Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin peribahasa ini sangat cocok untuk menggambarkan kehidupan gadis ini.
Meyva Maharani Nareswari, gadis muda, cantik nan mandiri, kini tengah di hantam dengan kepahitan yang luar biasa dalam hidupnya. Kecewa yang berlipat karena melihat sang kekasih hati yang berselingkuh dengan saudari tirinya sendiri. Di tambah lagi dengan fitnah keji yang di lempar sang mantan dengan tujuan untuk membuat playing victim agar pria itu tak di salahkan dan berbalik semua kesalahan justru jatuh pada Meyva.
Di selingkuhi, di fitnah, di tikung dari belakang, di usir dan satu lagi ... harus menikah dengan seseorang yang baru dia kenal secara mendadak.
Apakah Meyva bisa melewati semuanya?
Apakah kehidupan Meyva bisa jauh lebih bahagia setelah menikah atau justru sebaliknya?
Penasaran dengan kisah kehidupan Meyva?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ennita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
❤️ Happy Reading ❤️
Setelah beberapa hari tak pulang, akhirnya sore ini Meyva memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
Baru juga masuk, langkah Meyva terhenti seketika saat mendengar suara sang ayah yang menggelegar dengan mata yang menatapnya dengan tajam.
"Kamu dari mana saja?!" tanya sangat ayah dengan suara yang keras.
"Aku ... "
"Mau jadi gadis liar kamu, hah!" bentak ayah Surya lagi yang kini memotong perkataan Meyva yang tadi hendak menjawab. "Semakin hari kamu itu semakin kelewatan, kayak anak yang tak di ajari etika juga tak memiliki attitude." sambungnya. "Mau bikin malu nama keluarga kita kamu!" imbuhnya.
"Maaf kalau Meyva gak bilang atau gak ijin kalau gak pulang, tapi semua yang telah terjadi belakangan ini membuat Meyva butuh waktu untuk sendiri yah." sahut Meyva berusaha setenang mungkin.
"Yang terjadi belakangan ini? Kamu kok seolah-olah jadi orang yang paling terluka ya Mey." kata ibu Rumi yang ikut bicara dengan tujuan ingin semakin memperkeruh suasana.
"Iya, memang akukan yang paling terluka di sini Bu." sahut Meyva. "Aku di khianati dua orang sekaligus, saudara tiri dan calon suamiku." sambungnya dengan mata yang menatap ke arah dimana Rena berada.
"Stop Meyva! Berhenti menyalahkan orang lain untuk menutupi kebusukanmu sendiri." kata sang ayah.
"Meyva ... Meyva, harusnya kamu berterimakasih sama Rena , karena dia mau mengorbankan dirinya dengan mau menikah sama Dimas, agar keluarga kita gak menanggung malu." kata ibu Rumi. "Keluarga Dimas kesini dan berniat untuk memutuskan hubungan dan kalau itu terjadi kamu pasti tau bagaimana malunya keluarga ini bukan, secara semua orang sudah tau kalau keluarga kita akan mengelar pesta pernikahan." ceritanya. "Untung saja orang-orang taunya cuma salah satu putri Surya yang akan menikah." imbuhnya.
"Dan Rena, dia mau menjadi istri Dimas agar keluarga mereka tak membatalkan hubungan ini." sambung ayah Surya. "Seharusnya kamu berterimakasih sama dia." imbuhnya.
"Berterimakasih?" kata Meyva dengan satu alisnya yang terangkat ke atas. "Tidak akan pernah." sambungnya. "Tapi aku akan ucapkan selamat, selamat karena telah berhasil merebut Dimas dari aku, semoga saja kamu tak akan merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan, karena hukum karma itu berlaku ... apa yang kamu tabur maka itulah yang akan kamu tuai." kata Meyva pada Rena.
"Meyva!" bentak ayah Surya.
"Meyva, sampai kapan kamu gak suka sama Rena dan ibu? sudah cukup jangan kamu fitnah Rena lagi." kata ibu Rumi yang bersikap sok sedih. "Kalau cuma akan terus menimbulkan kesalahpahaman, lebih baik batalkan saja pernikahannya, kita tanggung malu sama-sama." lanjutnya.
"Meyva, kamu benar-benar keterlaluan." kata ayah Surya.
"Bukan Meyva yang keterlaluan yah, tapi mereka!" teriak Meyva. "Mereka ... "
PLAK
Belum sempat Meyva menyelesaikan perkataannya, namun satu tamparan kembali di dapatkan dari tangan sang ayah.
"Sudah tiga kali ayah tega tampar Meyva, dan semua itu hanya demi mereka." kata Meyva.
"Minta maaf sama ibu dan Rena." kata ayah Surya dengan penuh penekanan, seolah tak mau terbantahkan.
"Enggak, Meyva gak salah jadi buat apa Meyva minta maaf." jawab Meyva.
"Jadi kamu gak mau minta maaf?" tanya ayah Surya lagi.
"Enggak." jawab Meyva dengan tegas yang semakin menyulut amarah ayahnya.
"Baik, silahkan angkat kaki dari sini sampai kamu menyadari kesalahan apa yang kamu lakukan." kata ayah Surya yang sudah teramat sangat geram.
"Ayah ngusir Meyva?" tanya Meyva yang masih tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan.
"Iya." jawab ayah Surya.
"Aku gak nyangka ayah tega ngusir aku dari rumahku sendiri." kata Meyva dengan menggelengkan kepalanya.
Setelah itu Meyva langsung berlari ke arah dimana kamarnya berada. Matanya terasa panas, dadanya pun sudah teramat sesak menahan tangis sedari tadi ... dia berusaha agar air matanya tak tumpah saat berhadapan dengan ketiga orang tadi.
❤️
Menangis sambil memasukan pakaian dan barang berharga miliknya, tak lupa pula bingkai photo yang berisikan gambar sang ibunda. Semua Meyva masukkan kedalam koper miliknya.
"Non." lirih Bi Ijah dengan tatapan sendu memasuki kamar Meyva.
"Bi." sahut Meyva.
"Jangan pergi non." kata Bi Ijah.
"Enggak Bi, Meyva harus tetap pergi." sahut Meyva.
"Non harus janji, baik-baik di luaran sana ya non." pesan Bi Ijah yang di angguki oleh Meyva.
Kedua wanita beda generasi itu pun kemudian saling berpelukan.
"Meyva pergi ya Bi." pamit Meyva.
Begitu sampai di ruang tamu, Meyva masih melihat ayah, ibu dan saudara tirinya di sana. Seperti memang sedang menunggu kepergiannya.
"Sesuai kata ayah, Meyva akan pergi." kata Meyva. "Jaga diri dan jaga kesehatan ayah." sambungannya meskipun sama sekali tak mendapatkan respon.
Kemudian Meyva melangkah kembali yang kali ini ke arah dimana ibu dan saudara tirinya berada.
"Aku akan pergi sekarang, tapi ingat aku akan kembali." kata Meyva dengan sarkas. "Karena ini adalah rumahku, rumah mendingan ibuku dan hanya aku yang berhak." imbuhnya.
Setelah mengatakan itu, Meyva benar-benar keluar dari rumah. Rumah yang menyimpan semua kenangan manisnya bersama kedua orangtuanya terutama sang bunda, rumah yang dulunya adalah tempat ternyaman namun kini sebaliknya, rumah yang dulunya bagaikan surga yang kini bak neraka.
❤️
Meyva melajukan mobilnya dengan perlahan dengan uraian air mata menemani perjalanannya.
Tujuan Meyva saat ini adalah toko miliknya. Beruntung Meyva membuat kamar pribadi di kantornya yang ada di lantai atas, jadi bisa sementara dia gunakan.
Namun sayang lagi-lagi nasib sial menghampirinya. Mobilnya tiba-tiba saja berhenti dan tak bisa hidup kembali.
"Ck, ini apa lagi." kata Meyva.
Setelah berkali-kali di coba untuk di stater, namun hasilnya nihil, akhirnya Meyva memutuskan untuk keluar dan memeriksanya.
"Apa ini yang rusak." kata Meyva begitu kap mobil terbuka.
Melihat mesin dengan banyaknya kabel di sana membuat Meyva semakin pusing, di tambah lagi dengan rintik-rintik hujan yang mulai turun.
Di sisi lain, mama Lira yang baru saja pulang dari arisan yak sengaja melihat Meyva di jalan.
"Hati-hati pak, hujannya makin deras." kata mama Lira pada sang supir, setelah itu mama Lira memutuskan untuk melihat keluar jendela, namun tiba-tiba ada yang begitu menyita perhatiannya. "Meyva, itu bukannya Meyva." gumam mama Lira.
"Apa nyonya?" tanya pak supir yang tak begitu jelas mendengar perkataan sang majikan.
"Pak, stop pak." perintah mama Lira sehingga sang supir pun langsung menghentikan laju kendaraannya.
Untung saja kendaraan tidak terlalu ramai dan mereka bukan di jalan utama, kalau tidak pasti mereka akan dapat umpatan dari pengendara lain.