Ayundya Nadira adalah seorang istri dan ibu yang bahagia. Pernikahan yang sudah lebih dari 20 tahun mengikat dirinya dengan suami dengan erat.
Pada suatu sore yang biasa, dia menemukan fakta bahwa suaminya memiliki anak dengan wanita lain.
Ternyata banyak kebenaran dibalik perselingkuhan suaminya.
Dengan gelembung kebahagiaan yang pecah, kemana arah pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Perubahan Suasana.
Keesokan harinya, seperti biasa Ayun menyiapkan sarapan untuk semua orang. Tidak lupa membereskan cucian, dan membersihkan rumah agar terlihat rapi dan indah.
Setelah menata makanan di atas meja, Ayun berjalan ke kamar Adel untuk memeriksa apakah putrinya itu sudah bangun atau belum.
"Adel, kenapa belum mandi? Ini udah hampir jam 7 loh," ucap Ayun saat melihat Adel duduk di atas ranjang dengan masih memakai piyama tidur.
Adel menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau sekolah." Dia kembali membaringkan tubuh ke ranjang.
Ayun mengernyit bingung, dia lalu mendekati sang putri dan menyentuh keningnya.
"Tidak demam, lalu kenapa dia tidak mau sekolah?" Ayun lalu menarik selimut yang menutupi tubuh Adel.
"Ayo bangun, Nak! Kau harus segera ke sekolah," ucap Ayun kembali.
Adel hanya diam sambil membenamkan wajahnya di bantal, lalu dengan cepat sang ibu menarik kepalanya hingga mereka berhadapan.
Ayun terkejut saat melihat wajah sembab Adel, bahkan mata gadis itu membengkak sebesar biji kenari.
"Adel, ada apa Nak?" Ayun bertanya sambil menarik tubuh Adel agar duduk. "Katakan pada ibu, kenapa kau menangis?" Dia memegang kedua bahu sang putri dan duduk saling berhadapan.
Adel menatap sang ibu dengan nanar. "Kenapa ayah menikah dengan wanita lain, Bu? Apa ayah akan meninggalkan kita?"
Deg.
Ayun terdiam saat mendengar pertanyaan sang putri. Apa yang harus dia katakan sekarang? Tidak mungkin dia berkata jika ayah putrinya mencintai wanita lain.
"Itu, itu-"
"Sudah kakak katakan untuk bertanya pada ayahmu, Adel. Kenapa kau tidak mengerti juga?"
Tiba-tiba Ezra masuk ke dalam kamar itu dan menyela ucapan sang ibu, hingga membuat Ayun dan Adel menoleh ke arahnya.
"Tapi kenapa ibu tidak bisa menjawab, ibu kan istri ayah," ucap Adel dengan tajam membuat Ezra menjadi geram.
"Sudah cukup, hentikan semua ini." Ayun beranjak dari ranjang dan berdiri di hadapan Ezra. Dia menatap putranya itu dengan getir, dan berharap agar Ezra menghentikan apa yang terjadi saat ini.
"Adikmu belum mengerti tentang semua ini, Ezra. Ibu mohon jangan mempengaruhi pikirannya," ucap Hyuna dengan pelan, bahkan bibirnya bergetar saat mengucapkannya.
Ezra menghela napas kasar. Dia lalu berbalik dan beranjak pergi dari kamar itu membuat Ayun menatap dengan sendu.
"Ya Allah, aku mohon jangan sampai terjadi pertengkaran dengan anak-anakku." Sekilas Ayun memejamkan kedua matanya, lalu kembali mengerjap dan berbalik menatap Adel.
"Suatu saat nanti kau pasti akan mengerti, Nak. Sekarang mandilah, setelah itu kita makan bersama. Hem?" Ayun memegang kedua pipi Adel dan mengusapnya dengan lembut.
Adel mengangguk patuh dan beranjak masuk ke dalam kamar mandi. Kemudian Ayun segera menyiapkan pakaian putrinya, dan berlalu keluar untuk mengajak kedua mertuanya sarapan bersama.
Beberapa saat kemudian, semua orang sudah berkumpul di ruang makan. Untuk pertama kalinya suasana pagi yang dulu selalu dipenuhi dengan keributan, kini tampak sunyi senyap.
Tidak ada lagi teriakan dari para anak-anak, juga teriakan dari ayah mereka yang menginginkan sesuatu dari Ayun. Semua orang tampak diam di tempat duduk masing-masing, membuat hati Ayun terasa teriris.
"Oh ya, apa hari ini Ayah dan Ibu jadi pergi ke rumah paman Tomi? Aku sudah menyiapkan cemilan untuk mereka, jadi nanti Ayah dan Ibu bisa membawanya," ucap Ayun sambil mengambilkan sarapan untuk Adel.
Ayun mencoba untuk mengubah suasana yang menyedihkan ini, sungguh rasanya sangat tersiksa sekali melihat semua orang terdiam sendu.
"Ibu tidak jadi pergi, Nak. Mungkin besok-besok saja," jawab Mery membuat Ayun tersenyum simpul. "Lalu, di mana Evan? Apa dia tidak ada di rumah?"
Baru saja ada sedikit pembicaraan, Ayun sudah harus terdiam saat mendapat pertanyaan dari sang mertua. Namun, dia memutar otak dan berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.
"Mas Evan sedang-"
Belum sempat Ayun menyelesaikan ucapannya, semua orang menoleh ke arah pintu saat mendengar langkah seseorang. Siapa lagi jika bukan Evan yang baru saja pulang dari rumah sang istri kedua.
"Hebat, hebat sekali." Ezra tertawa miris saat melihat kepulangan sang ayah. "Setelah memberitahu pada semua orang tentang hubungan gelapnya, sekarang dia sudah dengan terang-terangan tidak pulang ke rumah. Luar biasa sekali."
Semua orang menatap ke arah Evan dengan tajam, apalagi saat mendengar ucapan Ezra yang membuat suasana semakin panas.
Evan sendiri mencoba untuk menahan diri karena tidak mau lagi membuat keributan, dia harus tetap tenang agar situasi ini tidak semakin buruk.
"Ayah, Ibu. Maaf, tadi malam aku-"
Ucapan Evan terpaksa berhenti saat sang ibu mengangkat tangan, sebagai pertanda bahwa ibunya tidak mau mendengar apa yang ingin dia katakan.
Ayun yang melihat gelagat tidak baik segera mengajak Adel untuk keluar, dia menyambar bekal sang putri dan berlalu pergi dari tempat itu.
"Apa kau sudah memutuskan hubunganmu dengan wanita itu?" tanya Mery dengan tajam. Pertanyaannya itu tentu saja membuat Evan menghela napas kasar.
"Kau boleh menafkahi anak wanita itu, beri saja sejumlah uang pada mereka dan lupakan segalanya," sambung Mery kemudian.
Evan menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Dia lalu menghampiri sang ibu dan berdiri tepat di sampingnya.
"Maafkan aku, Bu. Aku tidak bisa melakukan itu."
Mery langsung menatap Evan dengan tajam, sementara Ezra beranjak bangkit dari tempat itu sambil membanting piring yang ada di depannya.
"Kenapa Anda tidak tinggal bersamanya saja, hah? Kenapa Anda harus kembali ke sini lagi dan mengganggu kami?" ucap Ezra dengan tajam.
"Mengganggu? Kau bilang ayah mengganggu?" tanya Evan dengan tidak percaya.
Ezra yang akan membalas ucapan sang ayah, terpaksa mengurungkan niatnya itu saat sang kakek menggelengkan kepala.
"Dasar tidak tahu malu!" Ezra lalu pergi dari tempat itu sambil mengumpat kesal.
Endri memijat pelipisnya yang berdenyut sakit, sementara Mery menatap putranya dengan nyalang.
"Kau benar-benar tidak punya pikiran lagi, Evan. Kau menolak untuk meninggalkan wanita itu, jadi maksudmu kau ingin meninggalkan Ayun?"
•
•
•
Tbc.