?" Tanya Amel, ia sangat mengerti keadaan sahabatnya itu yang tak bekerja dan juga pekerjaan suaminya yang tidak jelas.
"Tenang saja aku punya ini." Karin nampak menunjukkan sebuah kartu kredit pemberian sang suami, kemudian gadis itu segera berlalu ke kasir. Tak apalah ia sesekali mentraktir sahabat baiknya menggunakan uang suaminya, nanti jika pria itu marah ia akan menggantinya.
Saat Karin mengulurkan kartu kredit ke petugas kasir tiba-tiba seseorang juga nampak mengulurkan kartu kredit yang sama dengannya dan itu membuat gadis itu langsung menoleh.
"Baiklah, kamu duluan." Ucap Angela yang kembali menarik kartu kreditnya, wanita itu memang sengaja melakukannya agar istri dari kekasihnya itu sedikit syok jika ia juga memiliki kartu yang sama dengannya. Bahkan ia juga tadi sengaja memamerkan barang belanjaannya saat melewati mejanya, meskipun gadis itu belum mengetahui siapa dirinya tapi itu adalah bentuk kepuasan baginya.
Cepat atau lambat ia harus bisa membuat istri dari kekasihnya itu tahu jika pria yang menikahinya telah memiliki seorang kekasih yang sangat di cintanya.
Karin hanya mengangguk kecil sembari mengulas senyumnya. "Terima kasih." Ucapnya, setelah menyelesaikan pembayarannya gadis itu pun segera berlalu dari sana.
"Mungkin hanya kebetulan saja, lagipula banyak sekali orang yang menggunakan kartu itu." Gumamnya meyakinkan dirinya sendiri ketika melihat kartunya dan juga kartu milik wanita tadi sama.
"Ayo !!" Ajaknya pada sang sahabat untuk segera meninggalkan cafe tersebut.
"Ku lihat kamu tadi berbicara dengan wanita itu ?" Tanya Amel saat mereka baru masuk ke dalam mobilnya.
"Kami sama-sama ingin membayar itu saja dan dia mempersilakan aku untuk duluan." Sahut Karin seraya memasang safety beltnya.
"Kamu tak merasa aneh saat mengobrol dengannya ?" Tanya Amel lagi.
"Tidak, hanya saja kartu kredit kami sama." Sahut Karin dan tentu saja membuat Amel yang hendak menjalankan mobilnya langsung menatap gadis itu.
"Kenapa kebetulan sekali, apa kamu tidak semakin curiga ?" Ucap wanita itu.
Karin nampak menghela napasnya sejenak. "Mel, pernikahan kami itu ada karena perjodohan dan sebelum kami bersama pasti di antara kita telah memiliki kisah masing-masing entah sudah berakhir seperti aku atau pun sedang berjalan. Jika memang Matteo telah memiliki kekasih aku bisa apa? Bukankah perasaan tidak bisa di paksa? Lagipula bukankah aku yang harusnya di salahkan karena telah hadir menjadi orang ketiga di tengah hubungan mereka ?" Ucapnya menatap sahabatnya itu.
"Tapi Rin, jika sudah menikah harusnya pria itu juga harus mengakhiri semua masa lalunya." Amel nampak tak terima jika sahabatnya di duakan oleh sang suami.
"Sudah ku bilang hati tidak bisa di paksa Mel, toh saat ini aku juga tidak mencintai Matteo. Aku berbuat baik padanya karena kita tinggal bersama dan untuk perasaanku sendiri kamu tahukan siapa pemiliknya ?" Ucap Karin dengan mencoba mengulas senyumnya menatap wanita itu.
"Kamu masih mengharapkan si brengsek itu ?" Amel langsung bersungut-sungut.
"Dia tidak brengsek Mel, mas Kaizar pria yang baik hanya saja kami bukan jodoh. Tapi perasaanku padanya ada sejak aku kecil jadi tak semudah itu untuk menghapusnya." Sahut Karin yang selalu sedih saat membicarakan mantan kekasihnya itu.
"Tentu saja kamu bisa menghapusnya dari ingatanmu yaitu dengan mencintai pria baru." Potong Amel yang makin geregetan dengan gadis itu.
Namun Karin justru nampak terkekeh. "Pria baru siapa? Matteo? Bukankah kamu bilang dia sudah memiliki kekasih ?" Ucapnya menggoda sang sahabat.
"Kalau begitu kalian bercerai saja dan nanti akan ku kenalkan dengan pria-pria tampan di luar sana yang pasti mereka baik dan tidak ba ji ngan." Amel memberikan saran meskipun itu membuat Karin nampak menggelengkan kepalanya.
"Aku belum bisa melakukannya karena perusahaan papa pasti akan terancam." Tolak Karin, toh ia sudah ikhlas dengan jalan hidupnya dan ia yakin akan mendapatkan kebahagiaan suatu hari nanti entah dengan siapa pun itu.
"Sampai kapan kamu akan berkorban Rin? Sedangkan keluargamu sendiri tak mempedulikanmu."
"Aku baik-baik saja, percayalah." Karin kembali mengulas senyumnya seakan memperlihatkan jika ia memang baik-baik saja, Karin memang merasa lebih baik dari sebelumnya setelah tak tinggal bersama orang tuanya. Meskipun Matteo pria yang susah di tebak tapi ia akan mencoba mengajaknya untuk bersahabat.
Amel nampak membuang napasnya kesal lantas menjalankan mobilnya meninggalkan tempat tersebut.
"Mau mampir dulu ?" Tawar Karin beberapa saat kemudian saat baru sampai di rusun tempat tinggalnya.
"Kamu yakin tinggal di sini ?" Amel nampak mengedarkan pandangannya ke sekeliling gedung tersebut.
"Memang kenapa ?" Karin nampak tak mengerti.
"Seram Rin, pasti belum banyak penghuni di sinikan ?" Amel kembali mengedarkan pandangannya.
Karin nampak terkekeh. "Lebih seram jalan hidupku Mel." Ucapnya lantas menutup pintu mobil sahabatnya itu dari luar.
Setelah mobil Amel pergi, Karin segera naik ke unitnya. Memang belum banyak penghuninya tapi tak masalah baginya yang penting ia memiliki tempat untuk berteduh.
"Oh maaf, aku tak sengaja." Tiba-tiba seseorang menyenggol bahu Karin saat gadis itu hendak masuk ke dalam lift.
"Aku baik-baik saja." Karin langsung mengambil tempat paling ujung saat melihat seorang pria nampak membawa banyak sekali barang-barang di tangannya.
"Penghuni apartemen ini juga ?" Tanya pria itu saat lift mulai jalan.
"Hm." Karin mengangguk kecil.
"Di lantai 7 juga ?" Tanya pria itu lagi ketika melihat angka yang di tekan oleh gadis itu.
"I-iya." Sahut Karin.
"Sepertinya kita akan menjadi tetangga, oh ya kenalkan namaku Hans." Pria yang mengaku bernama Hans itu pun langsung meletakkan barangnya di lantai lantas mengulurkan tangannya ke hadapan Karin.
Karin nampak memindai pria itu sesaat. "Karin, senang bertemu denganmu pak Hans." Ucapnya membalas jabat tangan pria itu, akhirnya ia memiliki tetangga meskipun seorang pria dan ia pikir pria itu orang yang baik meskipun ia belum yakin.
"Panggil saja Hans, mas atau siapa terserah asal bukan bapak karena aku belum jadi bapak-bapak." Ucap Hans dan sontak membuat keduanya langsung tertawa.
"Mas Hans saja." Ucap Karin rasanya tidak sopan hanya memanggil nama.
"Begitu juga lebih baik, ngomong-ngomong kamu masih SMA atau sudah kuliah ?" Tanya Hans ingin tahu dan mendengar itu pun Karin kembali tertawa.
Sejak dulu banyak yang mengira jika ia masih anak sekolahan mengingat tingginya yang hanya 155cm dan wajahnya pun juga baby face, untuk itu ia lebih sering menggunakan heels ketika ada acara agar terlihat lebih tinggi.
"Aku sudah menikah dan aku tinggal bersama suamiku." Sahut Karin dan Hans pun nampak terkejut.
"Oh maaf kalau begitu, ku kira kamu masih single." Pria itu nampak tak enak hati.
"Tidak apa-apa." Sahut Karin.
Hans nampak menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lantas kembali mencuri pandang ke arah gadis cantik yang berdiri tak jauh di sebelahnya itu.