NovelToon NovelToon
Lara Berselimut Cinta

Lara Berselimut Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Poligami / Keluarga
Popularitas:1M
Nilai: 4.9
Nama Author: moon

Selama 10 tahun lamanya, pernikahan yang Adhis dan Raka jalani terasa sempurna, walau belum ada anak diantara mereka.

Tapi, tepat di ulang tahun ke 10 pernikahan mereka, Adhis mengetahui bahwa Raka telah memiliki seorang anak bersama istri sirinya.

Masihkah Adhis bertahan dalam peliknya kisah rumah tangganya? menelan pahitnya empedu diantara manisnya kata-kata cinta dari Raka?

Atau, memilih meladeni Dean, mantan kekasih serta calon tunangannya dimasa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#22•

#22

Dean mungkin hanya sedang sial saja, karena tak ada angin tak ada hujan, ia jadi tertimpa damage kemarahan Adhis. 

Hari-harinya setelah meninggalkan London memang seperti itulah, ia kembali ke setelan awal seperti ketika masih muda dan membahayakan bagi para gadis di sekitarnya. Tapi kini, hanya perkara celetukkan kecil ia jadi ikut terkena imbasnya.

“Iya, memang sudah sangat lama berlalu, tapi luka dan penghinaanmu saat itu, masih meninggalkan bekas yang tak mungkin bisa disembuhkan.” 

Dean terdiam, ia mengakui dulu sangat keterlaluan, dan jika kini dipikir kembali, harusnya saat itu ia bisa mengendalikan emosi. Bukannya melampiaskan pada Adhis yang mungkin juga hanya ingin mengenal lebih dekat, siapa laki-laki yang dijodohkan dengannya.

“Maaf, aku tahu ini sudah sangat terlambat, tapi aku tak akan berhenti meminta maaf, jika itu membuatmu merasa lebih baik.” 

Adhis berpaling, ia mengusap air mata yang luruh tanpa permisi, Adhis sendiri tak mengerti, kenapa tiba-tiba terpancing emosi, hanya gara-celetukan kecil yang Dean lontarkan.

“Pagi tadi kamu tak begini? Apa salahku, hingga kamu tiba-tiba berubah?” Walau heran, tapi Dean coba mencari jawaban atas perubahan sikap Adhis. “Atau kamu sedang ada masalah?”

Adhis berdiri, dan meletakkan jaket milik Dean diatas meja, sungguh tak berminat lagi melanjutkan obrolan. 

Melihat kepergian Adhis, Dean urung melanjutkan makan malamnya, ia meletakkan uang pembayaran di atas meja, kemudian berjalan cepat mengejar Adhis. “Dhis … ” panggil Dean yang ketinggalan beberapa langkah di belakang Adhis. Namun seperti sengaja menulikan pendengarannya, Adhis terus melangkah, sambil mengutak-atik ponselnya, guna memesan taksi online. 

Sesaat kemudian, dengan susah payah Dean berhasil menangkap lengan Adhis, “Lepas!!!” 

“Kalau aku tak mau?” tanya Dean.

“Aku wanita bersuami, Kak, jangan kurang ajar! Seberapapun kemarahanku pada suamiku, aku masih wajib menjaga martabatku sebagai wanita!” tanpa sadar Adhis keceplosan, dan mengatakan bahwa ia sedang marah dengan sang suami. 

“Kamu sedang marah, jadi jangan pergi seperti ini.” Dean coba mencegah kepergian Adhis, karena akan sangat berbahaya jika mengemudi. “Tak baik jika kamu mengemudi dalam keadaan marah.”

“Aku naik taksi, jadi kamu tak ada lagi alasan bagimu untuk menahanku.”

“Itu pun tidak boleh, ini sudah terlalu malam, biarkan aku yang mengantarmu!.” 

Adhis diam, ia menatap Dean dengan pandangan marah. Dulu pria ini lah yang menghancurkan hatinya, mendorongnya pergi seperti sampah tak berarti. Lalu kemudian Raka hadir menjadi teman, memberi perhatian layaknya seorang Kakak, hingga perlahan menghadirkan rasa cinta yang membuat Adhis lupa pernah sakit hati pada cinta pertamanya. 

Tapi masa 10 tahun merajut rumah tangga yang indah, kini seolah berubah petaka, kala Raka tega mendua. Haruskah Adhis pasrah menerima perlakuan Raka? 

“Ayo, mobilku parkir di Hotel tempatku menginap.” Suara Dean membuyarkan lamunan Adhis. Pria itu masih berusaha membujuk Adhis, agar bersedia ikut dengannya. 

“Tidak, lebih baik aku menunggu taksi.” Adhis kembali menolak. 

“Tapi ini sudah malam, dan tak mungkin aku membiarkan putri Om Bima bepergian sendiri malam-malam!” sentak Dean tanpa sadar, semuanya murni karena kecemasannya. 

“Memang siapa kamu?” tanya Adhis, hilang sudah kesopanan yang ia jaga sejak pagi, perse^tan dengan tata krama, saat ini Adhis sedang sangat marah dan ingin segera mengakhiri semua. 

Perlahan Dean melepaskan genggaman tangannya, “iya,aku memang bukan siapa-siapa lagi bagimu.” ia tertawa sumbang sembari menggosok wajahnya dengan kedua telapak tangannya. 

“Sepertinya kamu sedang ada masalah, dan sialnya masa lalu kita yang belum selesai, membuat emosimu semakin memuncak tanpa sebab. Aku benar bukan?” Dean menatap Adhis, penuh selidik. Sementara yang dia tatap mulai bereaksi. 

“Iya … benar! Tapi sekali lagi aku tekankan, masalahku, sama sekali bukan urusanmu!” jawab Adhis dingin. 

“Aku tak peduli dengan masalahmu, tapi jika itu berkaitan dengan masa lalu kita, tentu menjadi urusanku,” balas Dean masih tak mau mengalah, ia justru berusaha masuk, agar bisa. Menyelami isi hati sang mantan kekasih. 

Adhis menggeleng, “Berhenti peduli padaku, pada hidupku yang menyedihkan. Aku sudah hancur, Kak, bukan hancur secara fisik. Tapi sekali lagi, ada yang menghancurkan perasaanku.”

Dean kembali terdiam, ia benar-benar tak tahu harus memposisikan dirinya sebagai apa, kakak? Teman? Atau mantan brengsek yang dulu mengkhianati kekasihnya. 

“Dan hebatnya, lagi-lagi aku dikhianati laki-laki yang aku cintai!!” pekik Adhis. 

Seandainya bisa, ingin rasanya Dean berputar ke belakang, kembali ke masa mudanya. Tapi sayangnya, waktu tak mungkin berulang, seperti halnya kata-kata yang terlanjur diucap. 

“Melihatku hancur dan rapuh, Apa membuatmu sangat bahagia?” Adhis kembali berpaling, tampak sangat jelas bahwa dia berusaha terlihat tegar di depan orang lain, padahal hatinya sudah hancur hingga tak lagi berbentuk. 

“Kenapa!? Baik kamu ataupun dia sama-sama berhasil membuatku hancur!? Apa salahku!? Katakan dimana letak kesalahanku!? Hingga kalian tega berkhianat di belakangku!?” 

Adhis kembali mengeluarkan isi hatinya, ia bahkan memukul asal dada Pria yang berdiri di hadapannya, tak peduli bahwasannya bukan Dean yang mengkhianati pernikahannya, melainkan Raka. Tapi karena dahulu Dean pernah melakukan hal yang sama terhadapnya, maka jangan salahkan Adhis, jika kini Dean ikut terseret. 

Karena beban ini terlalu berat menghimpit dadanya. Sesak itu kembali terasa menyakitkan ketika lara cinta yang pernah berlalu puluhan tahun silam, kembali berulang. 

Rasanya ingin sekali Adhis berteriak dan protes pada tatanan dunia, karena aturan yang secara tak sengaja terbentuk mampu menyudutkan seorang wanita dalam titik ketidakberdayaan. 

Tak cukupkah hanya dengan menjadi wanita serta istri yang baik? Kenapa pula ada tuntutan untuk menghadirkan keturunan? Lantas jika sang istri tak mampu, maka label mandul, atau takut merubah bentuk badan menjadi sasaran empuk pembullyan. 

•••

POV Dean 

Terdiam ku menatapnya, tak ada yang bisa ku lakukan selain mendengarkan setiap keluh kesahnya, jangankan memeluk, memegang tangan saja, Adhis dengan tegas menolak. Karena adat istiadat tersebut tetap terlihat tidak pantas di negara ini, selain memang dilarang tegas oleh norma agama. 

Rasa bersalah yang sekian lama aku kubur dalam-dalam, kini kembali merangkak ke permukaan. Hatiku seperti ikut tercabik ketika mendengar kemarahan Adhis, karena  jelas-jelas aku adalah salah satu objek yang ia marahi. 

Hingga beberapa saat berlalu, aku hanya bisa berjongkok di sisi Adhis yang juga berjongkok sembari menumpahkan tangis di kedua lututnya. 

Aku terpaksa berdiri ketika kulihat beberapa petugas kepolisian mendekat ke arah kami. “Selamat malam, Pak.” Sapa polisi tersebut. 

“Selamat malam,” jawabku heran, karena ada beberapa petugas lain yang juga menghampiri orang-orang yang berada tak jauh dariku. 

“Baru saja ada himbauan dari BMKG, bahwa kabut malam ini akan turun sangat pekat, jadi disarankan pada para pengunjung untuk tetap bertahan disini.” 

Aku cukup terkejut mendengar informasi tersebut, walau sebagian lain dari diriku bersorak kegirangan. Karena itu artinya aku masih punya banyak waktu bersama Adhis. 

#Dasar, duda gemblung 🤧

Mendengar penuturan petugas, Adhis pun ikut berdiri, “tapi, saya masih bisa turun sekarang, kan?” Adhis gegas bertanya.

“Tidak bisa, Bu, kami sudah menutup akses pintu masuk, dan keluar dari area ini, karena kabut sudah semakin pekat, dan akan bertambah pekat setiap menit.” Penjelasan tersebut membuat Adhis diam, tapi kuharap ini menjadi kesempatan baginya untuk menepi, menenangkan diri sejenak, agar bisa kembali dan mengambil keputusan dengan pikiran yang lebih jernih. 

Kami masih terdiam sampai beberapa menit setelah petugas tersebut pergi meninggalkan kami. 

“Ayo … sebaiknya kamu juga menginap di hotel tempatku menginap, besok pagi-pagi aku akan mengantarmu.” 

Tanpa menunggu persetujuan aku mendorong pelan pundak Adhis, setelah sebelumnya kembali ku selimutkan jaketku di pundaknya. Aku senang karena setidaknya Adhis tak menolak perhatian kecil dariku, sengaja aku mendorong tubuhnya agar tangan ini tak tergoda untuk kembali menyentuh kulitnya. 

Hanya perlu lima menit hingga kami tiba di hotel tempatku menginap, dan satu lagi yang patut kusyukuri, karena hari ini pengunjung yang menginap di hotel tidak banyak. 

“Terima kasih,” ucapku ketika resepsionis menyerahkan kunci kamar padaku. Sebelumnya aku sudah berpesan pada resepsionis tersebut, agar melimpahkan semua tagihan kamar padaku, termasuk menyerahkan nomor ponselku. 

Sepanjang perjalanan menuju kamar yang akan Adhis tempati, ia hanya diam dan tak banyak bicara. Hanya sesekali ku dengar ia terisak pelan. 

Kuserahkan kunci kamar pada Adhis, ketika kami sampai di kamar yang akan Adhis tempati. 

“Ini kamarku,” Aku menunjuk kamar yang tepat berada di depan kamar Adhis, “kapanpun kamu butuh bantuan, ketuk saja,” ujarku basa-basi. 

“Tidak perlu repot-repot, aku bisa mengurus diriku sendiri,” tolak Adhis, tapi aku tak menghiraukannya, karena beberapa detik kemudian aku bukakan pintu kamar untuknya. Setelah memastikan Adhis masuk, aku berpesan, 

“Istirahatlah, gunakan waktumu untuk bisa berpikir jernih, apakah laki-laki penghianat sepertiku dan dia, masih layak berada di sisimu.” 

Setelah memastikan pintu kamar Adhis tertutup rapat, aku masih diam mematung di sana, tak hendak beranjak walau udara semakin dingin. 

•••

Kalian pasti menebak, hotel penuh, dan mereka terpaksa sekamar. Hayo ngaku!!! 🤣🤣🤣

1
Sukhana Ana lestari
Wa'alaikum salam wr wb
Terima kasih atas karyamu akuh suka . semoga othor sehat wal'afiat sll semangat untuk terus berkarya.. aku tunggu karya yg akan datang.. Sugeng ndalu othor 🌙
moon: /Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Asri Widiastuti
lbh baik begitu thor, tanpa berbelit2 yg penting masalah selesai dan hidup bahagia dgn jln hidup masing2 itu lbh keren ceritanya.
Aan
thanks Thor
see you on the next story
I can't wait your novel 🥳
Sukhana Ana lestari
Mantaaaaf Aaron...👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻 jempol banyak buat Abang Aaron
Sukhana Ana lestari
🤭🤭🤭😅😅😅😅
Sukhana Ana lestari
Ikutan senyum² liat kalian semua bahagia.. jangan bilang udah di ujung end ya thor.. pengin lbh lama dengerin celotehan princess Mayra..
Sukhana Ana lestari
🤣🤣🤣🤣🤣
Sukhana Ana lestari
Giling???? Adeknya di kira guling.. 🤭🤭🤭
Sukhana Ana lestari
Weleeh.. 🤣🤣🤣🤣
Lina Gunawan
lanjut👍
Lina Gunawan
bagus bngt alur ceritanya,runtur jln ceritanya bikin emosi
Lina Gunawan
Buruk
Sukhana Ana lestari
Gara² ada yg nyumpahin kesleo jari e othor jd beneran kan... tumpah ruah dadi mbuh iku ngetik e... 😅😅😅
Sukhana Ana lestari
Ho..oh..
Sukhana Ana lestari
Jodoh nih kalian berdua...duo F
Sukhana Ana lestari
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Sukhana Ana lestari
🤣🤣🤣🤣 Ini Dr Fachri ngledek ae.. baby Mayra dewasa Dr fachri wis aki aki...🤣🤣🤣
Sukhana Ana lestari
🤣🤣🤣🤣🤣wis podo tue jih pengin gelut po????🤣🤣🤣🤣
Trusthi Widhi
sukakk bgt bab ini❤️❤️❤️
Siti Ariani
guling 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!