Dira Namari, gadis manja pembuat masalah, terpaksa harus meninggalkan kehidupannya di Bandung dan pindah ke Jakarta. Ibunya menitipkan Dira di rumah sahabat lamanya, Tante Maya, agar Dira bisa melanjutkan sekolah di sebuah sekolah internasional bergengsi. Di sana, Dira bertemu Levin Kivandra, anak pertama Tante Maya yang jenius namun sangat menyebalkan. Perbedaan karakter mereka yang mencolok kerap menimbulkan konflik.
Kini, Dira harus beradaptasi di sekolah yang jauh berbeda dari yang sebelumnya, menghadapi lingkungan baru, teman-teman yang asing, bahkan musuh-musuh yang tidak pernah ia duga. Mampukah Dira bertahan dan melewati semua tantangan yang menghadang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Nadin
"Shhh! Jangan berisik, Kak!" bisik Vanya panik, buru-buru menutup mulut Dira dengan tangannya. "Nanti aku ketahuan." Dira menyingkirkan tangan Vanya dengan bingung. "Tapi kamu dari mana? Kok pulang malam begini?" tanyanya penasaran, nada suaranya sedikit menuntut jawaban.
Vanya tampak ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Biasalah, Kak, abis malam mingguan." Vanya melirik ke arah tangga, seakan memastikan tidak ada yang mendengar percakapan mereka. "Tapi Kakak jangan bilang-bilang Mamah atau Kak Levin, ya! Bisa mati aku." Dira tersenyum kecil, merasa lucu melihat Vanya yang tampak ketakutan. "Aman kok. Emang kamu gak boleh pacaran, ya?" tanyanya sambil menatap adiknya yang tampak lemas.
"Bukan gak boleh pacaran, Kak," Vanya menghela napas berat. "Tapi Kak Levin gak suka sama pacar aku. Makanya aku harus diem-diem gini."Oh, gitu ya," jawab Dira, sedikit terkejut tapi juga memahami situasinya. "Eh, iya, Kakak mau ngambil minum. Kamu langsung masuk kamar aja, mereka udah pada tidur." Vanya mengangguk dan dengan hati-hati melangkah ke kamarnya, sementara Dira melanjutkan langkahnya ke dapur untuk akhirnya mengambil segelas air yang sudah lama tertunda. Namun, pikirannya masih dipenuhi berbagai hal—tentang Vanya yang harus sembunyi-sembunyi, tentang Levin yang mencurigakan, dan juga tentang Naomi. Rasanya, semakin hari hidupnya semakin rumit.
...----------------...
Keesokan Harinya "Nadin, omaygat! Akhirnya kita ketemu lagi, setelah berabad-abad!" seru Dira, langsung memeluk Nadin erat saat sahabatnya itu baru saja tiba. "Lebay lo. Belum juga seminggu lo di Jakarta, udah kangen aja sama gue," balas Nadin sambil terkekeh.
"Ayo sini, duduk! Gue udah pesenin lo sarapan enak," ujar Dira antusias, menarik tangan Nadin agar segera duduk di meja kafe yang telah mereka pesan. "Kenapa sih buru-buru banget? Mulut lo udah gatel ya pengen cerita?" tebak Nadin dengan nada menggoda. "Iya lah! Bisa gila gue kalo nggak cerita sama lo. Cuma lo doang yang ngertiin gue," jawab Dira, melepaskan sedikit keluhannya.
"Aduh, jadi baper nih gue. Berasa penting," sahut Nadin dengan senyum tersipu. "Yaudah, gue mulai cerita nih ya..." Dira hendak memulai kisahnya, tapi tiba-tiba, seorang pelayan datang membawa makanan mereka. "Permisi, ini pesanannya, Mba," ucap pelayan itu dengan sopan.
"Oh iya, makasih, Mas," jawab Dira otomatis, namun ia tertegun sejenak saat melihat wajah si pelayan. "Kayak kenal, tapi siapa ya?" gumamnya dalam hati, berusaha mengingat. "Woy, lo kenapa jadi diem?" Nadin menyadarkan Dira yang terlihat melamun. "Enggak, enggak, cuma... cowok tadi kayak pernah gue liat," jawab Dira, masih mencoba mengingat. "Suka, ya? Tapi emang ganteng sih," sindir Nadin sambil tersenyum jahil."Bukan, bukan gitu," Dira menyangkal, meskipun sedikit salah tingkah. "Cuma kayak kenal aja, tapi ya... ada yang lebih ganteng sih."
Nadin langsung tertarik. "Siapa? Siapa? Lo udah ada target baru?" Dira tersenyum penuh rahasia, matanya berbinar. "Ada banget! Mana tinggal serumah sama gue."Serumah sama lo?" Nadin terbelalak bingung. "Siapa? Kok gue nggak tau?" "Anaknya Tante Maya, Levin. Seangkatan sama kita. Udah ganteng, tapi ya gitu... sayangnya agak songong," jawab Dira, matanya berbinar saat membicarakan Levin.
"Lo pasti deketin dong?" tanya Nadin dengan penuh penasaran. Dira terkekeh sambil menggeleng pelan. "Ya kali! Belum segitunya, Nad. Tapi... lo tau kan, gue nggak akan ngelewatin kesempatan emas begitu aja." "Ya pastinya sih," jawab Dira sambil tersenyum nakal, "tapi ada hal yang lebih menarik daripada gue ngedeketin dia." Dira terlihat serius, tampaknya memikirkan sesuatu yang lebih besar.
Nadin yang sudah akrab dengan pola pikir Dira, bertanya, "Lo punya rencana apalagi sih, Dir?" Dira mengangguk pelan, matanya bersinar penuh semangat. "Ada yang lebih menarik, yaitu kisah hidup si Levin itu sendiri. Gue di-bully sama cewek yang udah ngejar-ngejar dia dari SD. Ternyata, si Levin ini punya cewek yang dia suka, tapi ceweknya ninggalin dia. Kalau gue berhasil jadi pacar Levin, otomatis gue bisa balas dendam sama cewek yang udah bully gue itu. Gedek banget gue sama dia!" Nadin terkejut mendengar cerita Dira. "Lo di-bully?" tanyanya, tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Seriusan?"
"Iya, serius. Cewek itu bikin hidup gue di sekolah lama jadi susah," Dira menjelaskan dengan nada tegas. "Dan sekarang gue punya kesempatan buat ngebalikkan keadaan, gue bisa dapetin Levin dan sekaligus bikin cewek itu merasakan apa yang gue rasain."Nadin tampak mengamati Dira dengan penuh perhatian. "Wah, lo memang nggak pernah berhenti bikin rencana. Tapi hati-hati, Dir. Jangan sampai lo malah terjebak dalam rencana lo sendiri."
Dira tersenyum penuh percaya diri. "Tenang aja, Nad. Gue udah mikirin semua kemungkinan. Yang penting, gue bakal pastiin semua ini berjalan sesuai rencana."Yaudah deh, kalau lo udah yakin, gue dukung aja," Nadin akhirnya menyerah. "Sekarang, cerita lagi dong tentang Levin. Lo udah tau banyak tentang dia, kan?"Dira tertawa kecil, senangnya bisa berbagi ceritanya dengan Nadin. "Oh, banyak banget! Tapi gue rasa, kita harus bicarain sambil makan. Sarapan kita bakal enak banget!"
“Nyebelin banget, kan? Mana dia anak kepala sekolah lagi, jadi gue nggak bisa ngapa-ngapain,” ujar Dira kesal. “Gue jadi penasaran sama orang yang ngebully lo itu. Ada fotonya nggak?” tanya Nadin, penasaran.
“Nggak punya gue fotonya, tapi namanya Naomi,” jawab Dira, memberi tahu Nadin nama si pembully. Nadin segera membuka ponselnya“Bentar, gue cari dulu... Nah, ketemu!” serunya sambil memperlihatkan hasil pencariannya ke Dira.
“Ya, ini dia...”“Iya, Dir. Orang kaya banget ini, tapi kayak nggak asing deh mukanya,” gumam Nadin sambil berpikir keras “lo kenal dia?” tanya Dira penasaran. “Bentar, gue cek lagi.” Nadin menggulir layar ponselnya. “Nah, ketemu! Tuh, bener, kan!” “Apa? Coba liat!” Dira menatap layar ponsel Nadin dengan terkejut.
“Pantesan aja mereka sama-sama songong! Ternyata sodaraan!” seru Dira sambil melihat foto keluarga Andika, yang ternyata ada Naomi di dalamnya. “Wah, seru banget nih, Dir! Lo harus bikin rencana yang mantep buat jatuhin mereka berdua,” Nadin menyemangati Dira. “yang satu ngebully gue, yang satu bikin gue hampir dikeluarin dari sekolah...” gumam Dira sambil berpikir keras, menyusun strategi.
“Yang paling nyebelin dari mereka itu, tiap hari ngatain gue lonte. Nyebelin banget, kan?” ujar Dira penuh emosi “lagian, lo gonta-ganti pacar mulu sih,” sindir Nadin sambil tersenyum jahil. “tapi kan, gue nggak pernah jual diri ke mantan-mantan gue!” Dira membela diri. “Yakin?” Nadin menatap Dira dengan senyum simpul di bibirnya “udah lah, kita sarapan dulu, yuk. Laper banget gue,” ujar Dira, mencoba mengalihkan pembicaraan
...****************...
Tante Maya duduk bersama anak-anaknya di depan televisi. Levin tampak fokus membaca buku di tangannya. "Mah, Vanya keluar dulu, ya. Mau main sama teman-teman," pamit Vanya sambil berdiri.
"Oke, pulangnya jangan terlalu sore, ya. Eh, Dira ke mana, ya?" tanya Tante Maya, menoleh ke arah Levin.
"Nggak tahu, Mah. Tadi pagi habis cuci piring, langsung dandan terus keluar rumah," jawab Vanya dengan santai sebelum beranjak keluar, menyalakan motor Scoopy-nya dan pergi. Tante Maya masih duduk sambil mengernyit. "Emangnya kenapa, Mah, nyariin Dira?" tanya Levin, penasaran.
yu follow untuk ikut gabung ke Gc Bcm thx