Kehidupan seorang perempuan berubah drastis saat dirinya mengalami sebuah keajaiban di mana ia mendapatkan kesempatan hidup untuk kedua kalinya.
Mungkinkah kesempatan itu ia gunakan untuk membalas semua sakit hati yang ia rasakan di kehidupan sebelumnya?
Selamat datang di kehaluan Mak othor yang sedikit keluar dari eum....genre biasanya 🤭.
Semoga bisa di nikmati y reader's 🙏. Seperti biasa, please jangan kasih rate bintang 1 ya. kalo ngga suka, skip aja. Terimakasih 🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Vanesha dan genk nya masuk ke kelas. Pandangan gadis itu langsung tertuju pada meja Aisha.
Anak baru yang belum lama ini jadi anggota di kelas elit itu menjadi pusat perhatian tiga pemuda tampan incarannya.
Pergi Asha, datang Aisha! Ngga bisa di biarin! Batin Vanesha yang melewati meja Aisha.
Aisha tak ambil pusing lirikan maut Vanesha, tapi justru tertuju pada sosok Mutia.
Gadis itu terlihat paling berbeda di antara tiga temannya itu. Mutia menunduk dalam saat melewati bangku Aisha.
"Jadi, Lo beneran ngga ikut turun lapangan lagi?", tanya Dion lirih. Aisha menoleh pada Dion, tampaknya baru Dion lah yang percaya jika dirinya Asha.
"Huum! Seorang satria tentu tidak akan melanggar janjinya!", jawab Aisha.
"Apa dia mengekang mu?", tanya Dion lagi. Sepertinya sejak Asha menjadi Aisha, pemuda itu lebih cerewet. Nikala dan Visnu saja diam sejak tadi. Hanya saja, mereka duduk mengelilingi Aisha.
"Hah! Ya begitulah! Tapi sejauh ini masih wajar sih! Cuma...gue juga pengen balas penderitaan Aisha selama menjadi menantu di rumah itu."
Dion menaikkan salah satu alisnya.
"Yah! Sepertinya gue pernah bilang kalo Aisha mendapat kekerasan di rumah itu. Fazal juga selingkuh dengan Naura, adik ipar bokap gue! Hah!!! Ngga tahu kenapa gue masih belum bisa lupain penderitaan gue karena sikap bokap selama ini!"
Ketiga pemuda itu saling melempar pandangan.
"Gue rasa bokap Lo udah berubah, Sha!", kata Nikala buka suara. Aisha pun mendongak.
"Berubah apanya?"
"Sejak Asha meninggal eum...sorry! Om Gatan selalu ngunjungin makam Asha!", jawab Nikala.
Aisha terdiam.
"Tapi jasad Asha sudah mati, Nik! Mau seribu kali sehari dia datangi makam, anaknya ngga bakal bangkit lagi!", Aisha tampak meremas kedua tangannya.
"Lo bisa nemuin Om Gatan, dengan diri Lo sekarang!", ujar Visnu. Aisha menatap tajam pada salah satu sahabatnya itu.
"Sejauh ini, gue masih benci sama lelaki pengkhianat itu Nu!", sahut Aisha.
Obrolan mereka berempat memang bisik-bisik. Lagi pula siapa yang berani menguping pembicaraan trio tampan itu.
Suara langkah kaki memasuki ruang kelas itu. Nikala, Dion dan Visnu pun kembali ke bangku mereka masing-masing.
Guru yang memasuki ruang kelas itu pun merasa heran. Kenapa ketiga sahabat mendiang Asha bisa langsung dekat dengan Aisha, si anak baru. Apakah karena Aisha cantik? Atau memang karena mereka menganggap Aisha adalah Asha?
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Naura mendatangi kantor Fazal. Sayangnya Fazal tak ke sana, perempuan itu tak tahu jika Fazal sedang ada urusan di kantornya yang tak lain kantor Naura juga.
Sayangnya, mereka tidak bertemu di waktu yang sama.
"Maaf Bu, pak Fazal mamang tidak datang ke kantor hari ini", jawab salah satu staf yang ada di sana.
"Jangan bohong, kalian pasti sudah di perintah Fazal kalau saya datang, dia tidak di tempat. Begitu kan?", tanya Naura ngeyel.
Staf itu sampai menggelengkan kepalanya karena sudah kesal sejak tadi menghadapi Naura.
"Terserah anda saja Bu! Yang jelas, saya sudah mengatakan yang sebenarnya. Pak Fazal tidak datang ke kantor! Permisi!", kata staf itu yang memilih mengabaikan Naura.
"Mereka ngga tahu aku siapa? Hah!!", ujar Naura gusar.
Para staf hanya menggeleng heran. Mamang siapa dia? Kenapa mereka harus mengenal perempuan itu?
Naura keluar dari kantor itu lalu kembali ke kantornya. Sejak Fazal memutuskan hubungan mereka, Naura seperti kehilangan tambang emas.
Fazal memang tak pernah sampai mengajaknya berhubungan badan. Hanya hampir beberapa kali. Tapi selalu saja lelaki itu menghentikan diri sebelum sampai ke permainan inti.
Makanya, Naura sebenarnya was-was jika Fazal bisa menyangkal semua yang Naura tuduhkan padanya.
Apalagi kakek dan ayahnya yang akan turun tangan. Harapan Naura adalah Eva. Ibu dari Fazal yang sejak awal mendukung hubungan mereka. Dan Eva sama sekali tak menyukai Aisha sang menantu pilihan kakek Abidzar.
"Tante Eva! Ya....cuma Tante Eva dan Binar yang bisa bantu gue!", monolog Naura sambil meremas setir mobilnya.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
"Ke kantin?", tanya Dion pada Aisha. Gadis itu mengangguk pelan. Lalu keempatnya pun keluar bersama menuju ke kantin.
"Sialan tuh anak! Makin lengket aja sama mereka!"
"Udah Nesh, sikat lagi aja tuh anak!"
"Nggak harus langsung kaya si Asha itu kan?"
"Stop! Kalian keterlaluan! Jangan ada Asha berikutnya! Kalau memang mereka tidak menyukai kalian, sebaiknya kalian mundur saja. Perasaan tidak bisa di paksakan!", kata Mutia meski sebenarnya ia sendiri takut pada ketiga teman satu Genk nya.
Vanesha mencengkram dagu Mutia dengan kencang. Mutia sampai mendongakkan kepalanya menatap Vanesha.
"Udah berani Lo nasehatin kita, heum?", tanya Vanesha.
"Gede juga nyali Lo, Mut? Mau ngadu ke orang? Coba aja! Yang ada Lo sendiri yang bakal mendekam di penjara. Lo ngga lupa kan, siapa ortu kita dan siapa ortu Lo??"
Vanesha melepas cengkeramannya. Seringai kecil muncul di bibirnya.
"Bangun! Pesenin kita makan! Sekarang!", bentak Vanesha. Mutia yang tak mampu melawan hanya menuruti perintah Vanesha untuk ke kantin lebih dulu.
"Lo khawatir ngga kalo suatu saat Mutia bakal buka suara?"
Vanesha menoleh ke sahabatnya.
"Itu artinya dia cari mati! Kantin!", ajak Vanesha pada dua sahabatnya.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Hari sudah beranjak siang. Sandy hanya di temani oleh baby sitternya ke sekolah. Sedang Ana sendiri pergi entah ke mana.
"Den, mama belum jemput. Main di kelas saja ya!", kata si mbak.
Sandy menggeleng pelan.
"Sandy mau pulang,mba!", jawab bocah itu. Sepertinya memang bocah berusia di bawah lima tahun itu kurang sehat.
Si mba memegang kening Sandy.
"Ya Allah, den Sandy! Badannya panas banget!", si mba mulai cemas. Ia pun menghubungi Ana. Sayang Ana tak menyahut panggilannya.
Lalu si mba pun menghubungi Gatan yang kebetulan baru selesai meeting dengan kliennya.
[Hallo, Mba?]
[Tuan, den Sandy demam tinggi. Sekarang masih di sekolah.]
[Di mana Ana?]
[Nyonya ...nyonya tidak bisa di hubungi Tuan]
Gatan berdecak kesal. Bisa-bisanya anaknya sakit sang ibu malah tidak bisa di hubungi.
[Tunggu sebentar ,saya ke sana sekarang!]
[Baik Tuan!]
Si mba meminta guru yang ada di sekolah itu untuk memberi pertolongan pertama pada Sandy dengan mengompresnya. Beruntung selalu tersedia kompres sachet di sana.
Gatan pun meluncur ke sekolah anak bungsunya. Dan setibanya di sana, ia pun membawa Sandy ke rumah sakit terdekat.
Sesampainya di sana, Sandy lansung di sambut oleh petugas.
Gatan sangat khawatir dengan kondisi Sandy. Ia tak mau kehilangan anak lagi setelah kepergian Asha.
Dokter yang menangani Sandy pun keluar dari ruang pemeriksaan. Dokter pun menjelaskan bahwa trombosit Sandy sangat rendah. Dan untuk mengantisipasi hal yang kurang baik, dokter menyarankan untuk pemeriksaan terhadap Sandy juga Gatan jika sewaktu-waktu Sandy membutuhkan transfusi darah.
"Bagaimana bisa Ana mengabaikan kesehatan anak sendiri! Apa kerjaannya selama ini!", ujar Gatan kesal. Ia tak menyalahkan pengasuh Sandy karena biar bagaimana pun juga, Ana sebagai ibunya pun harus memperhatikan anaknya.
Pemeriksaan terhadap Gatan pun selesai. Dokter mengatakan bahwa Gatan tak bisa menjadi pendonor bagi Sandy karena golongan darah mereka yang berbeda.
"Bagaimana bisa golongan darah kami berbeda dok?", tanya Gatan.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸
terimakasih 🙏🙏🙏
Gantung2 Mulu biar penasaran 🤭🤭🤭