Between Hate And Love

Between Hate And Love

Permulaan

Pada suatu pagi yang mendung di kota Bandung, hujan turun deras membasahi halaman sekolah, menciptakan genangan kecil di sekeliling gerbang. Saat para murid berduyun-duyun memasuki area sekolah, di sudut ruang guru, tampak seorang murid perempuan yang mencuri perhatian. Dira, dengan riasan wajah bergaya smokey eye yang mencolok dan rambut potongan wolf cut yang edgy, memancarkan aura yang tak bisa diabaikan. Dengan percaya diri, Dira melangkah memasuki ruang guru, menyisakan jejak ketertarikan di antara teman-teman sekelasnya yang terpesona oleh penampilannya yang berani dan berbeda.

“Aduh, Dira,” seru Ibu Sari, sang wali kelas, dengan nada lelah. “Sebagai guru, saya sudah capek sekali menegur kamu. Coba ibu tanya, sudah berapa kali kamu masuk ruang BK? Dira, dengan gaya santai yang sudah dikenal, menjawab dengan nada slengeanya“Kalau ibu hitung, kira-kira sudah tujuh kali, bu. Kalau tidak salah ingat, tapi masih sedikit lah, belum genap sepuluh kali, kok.” Meskipun jawabannya terdengar santai, kilatan keengganan di matanya tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan rasa frustrasinya terhadap situasi tersebut.

“Tujuh kali, Dira,” ujar Ibu Sari, suaranya penuh penekanan. “Kalau di sekolah lain, kamu mungkin sudah dikeluarkan. Semua kasus kamu itu cukup serius mulai dari pertengkaran dengan siswa kelas delapan A yang berakhir membuatnya dirawat di rumah sakit, hingga kebiasaan kamu bolos sekolah setidaknya satu hari setiap

minggunya. Dan penampilanmu yang seperti ini apakah ini benar-benar mencerminkan seorang murid yang patut dicontoh?”

Ibu Sari menatap Dira dengan ekspresi campur aduk antara keputusasaan dan kemarahan.

Setiap kata yang diucapkannya seperti menekankan betapa sulitnya menghadapi siswanya yang keras kepala dan sulit diatur ini.  “Ibu, masalah saya berantem dengan anak kelas A itu sebenarnya bukan salah saya,” kata Dira, mencoba membela diri dengan nada marah. “Dia yang mulai dengan menyebar gosip yang tidak benar tentang saya. Bayangkan, bu saya digosipkan sebagai lonte sekolah gara-gara dia. Siapa yang tidak marah, coba?”

Ibu Sari menghela napas panjang, mencoba menahan kesabarannya. “Ya, tapi masalahnya bisa diselesaikan dengan cara yang lebih baik. Tidak perlu sampai berantem dan menimbulkan korban. Syukurlah orang tua anak itu baik, kalau tidak, kamu bisa saja dilaporkan ke polisi. Sekarang, cepat hapus makeup-mu. Masa anak sekolah

penampilannya seperti ini?”

Ibu Sari menyerahkan selembar kapas kepada Dira dengan tatapan tegas, berharap siswanya mau mendengarkan dan memperbaiki sikapnya. “Ibu nggak asik, deh. Ibu nggak tahu siapa Avril Lavigne?” Dira berseru, suaranya penuh semangat. “Saya itu terinspirasi dari dia, Bu. Keren, kan?” Dengan cepat, dia

menyodorkan ponselnya kepada Bu Guru, memperlihatkan foto idolanya. Wajah Avril Lavigne, dengan bibir pucat dan mata hitam dramatis, tampak jelas di layar. Bu Guru mengernyit. “Keren apanya?” katanya sambil menatap tajam foto itu. “Bibir pucat, mata hitam… sudah mirip kuntilanak saja. Cepat hapus!”

Dira menatap ponselnya, kecewa. Dengan berat hati, dia mulai menghapus makeup yang telah dirapihkannya sejak subuh. “Apaan sih, Bu Guru ini,” gumamnya pelan. “Padahal gue udah keren begini dari pagi-pagi buta…” Tapi tak ada pilihan lain—di depan tatapan tegas Bu Guru, Dira hanya bisa menuruti. “Jangan lupa, besok bawa orang tua kamu ke sini,” kata Bu Guru tegas, matanya menatap tajam ke arah Dira, seolah tak ada ruang untuk pembelaan.“Iya, Bu,” jawab Dira dengan nada setengah hati, memutar bola matanya begitu Bu Guru berbalik meninggalkannya.

***

Siang itu, di kantin sekolah saat jam istirahat, Dira dan sahabatnya, Nadin, tengah menikmati semangkuk indomie favorit mereka. Uap panas mengepul dari mangkuk, sementara aroma gurih menguar di udara. “Nikmat hidup adalah makan indomie setiap saat,”ujar Dira sambil menyeruput sisa kuah di mangkuknya.

“AAAA—” Dira bersendawa keras, membuat beberapa siswa di sekitar mereka menoleh.“Dira, tutup

mulut kalau bersendawa,” gerutu Nadin yang tampak terganggu, melirik sahabatnya dengan tatapan jengkel. Dira hanya tersenyum santai, tidak terlalu peduli, menikmati momen kecilnya di tengah kesibukan sekolah.

"Yaelah, Din, harusnya lo udah biasa dong," balas Dira sambil menyenggol lengan Nadin dengan santai. Mata Nadin tiba-tiba melirik ke arah pintu kantin, lalu berbisik, "Eh, Dir, itu orangnya datang."Dira spontan berdiri dari

bangkunya, matanya tajam menatap ke arah tiga pria yang baru saja masuk. Salah satu dari mereka, Andika, masih mengenakan perban di kepalanya, bekas luka dari insiden sebelumnya. "Ngapain lo ke sini?" tanya Dira dengan nada ketus, kepalanya sedikit terangkat, menantang. Andika hanya mengangkat alis, tersenyum tipis. "Sabar dong, Dir. Gue baru juga datang, udah disambut emosi gini," jawabnya santai, meskipun ada nada menahan sakit di balik sikapnya yang tenang. “Apa kabar, Dir? Selama gue di rumah sakit, lo hidup dengan tenang, nggak?” Andika menyeringai, suaranya terkesan meremehkan.

Dira tertawa kecil, tapi nadanya tajam. “Hidup gue sangat tenang, kok. Malah, gue harap lo lebih baik di rumah sakit selamanya. Daripada keluar cuma buat ngerugiin orang lain. ”Andika mengangkat bahunya, senyum di bibirnya tak pudar. Dia melangkah lebih dekat, membungkuk dan berbisik ke telinga Dira, “Oh, gitu ya? Gue cuma mau kasih tahu, besok ada kejutan buat lo.”

Dira langsung meringis dan menjauh. “Apa sih, Anjing! Mulut lo bau rokok,” ucapnya spontan, wajahnya mengernyit akibat aroma menyengat yang menyertai bisikan Andika.Andika hanya tertawa kecil, lalu melangkah keluar dari kantin bersama dua teman yang mengikutinya dari belakang. Nadin yang sejak tadi diam, menatap penuh rasa ingin tahu. “Tadi Andika ngomong apa?”“Mana gue tahu? Yang gue inget cuma bau mulutnya,” balas Dira sambil mengibas-ngibaskan tangannya, seolah ingin mengusir aroma rokok yang masih terbayang.

**Kring...!!** Bel sekolah berbunyi\, menandakan jam pulang. Dira berjalan santai ke arah motornya\, sebuah Nmax hitam mengilap. Di belakangnya\, Nadin melangkah\, siap menumpang di boncengan.

Begitu mesin motor menyala, Dira bertanya, "Din, kita langsung pulang aja nih?" Nadin yang duduk di belakang, sambil menyesuaikan posisi, menjawab, "Kayaknya langsung pulang aja deh. Gue harus bantuin Bunda di warung."Dira mendengus kecil. "Aduh, si anak berbakti. Oke deh, tapi minggu nanti kita harus clubbing, ya. Gue kangen banget main sama lo, lama nggak jalan bareng!" Nadin tertawa pelan, tapi suaranya sedikit cemas. "Ya lo sih enak, nggak dimarahin nyokap lo. Gue terakhir kali clubbing, ketauan, terus abis itu diomelin habis-habisan. Bokap gue kan ustadz, lo gak tahu aja gimana seremnya dia ngamuk waktu tahu gue ke clubbing, njir.”

Dira tertawa keras mendengar cerita Nadin, tapi dia bisa membayangkan betapa ribetnya punya

orang tua sekeras ayah Nadin. “Haha, yaelah, Din. Nyokap gue mana tahu urusan gue. Dia aja di rumah seminggu sekali, mana ngerti kehidupan gue yang sebenarnya,” Dira tertawa keras. “Paling besok-besok gue dipanggil BK, baru deh dia kaget, hahaha.”

Setelah mengantar Nadin ke rumah, Dira tidak langsung pulang. Alih-alih, ia memutuskan untuk pergi ke mall, tempat favoritnya untuk melepaskan penat. Ia memesan tiket untuk menonton film horor terbaru, genre yang paling dia sukai. Memilih tempat duduk di barisan paling atas, tepat di tengah, Dira segera masuk ke dalam teater sebelum banyak orang berdatangan. Perlahan, kursi di sekelilingnya mulai terisi. Hari itu adalah penayangan perdana film tersebut, dan bioskop pun penuh sesak dengan penggemar horor yang siap menikmati ketegangan yang akan datang.

Terpopuler

Comments

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓 menuju Hiatus

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓 menuju Hiatus

pocipan mampir
yu follow untuk ikut gabung ke Gc Bcm thx

2024-10-01

0

✍️⃞⃟𝑹𝑨 Oksigen🍂¢°2🫧

✍️⃞⃟𝑹𝑨 Oksigen🍂¢°2🫧

halooo kak,.iklan meluncuuurrr ✈️✈️

2024-09-23

0

lihat semua
Episodes
1 Permulaan
2 Kemarahan Orang tua
3 Di keluarkan
4 Pindah
5 rumah baru
6 Pangeran
7 Sekolah Baru
8 Mengagumi
9 Pdkt
10 Sangat Sulit
11 Perhatian
12 War
13 Liontin?
14 Bertemu Nadin
15 Di panggil kepala sekolah
16 Terluka
17 Menjenguk
18 Salah Sendiri
19 Kenapa Bisa?
20 Balas dendam
21 Makan Malam
22 Masalah Gerry
23 Kembali Tertipu
24 Kejujuran yang pahit
25 Kepanikan
26 Gerry Keluar?
27 Siapa Dia?
28 Penghapusan
29 Memohon
30 Bunuh Diri
31 Penyesalan
32 Masakan Dira
33 Mencoba masakan Dira
34 Alif Datang
35 Dira Pusing
36 bagas kembali
37 Kunjungan
38 Ancaman Kembali
39 Kecerobohan
40 Kesalahan
41 Keegoisan
42 Kebohongan Terungkap
43 Bunuh Diri
44 Penyesalan ?
45 Di salahkan
46 Kelicikan
47 Pandangan Orang
48 Kekecewaan Orangtua
49 Melapor
50 Perhatian Alif
51 Kebencian Dinda
52 Kekecewaan Dinda
53 Tidak pernah akur
54 Ujian
55 Liburan
56 Tiba di bandung
57 Bertemu Nadin
58 Apakah Dira menyukainya
59 Olahraga bersama
60 Musuh Kembali
61 Penasaran
62 Masalalu Dira
63 Musuh mengikuti
64 Kekacauan tiada akhir
65 Diam Diam Gengsi
66 Kebingungan
67 Perhatian tidak di duga
68 Masa Lalu yang mengancam
69 Semua salah Dira?
70 Kebenaran yang terungkap
71 Kesepian
72 Belum Berakhir
73 Jalan keluar
74 truth or dare.
75 Senyuman samar
76 Dari Siapa?
77 Kenapa kau kembali?
Episodes

Updated 77 Episodes

1
Permulaan
2
Kemarahan Orang tua
3
Di keluarkan
4
Pindah
5
rumah baru
6
Pangeran
7
Sekolah Baru
8
Mengagumi
9
Pdkt
10
Sangat Sulit
11
Perhatian
12
War
13
Liontin?
14
Bertemu Nadin
15
Di panggil kepala sekolah
16
Terluka
17
Menjenguk
18
Salah Sendiri
19
Kenapa Bisa?
20
Balas dendam
21
Makan Malam
22
Masalah Gerry
23
Kembali Tertipu
24
Kejujuran yang pahit
25
Kepanikan
26
Gerry Keluar?
27
Siapa Dia?
28
Penghapusan
29
Memohon
30
Bunuh Diri
31
Penyesalan
32
Masakan Dira
33
Mencoba masakan Dira
34
Alif Datang
35
Dira Pusing
36
bagas kembali
37
Kunjungan
38
Ancaman Kembali
39
Kecerobohan
40
Kesalahan
41
Keegoisan
42
Kebohongan Terungkap
43
Bunuh Diri
44
Penyesalan ?
45
Di salahkan
46
Kelicikan
47
Pandangan Orang
48
Kekecewaan Orangtua
49
Melapor
50
Perhatian Alif
51
Kebencian Dinda
52
Kekecewaan Dinda
53
Tidak pernah akur
54
Ujian
55
Liburan
56
Tiba di bandung
57
Bertemu Nadin
58
Apakah Dira menyukainya
59
Olahraga bersama
60
Musuh Kembali
61
Penasaran
62
Masalalu Dira
63
Musuh mengikuti
64
Kekacauan tiada akhir
65
Diam Diam Gengsi
66
Kebingungan
67
Perhatian tidak di duga
68
Masa Lalu yang mengancam
69
Semua salah Dira?
70
Kebenaran yang terungkap
71
Kesepian
72
Belum Berakhir
73
Jalan keluar
74
truth or dare.
75
Senyuman samar
76
Dari Siapa?
77
Kenapa kau kembali?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!