Dipaksa menikah dengan pria beristri membuat Delia berani berbuat nekad. Ia rela melakukan apa saja demi membatalkan pernikahan itu, termasuk menjadi istri sewaan seorang pria misterius.
Pria itu adalah Devanta Adijaya, seseorang yang cenderung tertutup bahkan Delia sendiri tidak tahu apa profesi suaminya.
Hingga suatu ketika Delia terjebak dalam sebuah masalah besar yang melibatkan Devanta. Apakah Delia bisa mengatasinya atau justru ini menjadi akhir dari cerita hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haraa Boo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana yang gagal
Begitu melihat mobil Devan sudah meninggalkan rumah, Delia buru-buru keluar ditemani Keyla. Mereka pergi menggunakan sepeda motor milik salah satu penjaga rumah, kebetulan memang Delia bisa mengendarainya.
Delia mengendarainya dengan sangat kencang, tak memperdulikan Keyla yang sudah ketakutan.
"Del pelan-pelan, aku takut," teriak Keyla sambil berpegangan erat pada Delia.
Delia tidak menggubris, ia terus melajukan motornya dengan kecepatan penuh berharap ia bisa segera sampai di rumah sakit.
Begitu sampai, Delia langsung memarkirkan motornya dan berlari menuju ke ruangan bapaknya.
Sedangkan Keyla, gadis itu masih mencoba mengatur napasnya. Perutnya bahkan terasa mual begitu motor yang ia naikin sudah berhenti.
Dengan napas yang memburu, Delia membuka pintu ruang VVIP. Ia melangkah masuk sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Dimana Margaret, apa dia sudah pergi?
Namun meskipun Margaret tidak ada, Delia tetap tidak bisa untuk menghilangkan prasangka buruknya. Ia segera menghampiri bapaknya.
"Pak, Tadi Nyonya Margaret kesini ya, dia ngomong apa sama bapak?" tanya Delia, meski bibirnya tersenyum namun Delia tidak bisa menyembunyikan rasa paniknya.
Pak Jaya menggelengkan kepalanya dengan susah payah. Dan Delia menyambutnya dengan hembusan napas lega.
Selama Margaret tidak mengancam ataupun menyakiti Bapaknya, Delia masih bisa untuk menahan amarahnya.
Delia lalu keluar untuk menemui perawat yang selama ini menjaga bapaknya.
Begitu menemukannya Delia langsung menariknya ke tempat yang sepi.
"Kenapa kamu membiarkan Nyonya Margaret masuk?" tanya Delia dengan sorot mata tajam.
"Kenapa saya tidak boleh menjenguk bapak kamu?" tanya Margaret sambil menyunggingkan senyum smirk-nya, tak lupa ia juga melipat kedua tangannya didada.
Delia tersenyum getir. Lalu menghampiri Margaret dan menatapnya dengan sengit. "Kalau anda berpikir bahwa saya takut pada anda, anda salah... Saya tidak pernah takut pada siapapun. Saya akan ikuti semua mau kamu tapi tunggu, semua butuh waktu. Sekali lagi anda melibatkan bapak saya dalam masalah ini. Saya tidak akan tinggal diam."
Margaret justru tertawa senang, ancaman Delia seakan tidak berarti apa-apa. "Kamu pikir kamu siapa, berani mengancam saya?!"
"Devan yang mengajarkan pada saya untuk tidak pernah takut pada anda. Bagaimana perasaan anda mendengar ini? Putra anda sendiri mengatakan hal seperti ini pada saya. Ini menunjukkan bahwa anda sudah gagal menjadi seorang ibu."
"Tutup mulutmu! Devan seperti itu juga karena kamu, kalau saja dia tidak bertemu denganmu semua ini tidak akan pernah terjadi."
"Saya ingatkan sekali lagi, jangan pernah anda datang kesini," Delia pergi meninggalkan Margaret tanpa ada perasaan takut sedikitpun.
Sementara Margaret hanya mematung di tempat sambil mengepalkan tangannya.
*****
Di tempat lain,
Devan tengah fokus menatap layar monitornya. Rupanya tanpa sepengetahuan siapapun, Devan diam-diam memiliki aksen cctv di ruangan Pak Jaya. Ia bisa melihat apapun dan siapapun yang masuk ke dalam sana, tak terkecuali saat Margaret datang dan mengancam Delia.
Devan yang sudah sangat marah bahkan tanpa sadar sampai mematahkan bolpoin yang di pegangnya.
Anna yang berada disana hanya bisa menyembunyikan rasa paniknya.
"Anna.. Kamu siapkan dua pengawal untuk menjaga ruangan Pak Jaya, sekarang!" titah Devan, membuat Anna bergegas keluar.
Melalui sambungan telpon, Devan juga langsung menghubungi Dio.
"Siapkan mobil sekarang!"
"Baik Tuan."
Devan berjalan dengan langkah cepat menuju pintu keluar. Sesampainya di depan kantor, Devan melihat Dio sudah berdiri di samping pintu kemudi.
Dengan sigap Dio berjalan mengitari mobil untuk membukakan pintu, namun belum sempat tangan Dio menyentuh handle pintu Devan justru sudah masuk ke pintu kemudi. Dan melajukan mobilnya dengan cepat, meninggalkan Dio yang masih saja mematung ditempatnya berdiri.
Devan melajukan mobilnya seperti penguasa jalanan, ia menyalip dengan sesuka hati. Bahkan Devan tidak memperdulikan umpatan orang ketika mobilnya menyalip dengan sembarangan.
Devan tidak akan bertindak sejauh ini jika tidak menyangkut Delia. Entah kenapa jika sesuatu terjadi pada Delia, rasanya Devan ingin membunuh siapapun yang sudah menyakiti gadis itu, tak terkecuali maminya.
Setelah menempuh perjalanan yang menegangkan, akhirnya mobil Devan berhasil mendarat di depan rumah Margaret. Tanpa permisi atau apapun Devan langsung membuka pintu dan mencari Margaret dengan amarah yang menumpuk.
"Tuan.. Tuan.. Nyari siapa?" tanya salah seorang pelayan di rumah itu.
"Dimana mami," tanya Devan dengan raut muka dingin membuat pelayan itu gugup dan ketakutan.
"Maaf Tuan, Nyonya sedang tidak berada di rumah"
Devan mendaratkan bokongnya di sofa. "Telfon mami dan bilang kalau aku ada di rumah, suruh dia untuk datang sekarang juga."
Pelayan itu pergi dengan patuh, ia segera berlari untuk mengambil ponselnya.
"Nyonya maaf mengganggu, ini.. Tuan Devan ada di rumah dan dia meminta Nyonya untuk segera pulang."
"Ada apa?" tanya Margaret, tidak biasanya Devan datang ke rumahnya jika tidak ada hal yang mendesak.
"Tidak tau Nyonya."
Margaret mematikan panggilan itu dan langsung meminta pada sopirnya untuk mempercepat laju kendaraan. Belum terlintas di pikiran Margaret bahwa Devan datang karena CCTV rumah sakit sehingga ia masih bisa duduk dengan santai.
Setibanya di rumah, Margaret berjalan dengan santai menghampiri Devan. Wanita itu tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa.
"Tumben kamu ke rumah mami, ada perlu apa?" tanya Margaret yang kini sudah duduk di hadapan Devan.
Devan terdiam sejenak lalu sesaat kemudian ia justru tersenyum mengejek.
Margaret yang melihat senyum itu hanya bisa mengerutkan alisnya.
"Devan sudah hafal dengan cara main mami. Apapun yang mami lakukan, Devan selalu selangkah di depan mami."
Margaret masih belum memahami ucapan Devan. Namun ia mulai curiga. "Ini maksud kamu apa?"
"Pukul 07.35 mami masuk ke ruangan Pak Jaya dan pukul 07.42 mami keluar dari sana."
Margaret terbelalak, ia tidak menyangka jika Devan benar-benar mengetahui hal ini bahkan sampai sedetail itu.
"Apa maksud kamu," kelak Margaret sambil menyunggingkan senyum gugupnya.
"Kali ini Devan nggak akan tinggal diam, sekali lagi mami mengusik Delia maka lawan mami adalah Devan," ucap Devan sambil bangkit dari tempat duduknya.
"Kamu berani melawan mami hanya untuk gadis kampung itu?" Senyum Margaret terlihat getir, tidak percaya jika putranya sendiri lebih membela istrinya dibanding ia, ibunya.
Devan terus berjalan seakan tidak ada lagi yang perlu dijelaskan dalam masalah ini.
Namun siapa sangka, ketegasan Devan justru meninggalkan amarah yang memuncak di hati Margaret. Kecewa, marah, dendam semua sudah menyatu, menjadikan Margaret semakin bertekad untuk menghancurkan Delia.
"Devan.. Kamu lupa kalau mami selalu bisa mendapatkan apa yang mami mau, kali ini pun juga akan begitu," gerutu Margaret sambil menatap lurus kepergian Devan.
BERSAMBUNG..
Hai.. Hai.. Mana nih like dan komennya, othor tungguin nih..
Othor juga mau ngucapin terimakasih banyak karena kalian sudah setia sama othor disini.
Lopee 🩷🩷🩷 buat kalian semua.
Bikin Devan salting terus sampe klepek-klepek sama Delia🥰🤭