Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gagal Kencan
Seminggu terasa begitu lama bagi Reca yang menantikan malam mingguan dengan suaminya. Hari ke hari Reca lalui dengan penuh semangat. Bahkan di hari kamis saja, Reca sudah menyiapkan pakaian lengkap dengan sendalnya untuk malam mingguan dengan Leo.
Tiba waktunya, sabtu pagi Reca membersihkan rumah dengan semangat. Beberapa kali ia melihat pakaian yg sudah siap pakai tergantung d balik pintu. Senyumnya merekah saat melihat Leo selesai mandi.
"Sayaaaang," panggil Reca sambil berlari memeluk Leo yang sedang mengeringkan rambut dengan handuk.
"Apa cantik?" jawab Leo sambil membalas pelukan Reca.
"Mas ganteng banget deh pagi ini," ucap Reca sambil mengusap dagu Leo yang sudah mulai tumbuh janggut.
"Pasti ada maunya ya?" ucap Leo sambil mengusap lembut wajah Reca.
Reca membenamkan wajahnya d pelukan Leo. Wajah tampan yang menatapnya penuh cinta membuat Reca tak mampu membalasnya. Sampai saat ini, Reca masih selalu salah tingkah saat Leo mesra padanya.
Laki-laki di hadapannya terlihat semakin tampan sejak pertama kali mereka bertemu. Ah lebih tepatnya dipertemukan oleh orangtuanya. Saat itu, ada acara reuni ibu mereka. Dengan sengaja, baik Bu Rani dan Bu Lena meminta anak mereka yaitu Reca dan Leo untuk menjemputnya.
Sejak pertemuan pertama, Reca sudah menyimpan hati pada Leo. Tapi tidak dengan Leo. Laki-laki dingin seperti kulkas dua pintu itu, membutuhkan waktu berkali-kali bertemu dengan Reca untuk membuatnya tertarik. Dengan berat hati, Reca harus mengakui jika dirinya adalah orang yang pertama jatuh cinta. Bahkan Leo mulai mencintainya saat ibunya mengabari jika Reca menyukainya.
"Mas, cinta gak sih sama aku?" tanya Reca tanpa menatap wajah Leo.
"Pertanyaan konyol macam apa itu?" Leo balik bertanya.
Reca selalu butuh validasi bahwa Leo mencintainya. Tapi bagi Leo, dengan menikahi Reca sudah menjadi bukti bahwa rasa cinta itu tidak perlu dipertanyakan lagi. Hal seperti itulah yang kadang menjadi bumbu dalam pernikahan yang baru seumur jagung itu.
Perdebatan itu berakhir dengan Leo yang mengalah. Ia berdiri dengan tegak dan mengangkat tangannya. Menghormat pada Reca layaknya sedang berhadapan dengan atasannya.
"Lapor, saya Leonata Sumardi memohon maaf. Saya mencintai istri saya yang paling cantik yaitu Tuan Putri Recalia Dinata, dulu sekarang dan selamanya." Leo menurunkan tangannya sambil tersenyum lebar.
Reca merasa geli sendiri melihat tingkah suaminya. Rasa takut karena berbeda usia sepuluh tahun, kini sudah pupus. Ternyata sepuluh tahun bukan jarak yang terlalu jauh. Kalau orangnya seperti Leo, Reca berpikir berbeda dua puluh tahun pun tidak masalah.
"Mau jalan kemana hari ini cantik?" goda Leo.
Setelah melakukan kesalahan, Leo segera memperbaikinya. Ia tidak mau hari ini Reca kehilangan moodnya hanya karena hal sepele seperti tadi. Lagi pula, hari ini libur. Tidak ada salahnya menikmati kebersamaan dari pagi hingga malam dengan istri kecilnya itu.
"Gak kemana-mana. Aku mau cuci sprei dan lap kaca dulu. Nanti malam kan kita mau kencan," ucap Reca.
Leo tersenyum. Istri yang dinikahinya tiga bulan lalu itu ternyata sudah dewasa. Meskipun Reca sering merengek atas hal kecil, Leo menyadari untuk usia Reca saat ini adalah sebuah prestasi. Teman-temannya masih ada yang nongkrong sana sini, kuliah, kerja, Reca justru menikmati perannya sebagai seorang istri.
"Sudah siap?" tanya Leo saat jam tangannya menunjukkan pukul tujuh malam.
"Sebentar lagi," jawab Reca sambil menata rambutnya.
Leo menunggu d depan kamar. Memperhatikan setiap gerakan Reca. Baju yang dipakai istrinya sangat cocok dengan tubuhnya yang putih dan langsing. Senyum penuh arti nampak di wajah tampan Leo.
"Kenapa Mas? Ayo berangkat!" ajak Reca yang mengerti senyuman suaminya.
"Ayo! Tapi nanti ya jangan lupa," goda Leo.
Ucapan Leo membuat Reca menggelengkan kepalanya. Tak ingin kencannya gagal dengan Leo, Reca segera menarik tangan suaminya itu. Dengan motor kesayangannya, sepasang suami istri itu tiba di depan sebuah cafe kecil. Tidak mewah namun nyaman. Tidak terlalu sepi juga. Harga yang terjangkau membuat cafe itu diminati muda mudi yang tengah berkencan.
"Kita di sana ya Mas," ucap Reca menunjuk salah satu tempat yang masih kosong.
Belum sempat Leo menjawab ucapan Reca, lengannya sudah ditarik. Duduk tepat dimana Reca menunjuk. Sebuah daftar menu segera dibuka dan Reca yang begitu antusias segera memesan beberapa makanan dan minuman. Leo hanya mengikuti apa yang Reca pesan.
"Ah, ini sweet sekali Mas. Aku rindu loh masa-masa begini," ucap Reca.
Wajah ceria Reca membuat Leo bahagia. Ia merasa berhasil menjadi suami idaman. Namun ekspresi Leo berubah saat Reca membuka tas kecil dan membawa cermin. Beberapa saat Reca menatap wajahnya di cermin. Hal itu terjadi berulang sampai Leo merasa risih.
"Kamu kenapa sih harus ngaca di tempat umum gini?" bisik Leo.
"Memangnya ada aturan ya kalau di tempat umum gini dilarang ngaca? Lagian ini cerminnya lucu, Mas." Reca memamerkan cermin di tangannya.
Beruntung makanan pesanan mereka sudah tiba. Hal ini menyudahi perdebatan tentang cermin yang membuat Leo nyaris kehilangan nafsu makannya. Di saat yang bersamaan, tiba-tiba ponsel Leo berbunyi. Nama "Pak Alam" muncul di layar ponsel Leo. Tanpa aba-aba, Leo langsung menekan tombol hijau.
"Siap Pak, saya segera ke sana." Leo mengakhiri panggilan itu.
"Maaf ya sayang, Mas harus ke kantor. Ini uang untuk bayar pesanannya. Kalau keburu, Mas jemput kamu. Kalau telat, kamu pulang naik gojek aya ya!" ucap Leo buru-buru.
"Mas mau kemana? Ini makanannya baru datang," ucap Reca sambil meraih tangan Leo yang sudah berdiri dari duduknya.
"Ini urusan kerjaan. Mas harap kamu ngerti ya," bujuk Leo.
"Tapi ini kencan pertama kita setelah menikah loh Mas. Katanya Mas janji malam minggu kita mau pacaran. Aku nunggu seminggu loh buat semua ini," rengek Reca.
Leo menghela napas panjang. Batinnya tidak tega melihat Reca kecewa. Namun logikanya tidak sama. Ini menyangkut masa depannya. Dengan lembut, Leo menjelaskan bahwa semua ini ia lakukan untuk Reca juga. Akhirnya Leo menawarkan untuk pulang dan membungkus pesanan mereka. Namun Reca menggeleng. Ia memilih untuk menikmati makanan itu di cafe. Ya, meskipun sendirian. Paling tidak, ada banyak orang di sana. Itu lebih baik dari pada ia makan di rumah ditemani air mata.
"Maaf ya sayang!" ucap Leo lembut sembari mengecup punggung tangan Reca.
Reca mengangguk sembari menyunggingkan senyum yang penuh dengan keterpaksaan. Pada akhirnya Reca harus menerima kenyataan jika Leo sudah pergi. Meninggalkannya dengan makanan dan minuman di atas meja.
Cermin kecil itu diraih dan diangkat. Kembali Reca menatap cermin. Mengamati wajahnya dari pantulan benda kesukaannya itu. Hatinya menjerit. Ada rasa kasihan atas raga yang tengah ditatapnya. Namun, semua ini harus dijalani.
"Ca," panggil seseorang yang wajahnya tidak asing bagi Reca.
Seketika wajah Reca berubah menjadi lebih ceria.
maaf ya
semangat