Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.
Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.
Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Segel Melemah
"Apakah Jenderal Ali sudah pulang?" Asrul bertanya kepada Jenderal Usman.
Jenderal Usman menjawab. "Belum, Panglima. Apakah perlu aku menyusulnya kesana?"
Asrul melarangnya. "Tidak perlu. Jika Jenderal Ali membutuhkan waktu yang lama untuk menembus perbatasan Pulau Es Utara, kemungkinan besar dia tidak dapat menembusnya. Jika dia tidak bisa menembusnya, apalagi kalian. Kita tunggu dalam dua hari ini. Jika Jenderal Ali masih belum kembali, aku sendiri yang akan menyusulnya."
Jenderal Usman tidak ingin terjadi apa-apa terhadap Asrul. Dia berusaha mencari alasan agar Asrul membatalkan niatnya untuk pergi menyusul Jenderal Ali.
"Engkau jangan pergi kesana, Panglima. Bukankah engkau sedang menjalani hukuman tahanan luar?"
Asrul memberitahu rencananya. "Tenang saja. Tidak akan ada yang mengetahui kalau aku meninggalkan negeri akhirat. Sebentar lagi aku akan memisahkan ruh dari jasadku. Kalian berdua aku perintahkan untuk melindungi jasadku."
"Panglima. Untuk memisahkan ruh dengan jasad, engkau akan membutuhkan energi yang sangat besar. Dalam kondisi tubuhmu saat ini, apakah engkau mampu melakukannya?" Jenderal Usman terus berusaha mencegah Asrul pergi.
Asrul telah bertekad untuk melihat langsung Jurang Neraka. "Kita tidak memiliki waktu yang banyak. Raja Iblis sedang berusaha membuka segel yang telah aku kunci. Aku merasakan kekuatan besar sedang bergejolak di Jurang Neraka. Aku khawatir kita tidak sempat mencegahnya."
Asrul langsung melakukan ritual sesuai rencananya. Terlihat jelas oleh Jenderal Usman dan Zeus cahaya putih keluar dari tubuh Asrul yang langsung melesat keluar ruangan.
Sementara itu di istana negeri akhirat, Jenderal Umar yang didampingi oleh Ketua Mahkamah Agung negeri akhirat sedang menghadap Khalifah Taimiyah untuk mempertanyakan tindak lanjut dari hukuman Asrul.
"Khalifah Taimiyah. Perbuatan Panglima Jenderal Asrul yang telah membakar barang bukti kejadian peperangan di Jurang Neraka adalah perbuatan kejahatan yang serius. Hukuman tahanan luar tidak sepadan dengan kesalahannya. Saya sebelumnya telah mendiskusikan hal ini dengan Ketua Mahkamah Agung. Kebaikan dan kejahatan Panglima Jenderal Asrul belum bisa dipastikan. Alangkah baiknya jika Khalifah melepaskan jabatan Panglima atas Jenderal Asrul. Selain itu..."
Jenderal Umar tiba-tiba menghentikan perkataannya saat Khalifah Taimiyah berpaling sebentar kearah jendela.
"Ada apa Khalifah.."
"Tidak ada apa-apa. Silahkan lanjutkan." Khalifah Taimiyah memilih untuk merahasiakan apa yang telah dilihatnya.
Khalifah Taimiyah sangat mengetahui apa yang telah dilihatnya bahwa cahaya putih yang melesat barusan adalah ruh Asrul yang sedang meninggalkan negeri akhirat. Khalifah Taimiyah merahasiakan hal ini karena dia sangat mengenal Asrul bahwa dia sedang melakukan sesuatu yang darurat.
Di Jurang Neraka, Asrul telah berhadapan dengan raja Iblis yang masih dibelenggu. Situasi sebelumnya, raja Iblis tidak hanya terbelenggu, tetapi juga tidak bisa berkata apa-apa. Namun kini keadaannya sedikit berbeda, selain dia bisa berbicara, aura tubuhnya juga terus mengeluarkan asap hitam yang pekat.
Raja Iblis melihat kedatangan Asrul, segera menantang untuk melanjutkan pertarungan. "Asrul! Akhirnya engkau datang juga menemuiku. Sudah puluhan tahun engkau tertidur, kini engkau hidup kembali. Jika engkau bisa melakukannya, tentu saja aku juga bisa. Tunggu saja, sebentar lagi aku akan bebas dan kita akan melanjutkan pertarungan yang dahulu pernah tertunda."
"Jangan mimpi! Engkau tidak akan sempat melakukannya." Asrul segera menyalurkan tenaga dalamnya untuk memperkuat kunci segel yang membelenggu raja Iblis.
Setelah memperkuat kunci segel tersebut, Asrul segera meninggalkannya dan kembali ke negeri akhirat.
Di depan gerbang istana negeri akhirat, Asrul berhenti sebentar, karena dia melihat Siti Adawiyah yang sedang kesulitan untuk masuk kedalam gerbang negeri akhirat.
Penjaga pintu gerbang menghalangi Siti Adawiyah yang sedang berusaha masuk gerbang. "Siapa kamu! Ada urusan apa kamu kesini!"
Siti Adawiyah menjawab. "Aku adalah pelayan kediaman Panglima."
"Apakah benar? Sepertinya memang aku pernah melihatmu. Apa yang kau sembunyikan dibelakang pinggangmu itu!" Penjaga itu mencurigai barang bawaan Siti Adawiyah.
"Bukan apa-apa. Ini hanyalah barang pribadiku." Siti Adawiyah tetap menyembunyikan buntalan itu.
Penjaga tersebut berusaha menggeledah barang bawaan Siti Adawiyah, dilihatnya didalam buntalan itu ada beberapa bahan obat-obatan dan sebuah buku yang bertuliskan Buku Pengobatan Radang Dingin.
"Barang apa ini? Hanya barang yang tidak berguna!" Penjaga itu melemparkan buku itu dan menginjaknya.
"Sudah aku katakan, ini hanya barang pribadiku." Siti Adawiyah terlihat cemberut.
Asrul yang melihat kejadian itu langsung menjahili salah satu penjaga yang merundung Siti Adawiyah.
"Aduh!" Penjaga itu kesakitan karena tiba-tiba mukanya seperti ada yang menamparnya.
"Ada apa?" Penjaga yang satunya lagi tidak mengerti mengapa temannya tiba-tiba kesakitan.
Penjaga yang dijahili oleh Asrul sangat mengenal sesuatu yang menyerangnya. 'Bukankah hanya Panglima Jenderal Asrul yang bisa melakukan ini?'
"Tidak ada apa-apa. Ayo kita tinggalkan saja." Penjaga itu sangat takut kepada Asrul ketika dia mendapatkan tamparan dari Asrul.
Asrul masih kesal terhadap penjaga itu, maka sekali lagi muka penjaga itu ditamparnya.
"Ayo kita pergi!" Penjaga yang ditampar oleh Asrul sangat takut, dia khawatir nanti dia akan dipanggil dan diinterogasi oleh Asrul.
Siti Adawiyah telah berhasil memasuki gerbang istana negeri akhirat dan langsung menuju kediaman Asrul. Dia bertemu dengan Surti yang sedang duduk santai didepan pintu kamarnya.
"Hei! Siti Adawiyah. Akhirnya engkau kembali kesini. Aku khawatir engkau tidak akan kembali." Surti terlihat sangat senang.
Siti Adawiyah langsung mencari Asrul. "Dimana Panglima? Apakah dia sedang keluar?"
"Tentu saja di dalam kamarnya. Ada apa engkau mencari Panglima?" Surti menjawab.
"Bukannya dia barusan sedang keluar?" Siti Adawiyah merasakan kehadiran Asrul saat dia berada didepan pintu gerbang istana negeri akhirat.
"Tidak. Aku terus berjaga disini. Aku tidak melihat Panglima keluar dari kamarnya." Surti yakin Asrul masih didalami kamarnya, karena dia tidak melihat sinar putih yang melintas diatas kepalanya.
"Apa ini?
Surti melihat buntalan yang selalu dibawa oleh Siti Adawiyah.
"Ini adalah barang pribadiku." Siti Adawiyah menjawab dengan singkat.
Sementara itu di kediaman Bion, di Pulau Es Utara, Malik sedang berbicara dengan Bion.
Malik memulai perkataannya dengan menyanjung Bion. "Penasehat kerajaan, apakah engkau ingin mengetahui yang sesungguhnya? Aku lihat aura Iblis dalam dirimu semakin banyak. Aku khawatir engkau tidak kuat untuk menahannya. Engkau terlahir dengan bakat alami. Hanya dalam waktu ratusan tahun, engkau dapat menerobos kultivasimu ke tingkat makhluk abadi agung. Namun engkau telah menyia-nyiakan bakatmu, karena engkau terlalu sibuk dengan urusan Pulau Es Utara. Tidakkah engkau menginginkan peningkatan kualitas kultivasimu?"
Bion tidak menanggapi ucapan Malik. Kemudian Malik melanjutkan. "Engkau telah terobsesi untuk mengalahkan raja Iblis."
Bion menjawab. "Guruku pernah mengatakan bahwa obsesi dapat mewujudkan cita-cita."
"Itu namanya kegigihan. Obsesi dan kegigihan sangatlah berbeda. Sepertinya engkau telah memanfaatkan Lucifer untuk membuka segel belenggu raja Iblis." Malik berkomentar.