"Ayahmu masuk rumah sakit. Keadaannya genting kamu diminta untuk segera ke Jakarta"Eva membaca pesan masuk di ponselnya dengan kening berkerut.
Ting
Sebuah notifikasi tiket pesawat muncul di pesan selanjutnya, dalam waktu empat jam dari sekarang dia sudah harus di bandara.
Eva berusaha menghubungi nomor asing tersebut namun tidak diangkat. Dia juga berusaha menghubungi nomor ayahnya tapi nihil.
Setelah melakukan perjalanan hampir delapan jam, Eva mendapati ayahnya terbaring kaku diatas brankar rumah sakit ruang ICU dengan berbagai peralatan medis di sekujur tubuhnya.
"Ayah... Bangunlah, aku sudah datang menjenguk ayah..."Lirih Eva dengan bening kristal jatuh di pipinya, namun hanya keheningan yang menemani.
Seorang pria tinggi tegap dengan alis tebal dan wajah dingin yang ikut mengantar jenazah ayahnya berkata dengan suara dingin didepan pusara tepat disamping Eva.
"Kemasi barangmu kita pulang.."
"Kamu siapa?"Tanya Eva bingung
"Suamimu.."Jawabnya singkat lalu berbalik pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mitha Rhaycha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyakit Oma 2
Pemeriksaan hari itu berjalan sangat panjang dan melelahkan, mereka harus mengikuti antrian panjang dari pagi hingga sore.
Hal yang menyesakkan dada Eva adalah saat dokter berkata.
"Aku berikan rujukan ke rumah sakit provinsi saja untuk pemeriksaan lebih lanjut"Ucap dokter bedah yang masih muda itu.
"Kenapa dok?"Tanya Eva khawatir.
"Ada benjolan keras di lubang an*s Oma, saya khawatir jika itu adalah kanker" Wajah Eva berubah pucat "Tapi ini baru dugaan saya saja, karena itu saya kasih rujukan karena disana peralatannya sudah lebih baik dari disini"
Mata Eva memerah ingin menangis tapi dia berusaha tegar saat melihat wajah Omanya yang biasa saja, seolah hal ini bukan sesuatu yang mengganggunya.
"Dok, bisakah merekomendasikan obat dulu buatku?" Oma Suriani bertanya "Aku belum memutuskan untuk ke rumah sakit provinsi atau tidak"
"Oma.. Hari ini dokter kasih resep tapi hanya pereda nyeri saja juga obat flu batuk karena Oma sedang flu batuk juga. Tapi Oma tetap harus di rujuk jika ingin tau kepastian dari penyakit Oma"
"Kasih waktu satu minggu saja dok" Wajah dokter muda itu sedikit berat, tapi itu adalah permintaan pasien dia tidak bisa memaksa.
Eva menggandeng tangan Omanya keluar begitu obat di ambil. Beruntung Eva sudah mendaftarkan dirinya dan Omanya ke BPJS sejak dia lulus kuliah dua tahun yang lalu.
"Kenapa Oma menolak untuk di rujuk? Bukankah akan lebih baik jika penyakitnya cepat di obati?"Ucap Eva begitu dia dan Omanya sudah di dalam mobil.
"Hanya seminggu saja untuk melihat reaksi obat ini, siapa tau bisa ada harapan sembuh hanya dengan meminum obat saja?" Oma Suriani menjawab ringan.
Eva menggeleng pelan "Apakah Oma tidak mendengar? Kata dokter penyakit Oma harus di operasi" Eva menyampaikannya dengan se lembut mungkin takut melukai hati perempuan itu.
Sampai sekarang, Eva selalu di liputi rasa bersalah karena sudah meninggalkan Omanya selama seminggu, dia bahkan tidak sempat berpamitan tempo hari karena terlalu khawatir dengan ayahnya.
Selama ini, Eva selalu merasa jika Omanya sangat sehat, tak pernah sekalipun wanita itu menunjukkan jika dia sedang sakit. Sungguh Eva benar-benar sudah tertipu dengan wajah berpura-pura sehat Omanya.
Selama beberapa hari ini, Eva begitu sibuk. Dia mengurus Omanya terlebih dahulu barulah dia akan ke toko untuk ikut mengelola.
Kali ini pesanan undangan pernikahan sangat banyak, di tambah lagi dengan beberapa mahasiswa yang sedang menyusun skripsi yang di cetak di tokonya dalam bentuk buku.
Toko mereka terlihat sibuk akhir-akhir ini yang menjadikan Eva harus ikut turun tangan, kecepatan yang di barengi dengan hasil berkualitas lah yang di cari pelanggan.
Meskipun begitu, saat jam makan Eva akan kembali ke rumah untuk menemani Omanya makan sekaligus minum obatnya, beruntung Tante Tiara akan menemani Oma jika kerjaannya di rumah selesai.
Begitu sibuk sampai Eva lupa dengan hal lainnya, Lupa dengan Aksa apalagi dengan pernikahannya. Mungkin tidak sepenuhnya lupa, tapi karena Eva menyadari jika tidak ada hal berarti yang perlu dia ingat dari hubungan itu.
Dan karena pemikiran itulah hingga segala hal yang pernah terjadi di Jakarta bukan sesuatu yang penting bagi Eva.
Yang tidak pernah Eva ketahui adalah, bahwa sejak kepergiannya Aksa hanya bisa terlelap jika tidur di kamar yang pernah Eva gunakan. Seberapa lelahnya Aksa, dia akan sulit memejamkan matanya jika berada di kamarnya sendiri.
Tidak ada yang tau kebiasaan ini, karena Aksa akan masuk kesana pada pukul sebelas malam, dan keluar pada pukul lima subuh. Dia akan selalu merapikan tempat tidur itu sebelum pergi.
Pernah sekali-kali Aksa akan merasa kesal dengan perasaan tidak nyaman ini. Dia juga marah pada wanita tidak berperasaan yang pergi begitu saja meninggalkan belenggu di hatinya.
Tapi seperti apa perasaannya saat ini, dia tidak memiliki keinginan untuk menelponnya sekedar bertanya kapan dia kembali. Aksa juga merasa tidak perlu untuk mencari tau seperti apa kondisi istrinya sekarang dan apa yang sedang di lakukannya di kampung.
Mereka tidak sedekat itu untuk saling bertanya kabar.
Rumah besar itu menjadi lebih sunyi dan dingin selama beberapa hari ini.
Segera telah menjadi hari sabtu, semua keluarga berkumpul seperti biasa namun hingga malam menjelang keluarga tidak melihat keberadaan Aksa dan Eva.
Jika sabtu lalu mereka datang dengan kemesraan, maka saat ini keduanya tidak terlihat batang hidungnya.
Faisal dan Istrinya tidak tahu menahu dengan kejadian di rumah Aksa, karena mereka sedang berlibur ke luar negeri dan baru pulang semalam.
"Sudah hampir jam makan malam, kenapa Aksa belum datang?" Hanah bergumam seraya menghubungi putranya.
Tak berapa lama suara ponsel terdengar dengan Aksa yang sudah masuk tanpa mengangkat panggilan Ibunya.
"Aksa..." Oma Merry juga turun dan mendapati Aksa yang datang sendiri."Dimana istrimu?"
Aksa menyalami Oma nya lalu dengan dingin menatap semua orang, pakaiannya masih rapi menandakan dia baru saja dari kantor?
Bukankah ini hari sabtu?
"Bukankah sudah waktunya makan malam?" Tanya Aksa
"Kamu belum menjawab pertanyaan Oma, dimana cucu menantu Oma?"
"Pulang.."Hanya itu jawaban Aksa sebelum meraih lengan Oma nya untuk di bawa ke meja makan.
"Lihatlah menantu tidak tahu diri itu, dia pulang pun tidak mengabari keluarga"Suara sinis Hanah dari arah belakang terdengar."Benar-benar tidak ada etika"
"Bagus juga dia pulang mbak, kan jadi tidak perlu mengotori mata kita" Sela Firsyana.
"Dan lebih bagus lagi jika dia tidak kembali.."Aksa mendudukkan Nyonya Tua ke tempat duduknya seperti biasa, lalu dia melangkah keluar dari ruang makan.
"Mau kemana?"Faisal menegur putranya yang tidak ikut duduk.
"Kalian makanlah.." Aksa tidak menoleh
"Aksa.. Apa begini perilakumu? Sejak kapan kamu membangkang?" Hanah membentak putranya? Dia takut jika mama mertuanya akan murka dengan sikap Aksa.
"Makan malam ini merusak moodku.."
"Kamu..."
"Kalian menghina istriku di depanku, apa menurut kalian aku senang mendengarnya?" Lalu Aksa keluar dari ruang makan tanpa mau menoleh lagi.
"Dasar perempuan itu, apa kelebihannya hingga membuat putraku jadi seperti itu?"
"Bukan putramu yang berubah, tapi kalian" Nyonya menghentakkan tongkatnya, meja makan itu menjadi sunyi.
"Seberapa tidak sukanya kalian pada Eva, dia tetap istri Aksa sekarang. Saat kalian menghinanya di depan Aksa itu sama dengan menyakiti harga dirinya"
"Tapi mama, Aksa menikahi perempuan itu karena permintaan konyol Irawan, dia tidak menyukainya.."Sela Hanah membela diri.
"Selama ini kalian selalu mengkritik perempuan yang dekat dengan Aksa, dia akan menjadi bujang selamanya jika kalian selalu seperti ini"
"Makanlah, jangan ada lagi yang bicara omong kosong setelah ini"
Pertemuan keluarga yang tanpa di hadiri oleh keluarga Fikar dari Manado itu menjadi sunyi setelah apa yang di ucapkan oleh Nyonya Tua Merry.
Nyonya Tua menatap Aksa dari pintu setelah acara makan malam selesai. Saat ini pria itu sedang menemani Opa di kamar.
Aksa terlihat sebentar-sebentar menanggapi pertanyaan Opa yang tidak jelas karena mulutnya yang sudah tidak normal akibat stroke.
Nyonya Tua duduk di sofa yang menghadap ke halaman samping, dia menerima ponsel yang diberikan Bik Juniah lalu menelpon Eva.
Tidak lama panggilan terhubung saat dia mendengar suara Eva dari sana.
"Assalamu'alaikum, Oma.."Jawab Eva. Dia segera mengangkat panggilan begitu melihat nama Oma Merry.
"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarokaatuh. Lagi bikin apa cucu Oma?" Eva sedikit kebingungan untuk menjawab.
Apakah Oma Merry sedang bertanya perihal Aksa? Tapi dia tidak tau pria itu sedang melakukan apa.
Nyonya Tua Merry sepertinya menyadari sesuatu saat Eva hanya diam saja hingga dia tersenyum "Malam ini di acara makan bersama, Aksa datang sendiri.."
"Ohh.."Eva tiba-tiba merasa tak enak
"Sejak kapan kamu pulang? Mengapa tidak mengabari Oma? Jika tau Oma akan menitipkan oleh-oleh untuk Oma mu"
"Maaf Oma, Eva lupa memberi kabar?"
"Ya sudah, tidak apa-apa toh kamu juga punya urusan penting di sana yang perlu di selesaikan"
"Bagaimana? Apa sudah memberi tahu perihal pernikahanmu dengan Aksa?" Eva terdiam.
Diamnya Eva sebagai jawaban bahwa dia belum memberi tahu Oma nya perihal pernikahan ini.
Oma Merry menghela nafas "Apa perlu Oma yang beritahu?"
"Em, tidak perlu Oma, biar Eva yang ngomong sama Oma di sini"
Suasana sedikit hening, tiba-tiba Oma Merry mendengar suara sirene ambulance yang sangat dekat.
"Kenapa ada suara ambulance Va? Apa terjadi sesuatu?" Nyonya Tua Merry merasakan sedikit kepanikan.
"Nggak ada Oma, Eva hanya lagi berada di rumah sakit" Eva menjelaskan pelan.
"Kamu, di rumah sakit? Kenapa? Apa kamu sakit?" Eva merasakan hangat mengalir di hatinya mendengar nada khawatir Oma Merry.
"Bukan Eva, tapi Oma.."
"Oma kamu sakit? Suriani?"
Eva mengangguk, tapi dia sadar Oma Merry tidak melihatnya jadi dia menjawab "Iya".
"Yaa Allah, kapan Oma kamu sakit? Apakah parah? Apa penyakitnya?" Eva memijit pelipisnya.
"Oma masuk tadi pagi, saat ini sudah di rawat inap"Jelas Eva.
Nyonya Tua Merry tidak menyadari jika Aksa sudah sejak tadi berdiri tidak jauh darinya dan mendengar percakapan dua orang itu.
Apakah karena Oma nya sakit hingga Eva tidak kembali? Perasaannya menjadi suram, dia sibuk memarahi perempuan itu di hatinya tapi ternyata dia sedang dalam masalah.
"Riko.."
"Ya Tuan.."Riko yang sedang beristirahat di apartemennya dengan sigap menerima panggilan Aksa.
"Buatkan jadwal keberangkatan ku ke Manado"
Riko sedikit terkejut menerima perintah mendadak Aksa. Tapi dia tetap mengiyakan dan mengatur jadwal kepergian Aksa.
Aksa tidak pulang ke rumah begitu keluar dari rumah besar, dia semalaman lembur di kantor untuk menyelesaikan beberapa berkas yang harus di serahkan pada hari senin.
Aksa tidak tahu akan berapa lama berada di Manado, jadi beberapa pekerjaan yang seharusnya di kerjakan hari senin sudah dia selesaikan malam itu hingga pagi.
Begitu dia kembali ke rumah itu sudah jam sembilan pagi, Riko sudah mengatur kan jadwal untuk keberangkatan siang jadi Aksa sudah harus bersiap-siap.
Aksa memasuki kamar Eva, dia membuka laci meja dan mengambil dua buah amplop coklat di dalam.
Yang satu adalah uang mas kawinnya yang dia serahkan pada saat ijab kabul, sedangkan amplop yang satu lagi adalah uang yang Eva berikan untuk menukar barang-barang yang dia beli.
Bahkan dia pergi tanpa membawa dua amplop ini..
suka pembalasan Eva
. karakternya tangguh jangan gampang baper nanti sama Aksa ya.....tetaplah dingin dan tangguh menghadapi arogansinya si Aksa. semangat up nya Thor /Drool//Drool//Drool/