Samuel, pria berusia 38 tahun, memilih hidup melajang bertahun-tahun hanya demi satu tujuan—menjadikan Angelina, gadis 19 tahun yang selama ini ia nantikan, sebagai pendamping hidupnya. Setelah lama menunggu, kini waktu yang dinantikannya tiba. Namun, harapan Samuel hancur saat Angelina menolak cintanya mentah-mentah, merasa Samuel terlalu tua baginya. Tak terima dengan penolakan itu, Samuel mengambil jalan pintas. Diam-diam, ia menyogok orang tua Angelina untuk menikahkannya dengan paksa pada gadis itu. Kini, Angelina terperangkap dalam pernikahan yang tak diinginkannya, sementara Samuel terus berusaha memenangkan hatinya dengan segala cara. Tapi, dapatkah cinta tumbuh dari paksaaan, atau justru perasaan Angelina akan tetap beku terhadap Samuel selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kak Rinn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
cemburunya Angelina
"Ah...jadi Samuel sudah menikah ya?" Ujar seorang wanita.
Aldrich mengangguk, ia tak percaya dan tak menyangka ia akan dipertemukan kembali dengan Irene mantan Samuel, yang katanya pernah mendapatkan berita bahwa Irene menghilang .
"Kau kemana saja selama bertahun-tahun ini?" tanya Aldrich penasaran.
Irene menghisap rokoknya dan tersenyum tipis, "Beberapa tahun lalu, aku mengalami kecelakaan, dan ya, aku diberitakan menghilang di publik karena... aku mengalami amnesia. Aku dirawat oleh seorang pria yang menemukanku di tempat kejadian. Dia membawaku jauh dari sini, dan aku hidup dengan identitas baru yang ia berikan."
Aldrich menatapnya dengan campuran rasa heran dan penasaran. "Jadi, kau tidak ingat apapun tentang masa lalu, termasuk tentang Samuel?"
Irene menggeleng pelan. "Tidak sampai beberapa bulan yang lalu, saat ingatanku mulai kembali sedikit demi sedikit. Begitu aku tahu siapa diriku sebenarnya, aku merasa harus kembali... dan mencari tahu apa yang berubah selama aku pergi."
Aldrich tersenyum sinis. "Dan sekarang kau kembali... tepat saat Samuel sudah menikah."
Irene mengembuskan asap rokoknya perlahan, menatap tajam pada Aldrich. "Mungkin aku terlambat... atau mungkin tidak. Kita lihat saja apa yang akan terjadi."
Keheningan sejenak sebelum akhirnya irene kembali bertanya, "Bagaimana Samuel bisa berubah sedramatis itu?"
Aldrich mengangkat bahunya, "Aku tidak tahu, aku juga mendengar jika pernikahannya dengan istrinya yang bernama Angelina itu melalui perjodohan, atau lebih tepatnya Samuel menyogok orang tua Angelina."
Irene terkejut mendengar penjelasan Aldrich, tapi segera terkekeh, seolah tak percaya. "Samuel? Menyogok orang tua? Ini terdengar seperti cerita yang absurd." Ia meletakkan rokoknya di asbak, lalu menatap Aldrich dengan rasa ingin tahu yang mendalam. "Tapi, kalau begitu, apa yang membuatnya berubah begitu drastis? Apa hanya karena pernikahan itu?"
Aldrich mengangkat alis, terlihat agak ragu. "Mungkin. Atau mungkin ada sesuatu yang lebih dari itu. Aku belum bisa memastikan. Tapi, apa yang jelas... Samuel tampaknya benar-benar terikat dengan istrinya, dan dia berusaha mengubah banyak hal demi menjalani kehidupan yang 'baru'."
Irene menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan tangan terlipat. "Sungguh? Itu sangat berbeda dengan pria yang aku kenal dulu... Apakah dia benar-benar bahagia dengan hidupnya sekarang?" tanyanya, sedikit tertarik dengan perubahan itu.
Aldrich menghela napas, merasa sedikit cemas. "Entahlah, Irene. Tapi satu hal yang aku tahu, dia tidak akan pernah bisa lari dari masa lalunya... Dan sekarang, kau datang kembali ke kehidupannya."
Irene tersenyum misterius, matanya berbinar, seolah sudah ada rencana tersembunyi dalam pikirannya. "Tapi aku tidak berniat untuk mengganggu kehidupan barunya, Aldrich... Hanya ingin mengetahui, apa yang sebenarnya terjadi setelah aku hilang."
Haha, asal kau tahu Irene, istrinya belum mengetahui siapa Samuel sebenernya, jadi...kenapa kita tidak mengambil kesempatan ini untuk bermain-main dengan mantan sang Casanova?," usul Aldrich dengan senyum nakal.
Irene tersenyum lebar, matanya menyala penuh antusiasme. "Oh, jadi istrinya belum tahu siapa dia sebenarnya, ya?" Irene tertawa kecil, mengangkat alisnya sambil menyandarkan tubuh ke kursi dengan ekspresi licik. "Kau benar-benar tahu cara bersenang-senang, Aldrich."
Aldrich menyeringai, merasa seakan mendapatkan sekutu dalam rencana isengnya. "Kupikir ini akan jadi menarik. Kau ingat kan bagaimana Samuel dulu? Sang Casanova yang tak pernah bisa tenang dengan satu wanita saja. Sekarang, dia berusaha menjadi pria baik-baik, bahkan sampai menyogok untuk menikahi Angelina."
Irene menyandarkan dagunya di tangannya, matanya berbinar. "Baiklah, Aldrich. Kalau begitu, kita lihat saja seberapa lama dia bisa menjaga citra 'pria baik-baik' itu."
"Dan aku juga cukup terluka ketika akhirnya dia memilih menikah dan melupakan aku," lanjut Irene bergumam.
***
Pada malam hari, Angelina menunggu Samuel pulang kerumah, suasana di dalam mansion sudah mulai tegang. Ketika tiba-tiba suara Samuel akhirnya tiba.
"Aku pulang sayangku."
Angelina sejenak menoleh pada Samuel ia langsung melemparkan bingkai foto membuat Samuel terkejut.
"Angelina? Apa maksudmu?"
Angelina menatap tajam matanya merah karena menahan air mata, "Siapa wanita itu!?"
Samuel tertegun, bingkai foto yang dilemparkan Angelina nyaris menghantamnya, namun fokusnya kini tertuju pada ekspresi istrinya yang penuh kemarahan dan kekecewaan. Ia mendekat, mencoba memahami situasinya.
"Angelina, tenang dulu," ucapnya pelan, mengulurkan tangan seakan ingin menenangkan.
"Jangan bilang aku untuk tenang, Samuel!" suara Angelina bergetar, matanya menjadi tajam. "Aku menemukan foto ini di gudang, dan kau bahkan tak pernah bercerita. Siapa dia? Mengapa kau menyembunyikan ini dariku?"
Samuel menatap bingkai foto itu lekat-lekat, mengenali sosok wanita di dalamnya. Pikirannya berkecamuk, namun ia tak ingin memperburuk situasi. Di hadapannya, Angelina berdiri dengan mata yang terluka dan penuh tanya, nada suaranya getir dan kecewa.
"Aku bisa menjelaskannya, Angelina, tapi itu tidak penting. Dia hanya bagian dari masa laluku," Samuel berkata dengan nada terukur, berusaha menenangkan.
Angelina tidak terima, kemarahan di matanya semakin membara. "Lalu kenapa kau masih menyimpan foto itu!? Apa kau masih mencintainya? Dan kenapa kau bahkan sampai menyogok orang tuaku hanya demi menikah denganku!?"
"Angelina! Cukup!" Samuel tiba-tiba meninggikan suaranya, membuat Angelina terdiam, terkejut. "Bisakah kau berhenti membuat keributan sekali saja? Aku tidak ingin membahasnya! Atau bertengkar lagi!"
Angelina terpaku. Belum pernah ia melihat sisi Samuel yang seperti ini—begitu keras dan tegas. Pria yang selama ini dikenal lembut dan penuh perhatian kini tampak seperti orang asing. Luka dan kekecewaan melintas di wajahnya.
"Kau benar-benar bukan orang yang aku pikirkan selama ini," bisiknya pelan, dengan suara yang hampir patah. Angelina berbalik dan berlari menaiki tangga, air mata membayang di matanya.
Samuel tetap diam di tempatnya, tak mampu mengalihkan pandangannya dari bingkai foto yang masih ia genggam. Kenangan-kenangan lama seolah mengalir kembali, mengingatkannya pada masa lalu yang pernah ia simpan rapat-rapat.
Ada banyak momen manis yang dulu membuatnya bahagia, tapi kini, semua itu hanya tinggal kenangan yang seharusnya tak lagi berpengaruh dalam hidupnya.
Menghela napas panjang, Samuel menyadari bahwa kini bukan waktunya untuk terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Angelina adalah masa depannya, satu-satunya yang penting baginya sekarang.
Dengan tekad untuk menjelaskan segalanya, ia meletakkan bingkai foto itu di meja, meninggalkannya, lalu berjalan ke arah kamar mereka, berharap bisa memperbaiki situasi dan menghapus kekecewaan di mata istrinya.
"Angelina istriku sayang," Samuel mengetuk pintu sambil memanggil nama Angelina dengan lembut.
"Boleh aku masuk?"
Tidak ada jawaban.
Samuel menghela napas sabar, "Baiklah, aku tidak akan memaksamu untuk membuka pintu, ku harap kau bisa memberikan aku waktu untuk menjelaskan semua yang kau lihat."