> "Rei Jaavu, apakah anda siap meninggalkan dunia ini dan pergi menuju negeri impian anda sekarang?"
"Jepang? Beneran aku bisa ke Jepang?"
> "Jepang? Ya, Jepang. Tentu saja."
Kata-kata itu muncul di layar laptop Rei, seperti tawaran menggiurkan yang nggak mungkin ia tolak. Sebuah sistem bernama "AniGate" menjanjikan hal yang selama ini cuma ada di dalam imajinasinya. Jepang klasik, negeri isekai, atau bahkan jadi tokoh kecil di dalam novel klasik yang selalu ia baca? Semua seperti mungkin. Ditambah lagi, ini adalah jalan agar Rei bisa mewujudkan impiannya selama ini: pergi kuliah ke Jepang.
Tapi begitu masuk, Rei segera sadar... ini bukan petualangan santai biasa. Bukan game, bukan sekadar sistem main-main. Di tiap dunia, dia bukan sekadar 'pengunjung'. Bahaya, musuh, bahkan rahasia tersembunyi menghadangnya di tiap sudut. Lebih dari itu, sistem AniGate seolah punya cara tersendiri untuk memaksa Rei menemukan "versi dirinya yang lain".
"Sistem ini... mempermainkan diriku!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RE-jaavu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Silent Word: Bagian 8
Bagian 8: Wajah Lain di Balik Senyuman
Langkah Kagami bergema di lantai atap yang sepi. Angin musim semi yang biasanya membawa kedamaian kini terasa dingin. Dia berjalan perlahan ke arah kami, berhenti hanya beberapa langkah dari tempatku dan Aiko duduk.
“Jadi, kalian sering ke sini, ya?” katanya, seringai kecil menghiasi wajahnya.
Aku menegang, pandangan mataku tak lepas dari dirinya. “Kau mau apa, Kagami?”
Dia mengangkat bahu dengan santai. “Nggak ada. Aku cuma penasaran, kenapa kau tiba-tiba jadi begitu peduli dengan Aiko-chan di sini. Biasanya kau diam saja, kan? Jadi kenapa sekarang tiba-tiba jadi pahlawan?”
Aku mengepalkan tangan di bawah meja beton, mencoba menahan diri untuk tidak terpancing. “Aku cuma nggak suka caramu memperlakukannya.”
Kagami tertawa kecil, lalu menatap Aiko. Dia tidak bergerak, tapi aku bisa melihat tubuhnya sedikit gemetar.
“Dia bahkan nggak bisa mendengar apa yang kita bicarakan sekarang,” kata Kagami dengan nada rendah. “Kau benar-benar berpikir dia peduli?”
“Kagami!” seruku, berdiri dari tempat dudukku.
Aiko mendongak, menatapku dengan tatapan bingung. Aku menoleh ke arahnya, mencoba memberikan senyuman kecil untuk menenangkannya, meski dadaku terasa sesak.
“Shizuru-san,” kataku pelan sambil mengambil buku catatan kami dari tas. Aku menuliskan sesuatu dengan cepat sebelum menyerahkannya padanya.
> Jangan khawatir. Aku akan mengurus ini.
Dia membaca tulisan itu, lalu menggeleng dengan cepat, isyarat sederhana yang menunjukkan bahwa dia ingin aku berhenti. Tapi aku sudah membuat keputusan.
Aku menatap Kagami lagi, mataku penuh dengan kemarahan yang sudah lama kutahan. “Kau puas, ya, membuat orang lain merasa rendah? Apa itu yang membuatmu merasa kuat?”
Wajah Kagami berubah untuk sesaat. Ekspresi santainya menghilang, digantikan oleh sesuatu yang lebih gelap. Dia melangkah mendekat, jarak kami kini hanya beberapa inci.
“Kau pikir kau tahu segalanya tentangku, Kenta?” katanya dengan nada rendah. “Kau bahkan nggak tahu setengahnya.”
Aku menahan napas, tapi tidak mundur. “Aku tahu kau salah. Itu sudah cukup.”
Dia menatapku lama, seolah mencoba menilai keberanian baruku. Kemudian, dia tertawa pelan dan mundur beberapa langkah.
“Kau lucu, tahu? Kau benar-benar lucu,” katanya sambil menoleh ke arah Aiko. “Tapi aku akan memberimu satu peringatan terakhir: Jangan ikut campur urusanku lagi.”
Dia berbalik, meninggalkan atap dengan langkah santai, seolah tidak terjadi apa-apa.
Aku menghela napas panjang, merasa seluruh tubuhku lemas.
...****************...
Setelah kejadian itu, aku mencoba menenangkan Aiko. Dia membuka buku catatan kami lagi, menulis sesuatu dengan tangan yang sedikit gemetar.
> Kau seharusnya tidak melawan mereka. Mereka akan menyakitimu.
Aku membaca tulisannya, lalu menuliskan balasanku dengan cepat.
> Aku tidak peduli. Aku tidak akan membiarkan mereka terus memperlakukanmu seperti itu.
Dia membaca tulisanku dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Lalu, untuk pertama kalinya, dia mengambil tanganku dengan lembut, memberi isyarat bahwa dia benar-benar menghargai apa yang kulakukan.
“Shizuru-san,” kataku pelan. “Aku janji. Apa pun yang terjadi, aku akan memastikan kau tidak sendirian.”
Dia tidak menjawab, hanya tersenyum kecil sambil mengangguk.
...****************...
Namun, malam itu, aku mendapatkan pesan tak terduga.
Ketika aku sedang menulis catatan di rumah, ponselku berbunyi. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak kukenal.
> “Jangan lupa peringatan terakhirku, Kenta. Jangan ikut campur.”
Darahku langsung membeku. Aku tahu siapa pengirimnya.
“AniGate,” panggilku dengan suara pelan.
> “Ya, User Rei Jaavu?”
“Kenapa kau tidak memberitahuku sebelumnya bahwa dunia ini akan jadi seperti ini? Kenapa kau menempatkanku di sini tanpa kekuatan apa pun?”
> “Seperti yang sudah saya katakan, User, dunia ini dirancang untuk menguji empati dan keberanian Anda. Keberanian tidak membutuhkan kekuatan fisik.”
Aku mengepalkan tangan, mencoba menenangkan amarahku. “Tapi ini tidak adil. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan.”
> “Langkah kecil, User. Ingat itu.”
Aku mendesah panjang. “Langkah kecil, ya…”
Aku menatap ponselku lagi, membaca ulang pesan itu. Kagami tidak akan berhenti. Dia akan terus menguji keberanianku, dan aku tahu aku harus menemukan cara untuk melawan tanpa merusak karakter ini.
“Aku harus melakukan sesuatu,” gumamku.
aku mampir ya 😁