Astin yang sakit 3 hari telah meninggal duni, tetapi sebuah jiwa yang tersesat mengambil ahli tubuhnya.
Astin lalu berubah menjadi sangat berbeda, memberi kejutan pada orang-orang yang selama ini menghina Astin.
Kejutan apakah itu?
Yuk baca untuk mengetahuinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon To Raja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Mahkota yang hilang di tangan seorang asing
Sandriana kembali ke ruang makan dengan ekspresi yang tidak ramah, dia menghampiri Chika dan langsung mengoleskan obat yang ia bawa di punggung Chika.
"Tante tidak perlu khawatir, sekarang terasa lebih baik," ucap Chika sambil menutup kembali pakaiannya bersamaan dengan Arga yang muncul dari pintu.
Tampak pria itu menggunakan kaos putih santai dengan celana lengan pendek, lalu berjalan ke arah kursi dan duduk di sana.
Ia sedikit melirik kursi di sampingnya, ke mana istrinya?
"Ayo semuanya makan," ucap Sandriana langsung menaruh makanan ke piring Chika.
"Paman di mana?" Tanya Chika.
"Hari ini dia bekerja lembur," jawab Sandriana sambil melirik Astin yang kembali ke tempat duduknya setelah selesai menelpon.
Baru saja Astin duduk dan hendak mengambil makanan, sang ibu mertua kemudian berkata, "bukankah kau harus meminta maaf pada Chika?"
Astin menahan nafasnya, melirik Chika yang tampak terlihat menunduk dengan ekspresi penuh rasa bersalah.
Astin sudah lelah, setiap kali ada masalah selalu disuruh minta maaf.
"Ibu, Apakah ibu benar-benar berpikir aku mendorongnya?" Tanya Astin setelah beberapa saat terdiam.
Sandriana mengeryit, "kalau bukan kau, lalu mungkinkah Chika jatuh sendiri? Selama ini ibu memperlakukanmu dengan baik, meski kau tahu sendiri ibu sulit untuk menerimamu sebagai menantu di keluarga ini. Tapi karena kau sudah dipilih oleh kakek, maka Ibu berusaha untuk menerimamu dengan baik. Jadi ibu hanya meminta satu hal supaya kau menjaga kepercayaan Ibu, jangan terus berkeras kepala dan jangan terus membuat masalah dengan Chika. Ibu tahu kau tidak suka Chika karena dia dekat dengan Arga, tapi kau juga harus sadar sekarang kalau kau sudah menjadi istri Arga,, tidak mungkin Arga akan memprioritaskan orang lain ketimbang istrinya sendiri. Tidak usah memikirkan hal-hal konyol dan mencemburui hal-hal yang tidak seharusnya. Minta maaf lah sekarang," kata Sandriana berusaha menahan emosinya menatap sang menantu.
Astin tetap diam, menatap Ibu mertuanya dengan tenang, sesaat kemudian dia melirik suaminya yang ada di sampingnya dan tampak Arga hanya diam saja seolah-olah tidak terjadi apapun.
Melihat situasi yang tidak menguntungkan, Astin meletakkan sendok dan garpunya lalu perempuan itu berdiri menatap Ibu mertuanya, "Aku akan minta maaf jika aku salah, tapi jika tidak salah, aku tidak punya kewajiban untuk minta maaf pada siapapun!" Tegas Astin sebelum berlalu meninggalkan meja makan membuat Sandriana terkejut.
Akhir-akhir ini menantunya tampak berubah drastis. Jadi keras kepala sekali.
Dengan penuh rasa bersalah Sandriana menatap Chika, "Tante minta maaf atas sikap dan astin, dokter akan datang sebentar lagi untuk memeriksa mu, makanlah terlebih dahulu," ucap Sandriana kembali menambahkan makanan ke piring Chika.
"Tidak apa-apa tante," ucap Chika dengan suara yang sedikit mengandung kekecewaan Seraya melirik Arga yang tetap makan dengan tenang.
Sementara Sandriana yang kembali ke kamarnya, dia tersenyum melihat ponselnya.
Sambil memasang headset, dia mendengarkan sebuah rekaman yang baru saja ia ambil di meja makan tadi.
Sebelumnya dia telah menyiapkan ponselnya dalam mode perekam suara karena dia tahu Chika pasti akan melakukan hal yang sama lain kali.
Cukup puas dengan hasil rekaman itu, Astin meletakkan ponselnya Lalu naik ke tempat tidur membungkus tubuhnya dengan selimut.
Dia merasa lapar, namun memilih untuk tidur saja dan mengurus perutnya besok pagi atau nanti malam ketika dia terbangun.
Saat Astin telah lelap dalam tidurnya, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan terlihatlah seorang pria yang baru saja kembali dari ruang makan.
Arga menatap perempuan di atas tempat tidur yang tampak lelap, lalu mengabaikannya dan memilih memasuki ruang kerjanya.
Pria itu membereskan pekerjaan di atas tempat tidur sambil sesekali melirik ke arah pintu kamar, merasa tidak tenang memikirkan apa yang sudah ia lakukan beberapa saat yang lalu sebelum makan malam.
Dia merasa bersalah.
Namun sesaat terus memikirkannya, tiba-tiba Dia merasakan sesuatu yang aneh dari dalam tubuhnya.
Dia sudah cukup familiar dengan perasaan ini.
Sebab beberapa kali dia telah merasakannya karena apa yang dilakukan oleh Astin.
Obat perangsang, selalu digunakan Astin untuk menjebaknya menghabiskan malam dengan perempuan itu.
Apakah sekarang Astin kembali melakukannya?
Arga menyipitkan matanya, berdiri menenangkan dirinya, berusaha membuka jendela untuk mendapat udara segar.
Tetapi Tentu saja itu tidak cukup, sepertinya dosis yang ia dapatkan kali ini cukup tinggi daripada sebelum-sebelumnya.
"Perempuan itu...." Arga menggertakan giginya, dia langsung berjalan ke arah pintu dan membuka pintu.
Namun sesaat setelah membuka pintu, ia melihat tempat tidur telah kosong, hanya tertinggal selimut berantakan di atas tempat tidur.
"Kemana dia?" Arga menggertakkan giginya, menahan dorongan dari dalam tubuhnya karena obat yang telah diberikan padanya.
Pria itu berjalan ke kamar mandi dan membuka pintu kamar mandi, namun tidak mendapati siapapun di sana.
Arga pun menggertakan giginya, duduk di samping tempat tidur sambil meramas sprei, menunggu seorang perempuan memasuki kamar, sebab pikirnya Astin mungkin keluar untuk mendapatkan makanan atau minuman.
Namun cukup lama menunggu, tidak ada siapapun yang masuk ke dalam kamar.
Hanya sebuah ketukan pintu.
Tok tok tok...
Arga mengerutkan keningnya, Siapa yang mengetuk pintu malam-malam begini?
Sebelum Arga sempat berdiri untuk keluar, tiba-tiba sebuah suara terdengar dari seberang pintu, "ini aku, Chika. Aku ingin mengembalikan punyamu yang terjatuh saat kau mendorong ku tadi." Suara Chika dari seberang pintu membuat kening Arga mengerut.
"Apa kau mendengarku?" Chika kembali berbicara setelah tidak ada yang menjawabnya.
Perempuan itu menggigit Bibir bawahnya sambil berpikir, 'jelas-jelas tidak ada Astin di dalam kamar ini, hanya ada Arga saja karena Astin baru saja keluar menggunakan mobil. Tapi Apakah Arga tidak berada di kamar melainkan sedang ada di kamar rahasianya?'
Chika berpikir beberapa saat lagi sebelum kembali berkata, "aku akan menaruhnya di depan pintu."
Setelah itu, Chika meletakkan botol yang sebelumnya telah Ia siapkan dan kemudian melangkah pergi meninggalkan pintu tersebut.
Chika lalu kembali ke kamar yang telah disiapkan Sandriana untuknya, berdiri di depan jendela menunggu kepulangan mobil milik Astin.
'Seseorang pasti akan menemukan botol itu sebelum Astin kembali,' ucap Chika sambil tersenyum licik.
Perempuan itu menunggu sangat lama sampai akhirnya ia melihat sebuah mobil memasuki kediaman hingga dia berlari ke lantai atas untuk mengecek Apakah botol yang ia letakkan di depan pintu kamar masih ada di sana atau tidak.
Setelah memastikan botol tersebut sudah tidak ada lagi, dia pun kembali ke lantai bawah dan mengunci pintu kamarnya.
Sementara Astin yang turun dari mobilnya, ia langsung pergi ke lantai atas, menuju kamarnya dan membuka pintu.
Clek!
Baru saja pintu terbuka, ia terkejut ketika sebuah lengan meraihnya dan tubuhnya langsung terlempar ke atas ranjang.
Astin berusaha memperhatikan pria yang mendekat ke arahnya, namun lampu di kamar itu sepenuhnya telah dimatikan hingga hanya ada kegelapan membuat Astin menjadi panik sebab ia pikir ada seorang penyusup di tempat itu.
Suara nafas seorang pria yang begitu berat mengisi tempat itu menandakan sesuatu yang menggebu-gebu dari tubuh Sang pria.
"Tolong!!!" Astin berteriak, berusaha meminta tolong ketika kakinya diraih oleh pria asing itu.
Namun seketika tubuhnya tertarik ke bawah dan langsung tertindih oleh sebuah tubuh yang kekar membuat Astin mendapatkan matanya ketika sebuah bibir mengunci bibirnya.
"Mmngg!!!" Astin berusaha meronta melepaskan diri dari sang pria, Namun kedua tangannya malah diletakkan di atas kepala dan pria itu dengan kasar melepaskan satu persatu pakaiannya.
Sreeekkkk!
Srekk!
Suara robekan terdengar di mana-mana, dan Astin pun tidak bisa berteriak meminta tolong karena bibirnya terus dikunci oleh pria asing itu.
Air mata Astin menetes jatuh, rasa sakit menggerogoti seluruh tubuhnya, seketika dia seolah-olah menjadi kapal yang diombang-ambingkan di atas permukaan laut.
Rasa sakit di bagian bawahnya membuat keringat dingin keluar dari seluruh tubuh Perempuan itu namun sesaat kemudian rasa nikmat telah menguasainya.
Tamat sudah riwayatnya!
kalo lihat jangan pingsan ya rik🤣🤣🤣