Zhafira kiara,gadis berusia 20 tahun yang sudah tidak memiliki sosok seorang ayah.
Kini dia dan ibunya tinggal di rumah heru yang tak lain adalah kakeknya.
Dia harus hidup di bawah tekanan kakeknya yang lebih menyayangi adik sepupunya yang bernama Kinan.
Sampai kenyataan pahit harus di terima oleh zhafira kiara, saat menjelang pernikahannya,tiba-tiba kekasihnya membatalkan pernikahan mereka dan tak di sangka kekasihnya lebih memilih adik sepupunya sebagai istrinya.
Dengan dukungan dari kakeknya sendiri yang selalu membela adik sepupunya,membuat zhafira harus mengalah dan menerima semua keputusan itu.
Demi menghindari cemooh warga yang sudah datang,kakek dan bibinya membawa seorang laki-laki asing yang berpenampilan seperti gelandangan yang tidak diketahui identitasnya.
Mereka memaksa zhafira untuk menikah dengannya.
Siapakah sebenarnya laki-laki itu? apakah zhafira akan menemukan kebahagiaan dengan pernikahannya?
Ikuti kisahnya selajutnya ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25
Semua mahasiswa manajemen, mengikuti pelajaran dengan tenang. meskipun tetap saja, anggara selalu curi-curi pandang pada zhafira.
Tidak ada yang tahu, jika anggara memiliki perasaan pada zhafira pada pandangan pertama.
Anggara menganggap, jika zhafira sangat mirip dengan orang yang dia cinta.
Tak terasa waktu pelajaran pun selesai, zhafira dan Nadia kini keluar dari kelas.
Zhafira dan Nadia, berjalan melewati koridor kampus. mereka sesekali melemparkan candaan, di setiap langkah mereka.
"Zhafira." panggil anggara.
Zhafira pun menengok. "Iya Pak, ada apa?" Mencoba bersikap seperti biasa.
Anggara tersenyum tipis, membuat Nadia yang berada di samping zhafira terpesona.
Anggara terlihat acuh, pada Nadia yang menatapnya kagum.
"Bisa ikut saya sebentar. "
Zhafira merasa aneh, pada permintaan anggara kepadanya. begitu pun juga Nadia, tak seperti biasanya melihat anggara, yang meminta sesuatu secara langsung.
"Ada apa, ya pak?" tanya zhafira sopan.
Anggara tiba-tiba saja, merasa tak suka dengan pertanyaan zhafira, yang terkesan meragukannya.
"Ada hal, yang ingin saya bicarakan dengan mu."
Zhafira dan Nadia saling tatap, merasa aneh dengan permintaan anggara yang terdengar aneh.
"Maaf, pak. Zhafira, kan baru saja masuk. Jadi hal apa yang akan bapak bahas dengan dia." Nadia memicingkan mata,curiga.
Anggara menatap tajam Nadia, yang terlihat ikut campur. "Saya tidak bicara dengan mu, Nadia. Jadi saya harap, kamu tidak ikut campur dalam hal ini." ujarnya dingin.
Nadia menghela nafas. "Bagaimana zha? Sepertinya kita harus membatalkan rencana ke toko buku. " Melirik zhafira yang terlihat bingung.
"Baiklah, tidak apa-apa Nadia. Sepertinya, lain kali saja, kita pergi ke sana. " jawab zhafira, tersenyum.
Anggara tersenyum tipis, merasa senang dengan mendengar jawaban dari zhafira.
Tidak seperti Nadia, yang melihat keraguan pada zhafira yang seolah sangat terpaksa.
"Baiklah jika itu keputusan mu, zha. Aku tidak akan memaksa."
Nadia pun pergi pamit pulang duluan, sementara Nadia mengikuti anggara, yang sudah berjalan terlebih dulu.
Dengan penuh tanda tanya zhafira mengikuti langkah anggara ke suatu tempat.
"Bukannya tempat parkir?" gumam zhafira bingung.
Anggara membukakan pintu mobilnya dan tersenyum manis. "Silahkan masuk." titahnya ramah.
Zhafira terdiam, dalam benak bertanya akan di bawa kemana dirinya, sampai harus memakai mobilnya.
"Maaf, pak. Sebenarnya kita mau ke mana. Apa tidak bisa kita bicarakan di sini saja." ujar zhafira memberi saran.
Anggara menatap tajam zhafira,hatinya merasa kesal karena muridnya ini banyak sekali bertanya.
"Saya ingin membicarakan hal ini secara pribadi, karena ada hal yang sangat penting dan tidak boleh di ketahui oleh semua orang."
Zhafira semakin tidak mengerti, dengan semua yang di katakan oleh anggara. melihat anggara yang menatapnya tajam, membuat zhafira mau tidak mau akhirnya masuk ke dalam mobil.
Anggara bersorak gembira di dalam hati. akhirnya rencana berhasil, membawa zhafira jalan berdua dengannya.
Anggara pun melajukan mobilnya, meninggalkan kampus.
Tanpa di sengaja, mobilnya berpapasan dengan motor eric yang baru saja masuk ke halaman kampus.
Namun sayang, zhafira tidak menyadarinya karena pandangan sedang tertunduk.
Eric membuka helmnya, dan melihat ke sekitar kampus mencari keberadaan zhafira.
"Eric! " sahut Nadia, yang berjalan menuju mobilnya.
Eric hanya melihat sekilas, tak menanggapi sapaan dari Nadia.
"Lo pasti mau jemput, zhafira."
Eric pun hanya menanggapinya, dengan berdehem saja.
"Telat. Zhafira udah pergi. Tadi pak anggara minta dia untuk ikut bersamanya."
Eric pun terkejut, mendengar perkataan Nadia. dia tidak menyangka, jika zhafira akan ikut pada orang yang baru saja dia kenal.
"Memangnya mereka mau pergi kemana?" tanya Eric, dingin.
"Gue juga enggak tahu. Cuma gue dengar tadi, kalau pak anggara ingin membicarakan sesuatu berdua dengan zhafira."
Mendengar hal itu, membuat Eric kembali memakai helm dan menyalakan motornya.
Nadia menggelengkan kepala. "Sepertinya si Eric suka sama zhafira." gumam Nadia pelan.
***
Mobil anggara pun sudah sampai di sebuah restoran mewah. dia pun turun dari mobilnya, dan membukakan pintu untuk zhafira.
"Silahkan."
Zhafira tersenyum tipis, merasa ragu saat akan turun dari mobil.
Tiba-tiba saja anggara mengulurkan tangan, saat zhafira sudah turun dari mobil.
"Maaf Pak, saya bisa sendiri." Zhafira menolak, perlakuan anggara dengan halus.
Wajah anggara berubah datar, setiap zhafira menolak perhatiannya. hatinya merasa marah, saat zhafira tidak menuruti keinginannya.
Zhafira pun terlihat serba salah, merasa takut, saat melihat wajah anggara berubah datar.
Dengan terpaksa zhafira menerima uluran tangan anggara. dirinya ragu, karena bagaimana pun juga dia sudah mempunyai suami. terlihat tak pantas, jika dirinya kini bersama laki-laki lain yang sama sekali tidak dia kenal.
Mereka pun berjalan masuk ke dalam restoran.
Tak lama kemudian, mobil Eric pun tiba di restoran yang sama. Eric melacak keberadaan zhafira, lewat sebuah GPS yang sengaja di pasang di ponsel zhafira.
Dengan perasaan marah, Eric pun mengikuti mereka ke dalam restoran itu.
Eric merasa tidak rela, melihat zhafira yang berjalan berdua sangat mesra dengan anggara.
Bagaimana pun juga, zhafira adalah istri sahnya. dia tidak akan membiarkan sesuatu, yang menjadi miliknya di rebut oleh orang lain.
Apalagi Eric menyadari gelagat aneh dari anggara, yang sebelumnya terlihat dingin pada wanita.
Di dalam restoran, zhafira dan anggara duduk berhadapan. tatapan anggara, tak lepas dari wajah cantik zhafira. membuat dirinya bertekad, akan membuat zhafira menjadi miliknya.
Anggara pun segera memesan makanan, begitu pun dengan zhafira yang terpaksa lagi menuruti tawarannya.
"Saya ingin membicarakan sesuatu, dengan mu. Tapi saya harap kamu tidak marah, zhafira." Anggara menatap lekat wajah cantik zhafira.
"Maaf, pak. Sebenarnya apa yang ingin bapak katakan?"
Anggara tersenyum tipis. "Wajah mu, mengingatkan saya pada seseorang, zhafira." Menatap zhafira lekat.
Zhafira tidak menanggapi perkataan anggara.perasaannya menjadi tidak karuan, ketika melihat tatapan anggara yang tidak biasa.
Zhafira mencoba mengalihkan perhatian pada sekeliling restoran, berharap anggara tidak menatapnya lagi.
"Saya sedang bicara dengan mu, zhafira. Jangan membuat saya marah!" ucap anggara penuh penekanan.
Zhafira menundukkan kepala. "Maaf Pak, saya hanya sedang mencari toilet." sahut zhafira, beralasan.
"Toilet ada di sebelah sana. Apa mau saya antar?" Anggara tersenyum penuh arti.
"Tidak perlu, Pak. Saya bisa sendiri."
Dengan berat hati, anggara pun mengizinkan zhafira untuk pergi ke toilet sendiri.
Zhafira segera melangkahkan kaki, segera menuju toilet.
"Kamu memang benar-benar sangat mirip dengannya zhafira." gumam anggara pelan. Menatap punggung zhafira yang menjauh.
Zhafira menghela nafas, saat sudah sampai di toilet.
"Aaaaa." Zhafira berteriak, terkejut karena tiba-tiba saja ada menarik tangannya ke dalam toilet.
"Ssst. Ini saya zhafira." desis Eric, pelan.
Zhafira langsung terdiam, membalikkan badan dan langsung memeluk tubuh Eric.
"Kenapa kamu menangis fira," tanya Eric, khawatir.
"Aku takut Eric.... " lirih zhafira.
Eric mengepalkan tangan melihat zhafira yang sangat ketakutan.