Kejadian tak pernah terbayangkan terjadi pada Gus Arzan. Dirinya harus menikahi gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. "Saya tetap akan menikahi kamu tapi dengan satu syarat, pernikahan ini harus dirahasiakan karena saya sudah punya istri."
Deg
Gadis cantik bernama Sheyza itu terkejut mendengar pengakuan pria dihadapannya. Kepalanya langsung menggeleng cepat. "Kalau begitu pergi saja. Saya tidak akan menuntut pertanggung jawaban anda karena saya juga tidak mau menyakiti hati orang lain." Sheyza menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Sungguh hatinya terasa amat sangat sakit. Tidak pernah terbayangkan jika kegadisannya akan direnggut secara paksa oleh orang yang tidak dikenalnya, terlebih orang itu sudah mempunyai istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anotherika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Hati suami mana yang tidak sakit melihat istrinya tak berdaya diatas ranjang rumah sakit seperti ini. Bahkan untuk berbicara saja ummi Zulfa tidak bisa. Mulutnya hanya bisa bergerak perlahan tapi tidak bisa mengeluarkan suara. Tangan dan kakinya tidak bisa digerakkan. Matanya berulang kali meneteskan cairan bening.
Kyai Rofiq tergugu disana. Mengucapkan istighfar berulang kali, berdoa pada Allah agar istrinya menjadi sehat seperti sedia kala.
Nabila yang melihat sang ummi dan abahnya menangis pun ikut meneteskan air mata. Dirinya tidak tega melihat keadaan umminya saat ini.
"Ummi, ummi yang sabar ya, Allah pasti kasih kesembuhan buat ummi. Kata dokter juga ummi bisa sembuh kok. Ummi yang sabar ya," ucap Nabila.
Ummi Zulfa menitihkan air matanya lagi karena tidak bisa membalas perkataan anak gadisnya. Dirinya amat sangat sedih dengan keadaannya seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah takdir yang Allah berikan untuknya. Mau tidak mau ummi Zulfa harus ikhlas menerima semua ini.
"Ummi mau makan? Biar Bila suapin ya," Nabila meraih mangkuk yang memang disediakan untuk sang ummi dari rumah sakit.
Ummi Zulfa makan dengan kesusahan. Kyai Rofiq yang melihat itu tidak tega. Dirinya tak kuasa menahan sesak di dalam dadanya.
Ceklekk
Pintu ruang inap dibuka, muncullah sosok Anisa masuk ke dalam ruangan itu. Ummi Zulfa memang sudah dipindahkan dari ICU ke ruang VIP. Tadi Arzan sempat memberitahu Abah dan juga adiknya sebelum mereka ke rumah sakit lagi, hingga mereka langsung menyusul ke ruang VIP ini.
"Assalamualaikum ummi, bagaimana kabarnya?" Tanya Anisa sembari tersenyum manis ke arah ummi Zulfa. Sebenarnya dirinya agak gugup karena takut jika ummi Zulfa sampai mengatakan yang sebenarnya kepada suami dan yang lainnya. Tapi jika dia tidak datang, pasti mereka juga akan mempertanyakan nya. Jadi, dengan terpaksa Anisa datang. Berpura-pura menjadi orang yang paling sedih diantara yang lain agar tidak ketara kalau dirinya lah penyebab ummi Zulfa sampai seperti ini.
Ummi Zulfa melotot melihat keberadaan Anisa. Rasa takut langsung menyeruak di dalam hatinya. Bayang-bayang kejadian beberapa jam yang lalu saat Anisa membentaknya terlintas di dalam kepalanya.
"Emm emmm,"
"Ummi mau sesuatu?" Tanya Nabila. Sendok yang sudah berisi bubur untuk sang ummi menggantung di udara, tidak jadi di siapkan pada ummi Zulfa.
Ummi Zulfa terus mantap Anisa dengan melotot, bibirnya sampai bergetar karena berusaha mengeluarkan suaranya. Namun nihil, suaranya hanya tertelan di tenggorokan.
Anisa yang melihat itu terkejut, lalu kepalanya menoleh ke arah kyai Rofiq. "Ummi kenapa Abah?"
Kyai Rofiq menghembuskan nafasnya kasar. "Ummi terkena stroke, sebagian tubuhnya tidak bisa digerakkan. Ummimu bahkan tidak bisa bicara sama sekali Anisa."
Mendengar perkataan dari kyai Rofiq, Anisa langsung senang, hatinya mendadak lega tiba-tiba. Tak dipungkiri dirinya bahagia sekali karena apa yang dia takutkan tidak akan pernah sampai terjadi. Dia berharap mertuanya itu tidak bisa sembuh sama sekali.
"Astaghfirullah, ummi ya Allah," Anisa berakting menangis sambil beringsut memeluk tubuh ummi Zulfa. Hal itu disaksikan oleh Nabila dan kyai Rofiq.
"Maaf ya ummi, tapi ini hukuman buat ummi karena tidak membela menantu sendiri tapi malah membela orang lain. Aku doain supaya ummi tetap seperti ini, karena ummi itu mertua yang durhaka sama menantunya." Bisik Anisa di samping telinga ummi Zulfa.
Ummi Zulfa kembali meneteskan air matanya mendengar perkataan dari menantu yang disayanginya itu. Dadanya sesak mengingat betapa dirinya menyayangi Anisa seperti putrinya sendiri. Dia tidak pernah membedakan anak dan menantunya.
Anisa melepaskan pelukannya lali berdiri di samping ummi Zulfa. "Ya Allah kasihan sekali ummi, hiks hiks. Aku tidak tega melihat ummi seperti ini,"
"Mbak tenang saja, karena sebentar lagi ummi juga bakalan bisa jalan, bisa bicara, bisa aktifitas seperti biasa. Dokter sudah memberikan penanganan untuk ummi," terang Nabila.
Deg
Jantung Anisa berdegup kencang mendengarnya. Ini tidak bisa dibiarkan! Kalau sampai ummi Zulfa bisa bicara, semuanya akan ketahuan. Mendengar kabar tak sedap itu membuat hati Anisa bergemuruh hebat.
"Aku juga sedih mbak, melihat keadaan ummi seperti ini. Tapi bang Arzan sudah mencari dokter terbaik untuk kesembuhan ummi. Jadi mbak tidak perlu khawatir, karena dokter yang menangani ummi adalah dokter yang paling bagus di kota ini. Tadi Abah juga sudah sempat berkonsultasi dengan dokternya." Sambung Nabila lagi, membuat Anisa semakin tidak tenang.
"O-oh ya? Baguslah kalau begitu," kata Anisa mencoba menimpali dengan tenang.
Nabila tersenyum tipis melihat kakak iparnya tidak bisa berkutik seperti itu.
***
"Pak istri saya dimana?" Tanya Arzan setelah sampai di kawasan apartemen. Bahkan Arzan sampai parkir mobilnya dengan sembarangan karena saking takutnya dengan keadaan sang istri. Takut terjadi sesuatu dengan istri rahasianya, apalagi Sheyza saat ini tengah mengandung buah hati mereka. Arzan tidak ingin kehilangan buah hati yang sudah sedari lama dirinya nanti-nantikan.
Melihat bagunan mewah didepannya sudah habis tidak terbentuk lagi, membuat hati Arzan semakin tidak tenang.
"Istri mas yang mana ya? Soalnya tadi ada korban satu perempuan dan baru saja di evakuasi sama polisi. Kami juga tidak tahu itu siapa karena mukanya hangus mas. Wajahnya tidak bisa dikenali sama sekali. Kemungkinan juga apinya berasal dari unit mbak nya ini," terang pak satpam.
Deg
Jantung Arzan berdebar kencang mendengar kabar dari pak satpam. Pikiran buruk langsung berkelebat di salam kepalanya.
"Mana lagi hamil muda lagi, kasihan sekali. Suaminya juga lagi tidak ada di sana waktu kejadian, kasihan sekali nasibnya. Masih muda lagi,"
Sudah tidak tahan lagi, Arzan langsung menghampiri mobil polisi yang sedang menaikkan jenazah korban kebakaran.
"Pakk tunggu! Berhenti !! Saya mau lihat dulu," kata Arzan menahan lengan polisi yang akan masuk ke dalam mobil
Polisi itu mengangguk. "Oh mas ini suami mbaknya ya? Ekhm tapi wajahnya sudah tidak bisa dikenali lagi." Ucap polisi.
Arzan meneguk ludahnya. Bibirnya bergetar hebat, matanya memanas karena ingin menangis. Hatinya sangat tercabik-cabik jika benar perempuan yang ada dalam kantong jenazah itu adalah istrinya.
"Pak tolong tunjukkan," kata Arzan ingin memastikan.
Polisi mengangguk lalu berjalan ke belakang bak mobil. Setelah nya mereka berdua naik ke dalam bak mobil untuk melihat kantong jenazah nya.
"Buka saja mas,"
Dengan tangan yang bergetar hebat, Arzan mengulurkan tangannya pada kantong jenazah. Jantungnya berdebar tak karuan. Rasa takut mulai menggerogoti hatinya. Bayang-bayang senyum Sheyza melintas di kepalanya, membuat Arzan sedih luar biasa.
Saat tangan itu hampir membuka kantong jenazah,
"Mas Arzan!!"
Suara itu, suara yang sangat dikenali olehnya. Arzan menengok ke belakang dan saat itu, matanya bertemu dengan mata gadis yang disayanginya.