"Mengemislah!"
Awalnya hubungan mereka hanya sebatas transaksional diatas ranjang, namun Kirana tak pernah menyangka akan terjerat dalam genggaman laki-laki pemaksa bernama Ailard, seorang duda beranak satu yang menjerat segala kehidupannya sejak ia mendapati dirinya dalam panggung pelelangan.
Kiran berusaha mencari cara untuk mendapatkan kembali kebebasannya dan berjuang untuk tetap teguh di tengah lingkungan yang menekan dan penuh intrik. Sementara itu, Ailard, dengan segala sifat dominannya terus mengikat Kiran untuk tetap berada dibawah kendalinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lifahli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Perempuan Perayu
...Happy reading!...
...•••...
Kiran menunggu dengan cemas di rumah, berharap Ailard akan segera pulang malam itu. Bagi Kiran, waktu sangat mendesak. Dia harus berhasil membuat Ailard tertarik untuk bercinta dengannya, ini semua demi operasi ibunya yang harus dilakukan keesokan hari. Tanpa jaminan biaya sebesar 50 persen dari total yang diperlukan, operasi tersebut tidak bisa dilanjutkan. Kiran tahu satu-satunya cara untuk mendapatkan bantuan finansial dari Ailard adalah melalui kedekatan fisik.
Dengan segunung kekhawatiran, Kiran menatap jam yang berdetak lambat di dinding, berharap saat Ailard pulang, ia bisa meyakinkan pria itu untuk memenuhi kebutuhannya—sebuah harapan yang tipis, tapi satu-satunya yang ia miliki.
Begitu suara mobil memasuki halaman rumah, Ia segera bangkit dari sofa, mendekati jendela, dan mengintip ke luar. Lampu depan mobil Ailard menyinari pekarangan yang gelap, menciptakan bayangan panjang di lantai.
Kiran menggigit bibirnya, mencoba menenangkan diri dan merencanakan kata-kata yang harus ia ucapkan. Apa pun harus ia lakukan malam ini untuk mendapatkan uang itu.
Ketika Ailard melangkah masuk ke rumah dengan wajah yang tampak sangat lelah, Kiran segera mendekatinya. Ia berusaha sebisa mungkin tampak tenang. "Mas..." ucapnya dengan nada lembut, berharap bisa meredakan suasana. Kiran mengambil tas kerja Ailard dengan sigap dan meletakkannya di atas meja. Gerakan tangan Kiran cepat namun halus saat ia berjongkok, membuka sepatu dan kaus kaki pria itu.
Mata Ailard tetap fokus ke depan, tidak banyak memberikan respons. Ia tampak terbiasa dengan pelayanan Kiran, seolah-olah ini hanyalah bagian dari rutinitasnya.
"Mas mau langsung mandi atau makan malam lebih dulu?"
"Saya ingin segera membersihkan tubuh. Siapkan air hangat untuk saya dan—" ia tersenyum sinis saat mengetahui apa yang perempuan itu inginkan. "Persiapkan diri kamu setelah saya membersihkan diri, saya menginginkan kamu malam ini. Ingat, berikan performa yang baik, saya tidak akan melanjutkan apabila kamu tidak bisa membuat saya tergugah ingin mencicipi tubuhmu Kirana."
Biar saja Kiran disebut perempuan perayu gila nantinya, bodo amat tentang itu semua karena ia benar-benar harus mempersiapkan diri merendahkan harga dirinya demi uang pria itu.
"Iya Mas." Ailard tetap duduk disofa dan ia mulai membuka ponselnya sedangkan Kiran naik kelantai atas menuju kamar pria itu untuk menyiapkan kebutuhan mandinya.
•••
Kiran menatap dirinya di cermin, matanya menerawang pada refleksi yang memancarkan dirinya disana. Pakaian yang ia kenakan tentu tak asing baginya, seperti kostum yang sering ia lihat orang-orang kenakan saat cosplay kartun dari jepang di pusat perbelanjaan, hanya saja ini kelewatan terbukanya sampai memperlihatkan setiap bagian lekuk paling sensitif Kiran. Namun, kali ini, ia mengenakannya bukan untuk kesenangan dari refleksi keinginan diri yang menggemari sesuatu melainkan untuk sebuah pekerjaan hina yang sudah ia emban selama tiga tahun.
Sambil memeriksa setiap detail kecil penampilannya, ia berusaha menyiapkan diri, bukan hanya secara fisik tapi juga mental. Pikirannya terus mengembara, mencoba mencari alasan untuk membenarkan tindakan yang akan dilakukannya malam ini, biarpun begitu ia selalu mengkoreksi diri. Ini semua demi uang. Semua demi menyelamatkan ibunya. Setiap kali Kiran merasa harga dirinya hancur, ia mencoba meyakinkan diri bahwa ini hanyalah sementara.
Ia menarik napas panjang untuk kesekian kalinya, kegelisahannya makin terasa seiring detik-detik berlalu. Ia merasa Ailard sengaja membuatnya menunggu, memperpanjang waktu seakan menguji keteguhannya. Pikiran Kiran semakin kacau, namun ia tetap berusaha menenangkan diri, menanti dengan sabar.
Saat ia mulai berasumsi bahwa Ailard mungkin sengaja mengurung diri di dalam kamar mandi untuk mempermainkannya, pintu kamar mandi akhirnya terbuka.
Ailard muncul dengan tubuhnya yang masih terbalut bathrobe, aroma sabun menyegarkan yang samar memenuhi ruangan, tetapi tetap menguatkan aura maskulin yang khas darinya. Tanpa sepatah kata pun, tatapannya yang sarat dengan hasrat tertuju pada Kiran, seolah mengisyaratkan dominasi yang ia pegang. Dengan santai, ia duduk di sofa, kaki terlipat, sementara kedua tangan kekarnya tersebar di sandaran, menciptakan kesan penguasaan penuh atas situasi.
"Kamu terlihat sangat seksi, baby!" katanya, suaranya dalam dan sangat berat.
Pandangan Ailard tak pernah lepas dari tubuh Kiran, yang tampak ramping namun berisi di tempat-tempat yang menggodanya. Pakaian yang dikenakan Kiran hanya memperkuat daya tarik itu, seakan menantang kendali dirinya. Tanpa bisa ditahan, Ailard merasakan ketegangan fisik yang langsung bereaksi di bawah sana, membuat hasratnya semakin sulit dibendung. Namun, ia tak mau perempuan itu mudah mendapatkan inginnya, ia benar-benar akan mengerjai Kirana sampai-sampai ia harus mengemis dan memohon padanya.
Kiran tersenyum tipis, ia mulai melangkah gemulai mendekati Ailard, setiap gerakannya terukur, penuh keanggunan yang disengaja. Saat ia sampai di hadapan pria itu, ia dengan cekatan mengambil botol wine favorit Ailard, menuangkan isinya ke dalam gelas yang telah disiapkan.
Cairan merah tua itu mengalir dengan lembut, sementara Kiran sesekali melirik ke arah Ailard, memastikan bahwa gerakannya menarik perhatian pria itu. Dengan tangan halusnya, ia menawarkan gelas wine tersebut kepadanya.
"Ini, Mas," ucapnya pelan, dengan suara yang nyaris berbisik.
Ailard meraih gelas itu, tapi bukannya mengambilnya langsung dari tangan Kiran, ia justru dengan sengaja menyentuh tangan perempuan itu lebih dulu. Sentuhan itu lembut, namun terasa penuh kuasa. Jari-jarinya melingkari pergelangan tangan Kiran dengan gerakan perlahan, hampir seolah ia sedang mempermainkannya.
"Apa yang kamu inginkan, Kiran?" tanyanya dengan suara yang dalam, tatapannya tak lepas dari mata Kiran. Ada cengkeraman halus dalam cara ia memegang tangannya, namun dengan maksud yang jelas. Kiran tahu apa yang sedang Ailard coba lakukan—menguji seberapa jauh dia akan menyerah pada permainan ini mengingat disetiap momen sebelum-sebelumnya Kiran selalu terlihat seperti seorang korban abusive (Kasar atau Melec*hkan). padahal mereka sama-sama mendapatkan keuntungan.
"Tentu saja untuk menghangatkan ranjang Mas Ailard," ia memang tak salah berkata begitu, lagipula memang benar nyatanya seperti itu.
Ailard kembali tersenyum menyeringai, puas sekali saat menatap wajah perempuan ini yang benar-benar seperti mendambakan dirinya memasuki lahan yang perlu di masuki miliknya.
"Kalau begitu berikan performa terbaik kamu." Kali ini ia mengambil gelas yang berisi wine itu, tatapannya tetap tertuju pada Kiran yang mundur dua langkah dan godaan perempuan gila itu akan segera dimulai.
"Sens*al, charming, and wild! Saya mengingini semua itu malam ini." (Sens*ual, menawanan liar). Ia mulai meneguk minumannya hingga tandas kemudian menuangkannya lagi sendiri.
Kala Kiran bergerak, menari didepan pria itu tentu saja satu goyangan sudah mampu membuat Ailard menahan kedutan dibawah sana. Kirana tak sepolos seperti tiga tahun lalu yang sangat amatiran, Ailard mengajarinya cara memuaskan pasangan dan cukup congkak ia berbangga diri kala perempuan ini sudah selihai ini.
Menunggu sampai lima menit ia masih tahan, namun saat perempuan itu menarik sisi kelemahan dari sentuhan tangannya yang bergerak aktif dibelakang sana yang memainkan perut atletis Ailard, tentu saja ia mulai kehilangan kesabaran.
"Sialan!"
Begitu ia mengambil sikap berdiri dan miliknya sudah berdiri sempurna, ia dekati tubuh perempuan yang sudah berhasil menggugah gairahnya hingga berada di titik batasnya. Tangannya bergerak kokoh menarik tubuh itu menempel padanya, tak lupa eratan kuat agar Kiran tak lepas darinya walaupun ia tahu perempuan ini tak bisa lepas dari genggamannya.
"Kamu merasa sudah menggoda saya hmm? Apa kamu sudah menang sehingga mudah mendapatkan uang saya?" Kala ia bertanya seperti itu, Kiran menangkup kedua rahang tegasnya lembut dan tanpa izin dari sang pria ia men*umbu liar bibirnya, ini sungguhan bukan Kiran yang biasanya tak begitu liar dan kasar hingga mengigit bibir Ailard, namun begitu pria yang sama-sama sudah tak mampu menahan ini lebih suka kala Kiran menurut perintahnya.
Decapan demi decapan menggema dikamar tidur utama milik tuan rumah itu, liar mereka berdua bagaikan pasangan hyper yang saling mencinta dan mendambakan tubuh masing-masing, namun nyatanya tak seperti itu.
"Mas..." Begitu pagutan mereka lepas didurasi yang cukup lama hingga lebih dulu membuat Kiran hampir tak bisa nafas, tangan Ailard bergerak dan menyelusup kedalam roknya, kemudian meraba-raba bok*ng sintal milik perempuan ini hingga ia meremasnya kuat-kuat disana.
"Begitu wajahmu ini memerah, saya semakin ingin membuat kamu terus memohon ampun dibawah saya Kiran, dan dengan begitu saya masuki kamu hingga kamu mendesah tak karuan akibat kenikmatan yang saya berikan."
"Apapun yang Mas mau, aku bakal tunduk."
Ia tertawa nyaring bersamaan jari-jari tangannya yang sudah bermain di pusat tubuh milik Kirana. "Begitu inginnya kamu merasakan batangku, dasar perempuan rendahan?!"
"Mas, heem nikmat..." Entah itu hanya pancingan saja atau memang benar tanpa sengaja lolos akibat kenikmatan yang diberikan pria ini, sungguhan Kirana tak peduli bahkan jika pria ini mencapnya dengan berbagi sebutan kasar dan penghinaan.
Ailard senang membuat penampilan Kiran acak-acakan, apalagi yang paling suka ketika ia sudah berdandan dan ia sengaja merusak polesan lipstik merah nude dibibir menggodanya.
Begitu pria ini bergerak mengakusisi tengkuknya, mencium, menyesap dan menggigit membuat Kiran kelabakan bersamaan kala gelombang dibawah sana sudah lebih dulu keluar dari tempatnya akibat sentuhan nakal jari-jemari milik pria ini.
Ia menggendong tubuh Kiran menuju ranjang tidurnya, membaringkannya disana dan melucuti seluruh pakaiannya yang benar-benar menganggu penampilan menawan sesungguhnya apabila Kiran polos.
"Kamu lebih menarik seperti ini, tanpa sehelai kain pun Kirana Cahyaning!" Dan tepat setelah kalimat itu selesai diucapkan, Ailard membuka bathrobe-nya dan melemparkannya kemanapun arahnya, ia tak peduli. Kini mereka sama-sama tak berbusana dan Ailard yang memang sudah tidak tahan lagi segera menggempur perempuan ini dengan hentakan kuat, membuat Kiran terlonjak ditempatnya.
Habis sudah ia diterkam sang dominan itu, ia dapat memprediksi bahwa Ailard yakin tak akan melepas miliknya hingga fajar terbit, dan itu adalah kehebatan pria ini sekaligus kecelakaan bagi Kirana.
"Rasakan ini!"
"Uhh..."
"Kamu harus buas juga Kirana!"
Tentu saja Kiran tak lupa, ia juga sama bergerak dan menghentak maju mundur tak kalah berang hingga membuat decitan ranjang terdengar keras, guncangan dahsyat bergema ria bersama dengan gerakan yang mereka lakukan seperti binatang liar.
Walaupun begitu Ailard tak membolehkan Kiran untuk berada diatasnya lebih dulu, ia ingin perempuan ini memohon dan mengemis padanya sebelum ia mengizinkan Kiran bergerak aktif diatas sana.
Hancurkan!
Buat dia memohon!
Itulah slogan yang dipegang Ailard kala ia bercinta dengan betina-nya.
"Mas...ugh... Please... Harder!"
"Nah, saya tidak menerima ucapan itu!" Ia tersenyum lebar kala perempuan ini hilang kendali sepenuhnya dan menikmati perbuatan adik jantannya dibawah sana.
"Uhh..."
"Okay. I'm begging you Mas, fu*k you harder inside me!"
"Saya tidak mendengarnya, Kirana."
"Please... I'm begging you Mas, please fu*k you harder inside me!"
"Say it in Indonesian!"
"Ughhh..." Pria ini menyiksanya kala gerakannya tak sekuat tadi, tidak, bahkan ia tidak bergerak.
"Aku mohon Mas, tolong masuki aku lebih keras di dalamku!" Rintihannya dibawah kuasa tubuhnya, yang pemandangan indah itu sangat menyenangi hati Ailard kala perempuan itu benar-benar berantakan, dan wajahnya hingga memerah begitu.
Ailard terkekeh pelan, "transaksi diterima."
•••
Kirana terpaksa berjalan pelan kala kakinya terasa ngilu saat digerakkan, sungguhan Ailard melakukannya hingga mendekati fajar dan sekarang pria itu tengah tertidur nyaman sedangkan Kiran hanya kebagian satu jam karena ia harus pergi kerumah sakit untuk membereskan biaya administrasi operasi ibunya.
Walaupun harus merendahkan diri lebih dulu supaya dapat uang yang cukup besar ini, Kiran tak masalah selagi ibunya bisa mendapatkan jaminan kesehatan yang baik, apalagi keadaannya sekarang sudah tak bisa dibilang baik-baik saja mengingat kanker rahim ibunya sudah sangat parah.
"Mas..." Ia berbisik di telinganya, pria itu tak kunjung bangun.
"Mas..." Ia kembali memanggil, kali ini ikut menggerakan bahunya.
"Hmm?"
"Aku mau meminta izin untuk pergi kerumah sakit?"
Ailard membuka matanya setengah, tatapan malas terpancar dari wajahnya yang masih dibalut rasa kantuk. Ia menghela napas panjang, tampak enggan untuk terbangun sepenuhnya.
"Kerumah sakit?" gumamnya dengan suara serak, masih setengah sadar. "Untuk apa?"
Kirana mengatur napasnya sebelum menjawab. "Biaya operasi ibu, Mas. Hari ini operasinya, aku harus mengurus administrasi pagi ini."
Ailard hanya mengerjapkan matanya beberapa kali, tampak tidak peduli, lalu ia mengulurkan tangannya ke laci di samping tempat tidur, mengambil dompetnya. Dengan gerakan malas, ia mengambil selembar cek, menuliskannya dengan cepat, lalu menyerahkannya pada Kirana tanpa banyak bicara.
"Terserah. Jangan ganggu saya lagi," ucapnya, melemparkan cek itu tanpa melihat ke arah Kiran.
Kirana menangkap cek tersebut, uang itu akan menyelamatkan nyawa ibunya. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia beranjak dari tempat tidur dan bersiap untuk pergi ke rumah sakit, berusaha mengabaikan rasa ngilu di tubuhnya akibat percintaan begitu panas mereka semalam.