Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Candra turun dari lantai lima ke lobby dan mengajak Shima menemui Deril secara pribadi di ruangannya.
Bagi Shima, keinginan Deril agak berlebihan, dia bisa turun untuk tanda tangan. Sementara Danu Dirja sudah dalam perjalanan, saat Shima memintanya datang.
“Apa aku yang harus ke sana, Pak Candra, apa dia gak bisa ke sini saja?”
“Nyonya, Anda masih istrinya, jadi jangan sungkan!”
Shima mau tidak mau mengikuti Candra menemui Deril, menggunakan lift khusus ke ruang pribadi suaminya.
Semua mata yang melihat kejadian itu, memandang Shima dengan tatapan aneh. Dia memang dikenal sebagai kekasih Bos. Akan tetapi, ada satu wanita lagi yang bernama Karina, yang akhir-akhir ini sering berkunjung.
Tentu saja mereka tidak tahu seperti apa hubungan antara Shima, Deril dan Karina. Kabar tentang pribadi dan rumah tangga sang atasan selalu menjadi misteri yang sulit mereka pecahkan.
Shima dipersilahkan menemui Deril sendiri oleh Candra, yang hanya mengantar sampai di pintu. Setelah Shima masuk, dia menutup pintu ruang Bos rapat-rapat.
“Mana pengacaramu?” Deril bertanya begitu melihat Shima berdiri dengan kaku di depan pintu.
Suasana menjadi sedikit canggung. Kalau dulu, Shima akan langsung melompat ke pangkuan Deril dan melingkarkan tangan ke lehernya. Lalu, berciuman sepuasnya di balik meja Presdir itu. Namun, sekarang dia tidak bisa melakukannya.
"Sebentar lagi dia datang membawa suratnya." kata Shima, suaranya berat dan gemetar menahan kesedihan. Ruangan itu menyimpan begitu banyak kenangan.
“Kemarilah!” kata Deril lagi sambil menjentikkan jari telunjuknya.
Shima tetap diam di tempatnya, kakinya seolah terpaku di sana. Deril sangat tidak sabaran, hingga dia menghampiri Shima dan memeluknya dengan erat.
“Apa kamu gak kangen pelukan lagi kayak dulu? Apa kamu gak mau cium aku? Bilang sama pengacara kalau kamu gak mau bercerai denganku ... Shima ...,” katanya, sambil menghirup udara di sekitar leher Shima tanpa melepaskan pelukannya.
“Deril, jangan begini ...!” Shima berusaha melepaskan pelukan Deril dengan sekuat tenaga, tapi pria itu semakin mempererat pelukannya.
Dalam hatinya bingung, sebenarnya siapa yang ada dalam hati Deril. Apakah dirinya, atau Karina? Membayangkan Deril melakukan hal yang sama pada Karina. Tiba-tiba dia merasa mual.
Deril yang sekarang benar-benar cerewet!
“Deril, dengarkan dulu aku mau ngomong!”
“Apa?”
“Yang pertama, aku gak bisa bersama lagi sama kamu karena sekarang ada Karin—“
“Memangnya kenapa kalau ada dia?”
“Yang kedua, aku tetap mau pisah sama kamu, karena gak mau dipoligami dan aku juga gak akan bisa akur sama Karina, jadi lebih baik kita berpisah saja.”
“Apa kamu membenciku? Poligami itu gak salah!”
“Bukan begitu, semua alasanku sudah jelas, apa kamu gak ngerti juga?”
“Jadi, seperti ini kemauanmu? Hidup terpisah dariku?”
“Ya!”
Deril tersenyum masam, dia tidak bicara apa pun lagi. Dia melepaskan pelukan dengan berat hati, lalu berjalan ke belakang meja kerjanya.
Kemudian, dia mengeluarkan sebuah berkas dalam sebuah map berwarna pink. Warna map yang tidak biasa untuk berkas urusan kantor.
Deril sudah mempersiapkan semua itu sejak dua hari yang lalu, dia hanya memikirkan apa yang Shima inginkan saja.
“Tanda tangani di sini dulu!” katanya, sambil menunjukkan tempat di mana Shima harus tanda tangan.
“Ini perjanjian yang harus kamu setujui, dan aku akan menandatangani surat gugatan ceraimu kalau pengacaramu datang nanti.”
Shima duduk di hadapan Deril dan membaca isi perjanjian itu, setelah selesai membaca, dia bukannya tanda tangan tapi justru melotot pada Deril.
“Perjanjian apa ini, kita mau bercerai bukannya mau menjadi suami istri! Deril, mana ada mantan istri yang harus izin sama mantan suami kalau mau pergi ke luar kota atau tempat yang jauh?”
“Apa itu salah?”
“Jelas salah, ini lagi, masa sih, aku gak boleh dekat-dekat sama cowok lain apalagi kalau mau nikah lagi juga gak boleh?" kata Shima, sambil menunjuk beberapa poin dalam perjanjian yang dibuat Deril untuk dirinya.
“Jadi, itu juga salah? Kalau gak mau ya sudah, aku gak mau tanda tangan!”
Shima hampir saja meremas berkas itu sambil memejamkan mata, kalau dia tidak tanda tangan maka artinya tidak jadi bercerai. Namun, kalau tanda tangan, doa sama sekali tidak bebas untuk pergi dan berteman.
Dia bagai makan buah simalakama.
Perjanjian macam apa itu?
“Ini, ada kartu bank buatmu, pin-nya, tanggal lahirmu, ada lima milyar di situ, kamu bisa memakainya untuk apa saja, kalau masih kurang, kamu tinggal bilang saja!”
Kali ini, ucapan Deril seperti air terjun yang sejuk, yang dari celah-celah pepohonan di tepi pegunungan. Airnya menawarkan keindahan pemandangan dan memanjakan mata.
Hampir saja Shima merasa bahwa, Deril masih mencintainya.
Sebelum Shima datang, Deril sudah meminta Candra untuk menyelidiki siapa pengacara yang ditunjuk oleh Shima. Lalu, Candra menemuinya dan melihat surat cerai serta alasan gugatan yang diajukan pada Deril oleh istrinya.
Saat mengetahui jumlah uang yang diminta Shima, baik Candra maupun Deril menyangka kalau Shima sangat meremehkan kemampuan suaminya. Meminta uang lebih dari satu milyar saja Deril bisa melakukannya.
“Kamu memberiku lima milyar? Aku gak butuh uang sebanyak itu, aku bisa bekerja dan memenuhi kebutuhanku sendiri, jadi kamu gak perlu terlalu murah hati!” kata Shima sambil memegang kartu bank di tangannya.
Deril diam, tapi sepertinya belum selesai, dia mengeluarkan sebuah sertifikat tanah dan meletakkannya di atas meja.
“Ini sertifikat rumah di Jalan Kertajaya, sudah aku alihkan atas namamu, kamu bisa tinggal di sana, jangan kuatir ... itu sudah termasuk mobil dan semua isinya!”
Mendengar apa yang dikatakan Deril, Shima menatap pria itu dengan rasa tak percaya.
Rumah di jalan Kertajaya adalah rumah peninggalan kakeknya yang sudah disita oleh bank demi, membayar hutang ayahnya. Rumah itu sudah dilelang beberapa bulan yang lalu. Ternyata pemenang lelang itu adalah Deril, yang berniat menyerahkannya kembali pada Shima.
Tiba-tiba Shima sangat ingin bertanya, “Apakah Deril masih mencintainya?”
Namun, di saat yang sama, dia ingat bagaimana lembutnya Deril pada Karina dan anaknya, hingga Shima membatalkan pertanyaan di hatinya.
Sebenarnya siapa yang begitu perhitungan, Deril ataukah Shima?
“Deril, ini – apakah kamu sungguh-sungguh memberikan semua ini padaku? Bukankah kamu membenci ayahku?”
“Rumah itu gak ada hubungannya dengan Wisra, dan kalau kamu memang berniat cerai dariku, jangan bicara lagi soal laki-laki itu!”
“Deril, ayah bukan pembunuh, aku yakin kamu hanya salah menilai orang!” Shima berkata sambil mengingat lagi tentang tuduhan yang dilayangkan Deril pada ayahnya.
Kejadian itu sudah lama, yaitu, setelah kebakaran perusahaan. Juga setelah Karina datang, dengan perutnya yang sudah membesar.
“Kamu bilang aku salah menilai? Shima, kamu harus bersyukur aku tidak balas membunuhnya! Kalau sekarang dia koma itu bukan aku penyebabnya!” Deril berkata sambil berjalan ke rak buku.
Dia mengambil sebuah map yang berisi beberapa bukti berupa foto. Deril membuka dan menunjukkannya pada Shima. Di sana terlihat jelas ada foto Wisra yang sedang memegang sebuah pisau di tangannya. Pisau itu menancap di dada seorang pria yang tergeletak di tanah. Dia Ganiarta.
Semua bukti itu diberikan oleh seorang kepercayaan Deril yang ada di luar negeri. Tidak mungkin keterangan yang diberikan padanya itu salah.
“Semua berdasarkan bukti, aku gak akan sembarangan menuduh ayahmu kalau gak ada bukti itu! Aku datang ke sana untuk mengurus jenazah Gani, semua saksi mata yang melihat kejadian itu, bilang melihat ayahmu!”
Shima terdiam mendengar ucapan Deril, baru sekarang dia melihat bukti yang sangat jelas di hadapannya. Namun, dia tetap tidak percaya kalau ayahnya yang lembut dan ramah pada semua orang itu telah melakukan pembunuhan.
Memangnya apa motif ayahnya? Satu-satunya hal yang bisa ditanya adalah Wisra, tapi pria itu koma hampir satu tahun lamanya.
“Jadi ... apa karena itu juga kamu sengaja membakar perusahaan ayahku dan membuatnya bangkrut?”
“Ya!” Deril menjawab dengan tegas, dia merasa tidak ada yang perlu aku tutupi lagi agar Shima ngerti.
Shima mengangguk sambil mengusap airmata yang tahu-tahu telah menetas di pipinya.
“Pergilah sekarang ... bawa semua yang sudah aku berikan itu, aku hanya membenci ayahmu, tapi karena kamu menginginkan perceraian jadi akan aku kabulkan!” Deril berkata seolah menunjukkan dirinya yang sangat logis.
Membenci satu orang yang bersalah, tidak harus membenci orang lain walau masih berhubungan.
Shima sekarang tersadar, hubungan antara Deril dan dirinya, memang tidak akan baik-baik saja jika terus bersama. Walaupun, tidak ada Karina di antara mereka tapi, kebencian Deril pada Wisra adalah penghalang terbesar pada cintanya.
Namanya juga pernikahan, sebuah hubungan yang melibatkan sebuah keluarga besar. Menjalin silaturahmi harus berdasarkan kasih sayang, bukan karena benci apalagi keterpaksaan.
Baiklah, dia tidak akan mengganggu Deril lagi setelah kejadian hari ini.
Kalau tidak suka, harap berikan kritikannya 🙏 agar author bisa memperbaiki kedepannya. Terima kasih sudah membaca!
aku cuma bisa 1 bab sehari😭