Bagaimana jadinya jika seorang CEO arogan yang paling berpengaruh se-Asia namun keadaan berbalik setelah ia kecelakaan menyebabkan dirinya lumpuh permanen. Keadaan tersebut membuatnya mengurungkan diri di tempat yang begitu jauh dari kota. Dan belum lagi kesendiriannya terusik oleh Bella, kakak iparnya yang menumpang hidup dengannya. Lantas bagaimana cara Bella menaklukkan adik ipar yang dilansir sebagai Tuan Muda arogan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cemaraseribu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nguntit Bella
Tuan Muda, yang baru kembali ke kota setelah berbulan-bulan mengasingkan diri di pesisir pantai, kini mengekor mobil yang dikemudikan oleh Eden, asistennya yang setia.
Eden, yang juga bertanggung jawab membawa Bella, foto model iklan sabun, melaju dengan kecepatan tinggi di jalan raya, membuat Tuan Muda sesekali mengomel, "Ckkk, agak cepetan!" walaupun ironisnya, supir pribadi itu mengangguk, "Baik Tuan Muda."
Mobil mewah Tuan Muda dengan elegan menyusul dan tetap mempertahankan jarak aman di belakang mobil Eden.
Setibanya di gedung perkantoran megah milik Tuan Muda, ia tidak segera turun. Dari balik kaca mobil yang gelap, matanya yang tajam mengamati Sakiya dan Eden yang berjalan memasuki lobby.
Ada kilatan ketertarikan yang berkecamuk dalam tatapan Tuan Muda, namun sekaligus ada rasa kecewa yang mendalam karena harus menyaksikan perusahan yangmembesarkan namanya.
"Semoga tidak ada paparazi. Langsung Tuan Muda memerintahkan semua bodyguard nya untuk segera mencegah barangkali ada paparazzi di sekitar kantor.
" Hmmm, amankan kantor sekarang. Pastikan tidak ada media yang meliput atau karyawan kantor yang menggunakan ponsel untuk merekam," ucap Tuan Muda pada bodyguard yang berada di mobil belakangnya.
"Baik Tuan Muda, laksanakan!"
Tuan Muda menghela napas, mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi yang mungkin akan menguji kesetiaan dan kepercayaan yang telah ia bangun bersama Eden. Ia mempercayakan Bella pada Eden.
Wajahnya yang biasanya tenang dan terkendali, kini terselip sedikit kerut kecemasan. "Enak aja Eden main bawa Bella kesini. Ckkk menyusahkan saja."
Namun, segera ia mengatur raut wajahnya kembali, memastikan bahwa emosi pribadi tidak mengganggu rencananya menguntit Eden dan Bella.
********
Sementara itu, Bella berjalan pelan memasuki lobby yang megah dari gedung pencakar langit milik Tuan Muda. Ia terpana melihat keindahan interior yang mewah, seakan-akan setiap sudut ruangan berbicara tentang kemewahan dan kebesaran.
Lampu gantung kristal menghiasi langit-langit, menciptakan kilauan cahaya yang menawan di atas marmer yang berkilau di lantai. "Den, ini gedung perusahaan Tuan Muda?" tanyanya dengan nada takjub pada asisten Tauke Muda yang mendampinginya, seorang pria muda berwajah ramah.
"Iya, Nona. Sangat besar, bukan?" jawab Eden tersebut dengan senyum bangga.
"Bener banget, sangat besar. Ini milik turun temurun?" tanya Bella begitu mengangumi keindahan bangunan itu.
"Iya Nona, ini adalah milik dari Tuan Hanggara, Tuan Hanggara ini adalah buyut dari Tuan Muda. Tapi semenjak dipimpin oleh Tauke Tuan, perusahaan ini berkembang pesat hingga menjadi perusahaan yang masuk top 10 se Asia."
Bella mengangguk, matanya terus menelusuri setiap detail arsitektur yang menawan. Semua orang yang lalu lalang di lobby itu tampak memperhatikan kehadiran Bella. Raut wajah mereka bercampur antara kagum dan rasa ingin tahu.
Sedangkan bisikan-bisikan pelan terdengar di antara mereka. "Itu istrinya alm. Tuan Muda Agash ya?"
"Eh, iya. Kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Cantik sekali."
Senyum Bella yang manis dan aura kelembutan yang terpancar dari dirinya seakan menjadikan dia bintang di tengah keramaian tersebut. Dengan langkah yang anggun, ia mengikuti pemandu menuju lift.
"Mari, Nona. Kita akan naik ke lantai 10," ujar pemandu tersebut sambil menunjuk ke arah lift yang berpintu kaca.
"Iya Den."
Bella mengangguk dan melangkah masuk ke dalam lift. Refleksi cahaya dari lampu lobby menambah kilau pada rambutnya yang tergerai indah. Sementara lift perlahan bergerak naik, Bella masih terpaku pada keindahan dan kemegahan tempat yang baru pertama kali dia kunjungi sejak menjadi istri almarhum Agash.
Bella melihat Eden. Ia memandang pria yang di sebelahnya itu dengan tatapan intens. "Ada yang bisa saya bantu, Nona."
"Den, kamu gak perlu terlalu formalitas denganku, masa lalu kita, aku sudah melupakan, mari kita menjadi kawan baik saja."
Eden tersenyum dan mengangguk. "Baik Nona."
"Jangan panggil aku Nona, Den." Bella benar-benar risih rasanya di panggil seperti itu. Eden pun tertawa, "Hehehe gapapa kalau itu, Nona. Siapa tahu Tuan Muda tahu saya panggil nama langsung, bisa bahaya. Dikira gak sopan." Bella tersenyum.
********
Saat itu Bella tengah berada di ruang ganti yang penuh dengan kostum beraneka warna dan desain. Asisten yang bertugas membantunya memilih sebuah gaun elegan berwarna pastel dan aksesori yang serasi. Setelah berpakaian, Bella dibawa ke ruang briefing dimana ia diberi tahu tentang konsep foto dan iklan sabun yang akan ia bintangi.
"Saat nanti kamera mulai mengambil gambar, coba pose seperti ini," ujar direktur kreatif, sambil memperagakan pose yang diinginkan.
"Ngerti gak? Jangan cuma ngangguk doang," ucap direktur kreatif itu.
Bella mengangguk paham, namun belum sempat ia memberikan respon lebih lanjut, Eden, asisten Tauke Muda yang selalu terlihat tegas itu, segera menyela.
"Ekhmmm, perlu diingat bahwa dia adalah istri almarhum tuan Agash, tolong tunjukkan rasa hormat yang lebih," tegur Eden dengan nada serius. Sontak, seluruh crew yang berada di ruangan itu langsung menunduk, terkejut dengan peringatan yang diberikan.
"Maaf Nona Bella.. "
Mereka seakan baru menyadari bahwa sosok wanita yang akan mereka foto hari ini bukan sembarang model, melainkan seorang janda dari seorang tokoh terpandang yang jarang terekspos.
Namun, dengan lembut Bella hanya tersenyum dan berkata, "Santai saja, saya di sini untuk bekerja sama seperti kalian." Suaranya yang tenang dan senyumnya yang hangat seketika meredakan ketegangan yang sempat muncul.
Crew mulai bergerak kembali, kamera disiapkan, dan lampu-lampu diatur untuk menciptakan pencahayaan yang sempurna. Bella berdiri di tengah set, mengambil pose dengan anggun. Meski baru pertama kali melakukan pemotretan setelah kehilangan suaminya, aura kesedihannya terselubung oleh profesionalisme dan keanggunan yang terpancar dari dirinya.
"Oke bagus bagus! Lagi pose yang berbeda." Semua crew bekerja sama dan sampai akhirnya Bella selesai pose foto model iklan itu tapi sepasang matanya justru malah menatap orang yang ada di kursi roda yang dipenuhi oleh crew.
"Siapa tuh? Kaya kenal kursi rodanya? Ah masa Tuan Muda? Hahaha gak mungkin." Bella membatin dalam hatinya dan ia denial kalau itu memang Tuan Muda.
Bella terkejut ketika melihat sosok yang tidak pernah dia sangka akan muncul di studio foto perusahaannya.
"Tuan Muda?!" teriaknya, hampir tidak percaya. Dengan cepat, ia mengatur langkahnya, masih dengan kostum pemotretan yang belum sempat ia lepas.
Tuan Muda, yang dikenal juga sebagai pemilik perusahaan, menatapnya dengan pandangan yang begitu tajam dan menusuk, membuat Bella agak gugup.
"Tuan, kenapa Anda ke sini? Ingin melihat pemotretan saya, ya?" tanyaBellal, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya dengan senyuman yang dipaksakan. Ia tahu betul bahwa Tuan Muda sangat anti dengan kegiatan di perusahaan sejak kecelakaan yang membuatnya lumpuh.
Tuan Muda mendengus pelan, suaranya datar namun cukup untuk membuat ruangan seketika terasa lebih dingin. "Kenapa? Gak boleh? Toh ini perusahaan saya. Jangan ge-er kamu," sahutnya, tidak menunjukkan emosi apapun yang bisa dibaca oleh Bella.