***++ Harus bijak memilih bacaan ya guys...
Malam panas satu malam ku dengan lelaki asing membuatku tidak bisa lepas dari lelaki itu. Belakang aku tahu ia adalah Dokter spesialis penyakit dalam di Rumah sakit Mamaku dan kebetulan lelaki itu adalah Dokter yang merawat mamaku. Ia srorang duda yang haus akan hubungan panas di atas ranjang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qolbie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 HANYUT DALAM....
Seketika itu pula aku tersadar sentakan tubuhku mengagetkanku sendiri ketika aku merasakan jemari tangan lelaki itu sudah meraih kedua sisi pinggang rampingku dan bergerak perlahan maju ke depan seolah Tengah mengukur berapa lingkar pinggangku di sana. aku terdiam mematung begitu saja tidak bisa bergerak sedikitpun dari tempatku. Meski saat itu tubuhku gemetaran. tiba-tiba kedua kakiku langsung lemas begitu saja bahkan seluruh tubuhku seolah sudah tidak bisa untuk seimbang berdiri lagi rasanya aku ingin ambruk begitu saja di sana.
perlahan aku merasakan tubuh bagian depan lelaki itu mendesak maju ke arahku hingga aku merasakan tubuhku semakin terhimpit oleh bagian depan tubuhnya yang kian mendesak. aku tidak bisa maju ke depan karena di bagian depan tubuhku terdapat sandaran sofa karena saat itu aku berada di belakang sofa tersebut.
"Tenanglah..."
tiba-tiba aku mendengar bisikan lelaki itu tepat di salah satu sisi daun telingaku yang mencoba untuk menenangkanku seolah lelaki itu tahu jika aku saat itu hampir pingsan hanya karena berdekatan dengannya. bahkan aku sempat untuk menggerakkan kepalaku karena aku merasa asing dengan perlakuan demikian aku tidak pernah merasakan sebelumnya ada hembusan lembut yang hangat menerpa daun telingaku seperti saat itu.
"ternyata memang benar dugaanku," bisik lelaki itu lagi yang bisa aku dengarkan dengan sangat jelas. dimana lelaki itu tahu jika ternyata daun telingaku begitu sensitif menurutnya.
"Hemz... a... apa?" aku bertanya dengan nada suara terbata-bata seolah aku tidak mengerti maksud dari perkataan lelaki tersebut. Namun lelaki itu tidak menjelaskannya.
Aku merasakan kedua tangan lelaki itu dengan jemari yang semakin menaut erat di bagian depan perutku mulai bergerak merangkak meraih kancing kemeja tepat di bagian samping jemari tangannya. Membukanya dan menyusupkan jemari itu di sana. Hingga kulit perutku bisa merasakan permukaan telapak tangan yang sedikit kasar itu mengusapnya.
"Ugh," tiba-tiba terdengar dengusanku yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Dengusan itu membuatku terkejut karena suara itu keluar dari bibirku. Tidak cukup sampai di sana ketika aku terkejut dengan apa yang aku lakukan sendiri. Aku sudah mulai merasakan hembusan nafas lembut yang hangat menerpa kulit jenjang leherku.
"Akh!" kali ini aku memekik tertahan karena ulahnya hingga aku tersentak dan hampir menjauh dari wajah Dokter tampan itu. Kulit ku bisa merasakan jika saat itu bibirnya tersenyum ketika melihat ekspresiku yang tersentak karena ujung bibirnya yang mengecup.
Aku langsung merasa sedikit lega karena lelaki itu menarik kedua tangannya yang awalnya mengalung pada tubuhku kini mulai mengendur dan melepaskan tubuhku begitu saja. Namun ternyata kelegaan itu hanya sesaat saja, nyatanya kedua tangan itu meraih kedua sisi lengan tanganku dan menariknya hingga membuat tubuhku menghadap ke arahnya. kini kita saling berhadapan satu sama lain dengan tubuhku yang masih terdorong dan terhimpit dengan menyandar dan menekan sandaran sofa di belakangku.
"Kenapa dia Jadi terlihat begitu tinggi? Aku bahkan hanya sebatas lengan bawahnya saja,"
perlahan aku mengangkat wajahku berusaha menatap wajahnya meskipun hanya untuk sesaat hingga tatapan kami bertemu satu sama lain dan aku menyerah lalu menundukkan wajahku kembali seolah aku tidak sanggup untuk tetap menatapnya. aku tidak sadar jika sadari tadi kedua telapak tangannya sudah menyentuh pada kedua sisi pinggulku dan bertengger di sana.
Aku bisa melihat lelaki yang ada di depanku mulai menundukkan wajahnya mendekat ke arahku. Jantungku semakin berdetak kencang dan tidak bisa aku kendalikan lagi saat aku merasa wajah kami benar-benar sudah sangat dekat dan dekat. Aku tidak tahu mengapa malah menutup mataku dan mulai mengatupkan rapat bibirku seolah melipatnya kedalam agar lelaki itu tidak meraihnya.
Aku bahkan bisa merasakan lelaki itu tersenyum tepat di depan wajahku.
"Kau sudah tahu namaku, apakah kau tidak memiliki niatan untuk memberitahu siapa namamu?"
"Hah! dia tidak jadi akan menciumku?"
aku langsung terjaga ketika aku menyadarinya aku lalu membuka mataku lebar-lebar dan aku bisa melihat wajahnya yang memang semakin dekat tepat di hadapan wajahku. kedua mataku kian membelalak lebar ketika aku menyadarinya.
"Emb... Jasmine. Panggil aku Jasmine,"
aku memberitahukan namaku padanya aku berharap lelaki itu akan langsung menghafal namaku.
"Kau takut padaku?"
Aku pun langsung menganggukan kepalaku beberapa kali ketika aku mendengar pertanyaan itu keluar dari bibirnya namun ketika aku menyadari jawabanku itu aku langsung menyangkalnya, aku lalu menggelengkan kepalaku tanda jika aku tidak takut padanya bukan karena sungguhan Aku tidak takut padanya tapi karena aku khawatir apa yang aku lakukan bisa menyinggung perasaannya.
Aku merasakan lelaki itu meraih kedua sisi ketiakku dan mengangkatku begitu saja hingga terduduk di atas sandaran sofa yang ada di belakangku. Sontak karena aku begitu terkejut dan aku takut akan jatuh akhirnya aku langsung mengalungkan kedua tanganku tepat ke jenjang lehernya, seolah aku memeluk erat jenjang leher lelaki itu.
wajah kami hampir bersinggungan meskipun aku menempatkan wajahku tepat di samping wajahnya. Namun tetap saja, panas yang menguar dari kulit jenjang leher lelaki itu bisa aku rasakan dengan jelas.
"Tenang... aku akan perlahan melakukannya. Meskipun harusnya kau sudah tahu jika aku tidak bisa setenang itu,"
"Gluk," aku meneguk ludahku sendiri sekali teguk. Aku semakin mengeratkan kedua tanganku disana saat aku merasakan telapak tangan kasar itu sudah merayap menyusuri luar pahaku yang terbuka, perlahan tapi pasti merangkak naik hingga mengusap bagian dalam paha yang semakin membuatku memejamkan mata dengan rapat.
"Cup," aku merasakan lembut permukaan menyentuh kulit bibirku. Aku masih memejamkan mata. Geli seketika merayapi tubuhku saat aku merasakan jemari tangan lelaki itu kian merayap semakin dalam dan dalam bahkan sampai hampir ujung pangkal pahaku. Bersamaan kecupan itu berulang beberapa kali yang membuai. Gemuruh di dalam diriku semakin menjadi hingga membuat bulu kuduku meremang seketika.
Aku merasakan desakan tubuh lelaki itu memaksa masuk diantara sela kedua kakiku dan membuaku terpaksa membuka menyamping keduanya. Sensasi yang tercipta semakin intens ketika aku merasakan sesuatu yang hangat dan lembut membelai bibirku secara bergantian, seolah memaksa menyeruak masuk saat bibirku terbuka. Jantungku hampir meledak ketika geliatan lembut itu mulai mencari ujung lidahku di sana dengan bibirnya yang masih terus bergerak membelai di bibirku.
"Aku tidak tahan! aku tidak sanggup lagi dengan serangan ini, sungguh!" teriakku dalam hati saat aku benar-benar seolah sudah diambang antar tubuh melayang dan hampir jatuh. Jemari tanganku semakin berani untuk menyentuh helaian rambut lelaki itu dan sesekali menariknya kuat saat mengekspresikan apa yang aku rasakan.
"Ouh cukup pak Dokter!" protesku sembari terengah-engah dan mendorong tubuh lelaki itu agar menyudahi paksa ciuman dan sentuhannya dari tubuhku. Cekikik tawa bisa aku lihat di bibirnya seolah tengah mengejekku. Namun aku masih berpegang pada kedua sisi pundaknya.
"Menarik." Kata-kata lirih yang bisa aku dengan dari bibirnya.