NovelToon NovelToon
Adil Untuk Delima

Adil Untuk Delima

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Fia

Berkisah Delima, seorang janda yang menikah lagi dengan seorang pria hanya bermodalkan ingin kejelasan tentang kematian suaminya. Ia hanya mencari kebenaran saja, apa suaminya meninggal karena kecelakaan jatuh di tempat kerja atau memang sengaja mengakhiri hidupnya karena alasan pinjaman online?. Atau memang ada alasan lain dibalik itu semua.

Pernikahannya dengan seorang pria bernama Adil. Mampu membuka beberapa fakta yang sangat ingin diketahuinya. Namun disaat bersamaan kebahagiaan rumah tangganya bersama Adil terancam bubar karena kesalahpahaman.



Mampu kah Delima mempertahankannya atau justru menyerah dengan keadaannya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Fia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 Adil Untuk Delima

"Mama dan Handi tidak mencari tahu dulu asal usul wanita itu?." Tanya Om Davis saat mereka makan bersama.

"Iya Ma, bisa-bisa jadi bagian keluarga kita" sambung Meta. Istrinya Om Davis.

"Memangnya kenapa?" Kamu lupa siapa dirimu dulu?." Jawab nenek ketus. Nenek mengingatkan kembali siapa Meta dulu sebelum menjadi istri dari putranya.

Wajah Meta memerah karena harus menahan emosinya lagi. Setelah puluhan tahun menjadi bagian keluarga besar suaminya. Namun masa lalunya tetap saja masih diungkit. Masa lalu itu tak akan sanggupkah Meta hapus selamanya.

"Mama sudah janji sama aku tidak akan mengungkit asal usul Meta. Sekarang yang kita bicarakan istrinya Adil, Ma." Om Davis menarik napas. Menengahi ketegangan antara istri dan Mamanya.

"Istrimu yang mulai duluan." Nenek membela diri lalu meletakkan sendok dan garpu di atas piring. Selera makannya telah hilang.

Selera makan Meta pun demikian, ia mendorong mundur kursinya lalu bangkit meninggalkan suami dan mertuanya. Sampai saat ini ia belum bisa akur juga dengan mertuanya, masih saja berselisih paham mengenai apapun.

"Antar kan aku pulang ke rumah Adil sekarang juga!" perintah nenek pada Om Davis saat pria itu bangkit untuk menyusul istrinya.

"Iya, Ma. Aku bicara pada Meta dulu."

Nenek hanya diam tak menyahut. Ia menatap punggung sang putra yang semakin tak terlihat. Bagi nenek hanya Adil yang selalu ada dan selalu mengerti setiap kebutuhannya. Hanya Adil segala-galanya. Ketiga putranya terlalu sibuk dengan urusan masing-masing.

"Makanya jangan pernah memancing Mama." Om Davis sebenernya juga sudah gerah dengan Meta yang tak bisa menjaga mulutnya.

"Sampai kapan pun Mama kamu enggak bakal menerima aku. Hanya ada Indira, menantu kesayangannya. Makanya aku benci dengan Indira."

"Pelan-pelan ngomongnya, nanti Mama dengar." Kata Om Davis memastikan lagi pintu kamarnya telah ditutup dengan rapat.

"Biar saja Mama dengar, aku tidak peduli." Teriak Meta.

"Apa kamu yakin tidak peduli? Kamu sudah siap hidup di dalam dinginnya penjara?."

"Kok kamu jadi mengancam aku sih, Mas?!." Bentak Meta.

"Aku masuk penjara, kamu juga akan lebih menderita lagi hidupnya di dalam penjara. Kamu yang akan paling dirugikan karena harus kehilangan segalanya. Bukan aku yang hanya seorang mantan wanita malam" Lanjut Meta mengancam suaminya sendiri.

Om Davis memegang tengkuknya, lehernya tiba-tiba saja berat memikirkan lagi masalah ini.

"Semuanya tak akan terbongkar kalau kita tetap tenang dan bermain cantik." Kata Om Davis sambil menepuk pelan punggung Meta. Lalu ia keluar dari kamar dengan wajah kusut.

Menjadi mala petaka ketika ia bertemu dengan Meta kala itu di sebuah club malam. Dimana Meta menjadi primadona club malam yang telah menghabiskan malam panjang bersamanya hingga menghadirkan nyawa baru. Ia tak punya memiliki pilihan lain selain menikahi Meta demi reputasinya di dunia bisnis.

Seiring berjalannya waktu, ternyata Meta memiliki ambisi yang begitu besar untuk menguasai kekayaan keluarga besarnya yang saat ini ada di tangan Handi, Papanya Adil. Sudah terlanjur, ia pun semakin jauh terseret dalam kegilaan Meta dalam rencananya untuk menguasai bisnis keluarga. Segala macam cara telah dilakukannya hingga saat ini.

Om Davis tak sendiri mengantar kepulangan sang Mama. Ternyata Om David ikut karena pria itu akan selalu pergi kemana pun Om Davis pergi.

Setelah berkendara kurang dari lima jam, nenek sudah berkumpul dengan Adil dan Delima. Nenek yang sudah sangat kelelahan langsung ditemani Delima beristirahat di dalam kamarnya. Baru selesai dirapikan Wati.

Sedangkan Om Davis dan Om David berbincang santai dengan Adil di ruang tengah. Banyak masalah pekerjaan yang mereka bicarakan sampai larut malam. Setelahnya mereka masuk ke dalam kamar masing-masing.

Delima yang tak kuasa menahan kantuk sudah terlelap lebih dulu. Namun kini tangan kekar sang suami yang membelit pinggangnya mengusik ketenangannya.

"Mas..." suara serak Delima begitu sangat seksi terdengar di telinga Adil.

"Maaf mengganggumu sayang " Adil menempelkan hidung mancungnya pada batang leher Delima setelah merapikan rambut Delima. Menghirup dalam-dalam aroma wangi yang sangat disukainya.

"Hmmm" Delima hanya bergumam saja karena rasa kantuk yang tak dapat ditahannya lagi. Adil pun tak ingin egois, menahan keinginannya untuk bercinta malam ini. Karena besok pagi masih bisa dilakukannya. Ia segera memejamkan mata sambil mengeratkan pelukan pada Delima.

Setelah menahan beberapa jam untuk tidak menyentuh sang istri. Kini ia bisa menikmati istrinya lagi sebab Delima sudah bangun dari tidurnya dan bisa diajak untuk berlayar saat waktu sudah menjelang pagi.

Tidak lama, hanya satu kali penyatuan saja yang dilakukan keduanya. Adil juga harus sudah bersiap pagi ini, berangkat kerja bersama Om Davis ke kantor Papa Handi.

"Aku sarapan di kantor sayang" Adil meminta sarapannya untuk dimasukkan ke dalam kotak bekal. Delima pun mengiyakannya. Dengan cepat langsung menyiapkan beberapa kotak bekal makan sekaligus untuk makan siang. Yang masih layak makan karena disimpan di tempat makan yang sangat aman.

"Om David enggak ikut?" tanya Adil sudah siap berangkat dengan tentangan tas dan bekal di tangannya.

"David lagi enggak bisa ikut" sahut Om Davis. Ia juga sudah siap, baru selesai menghabiskan sarapannya.

"Biar saja ada nenek di rumah. Kalian bekerja saja yang tenang." Nenek Adil menimpali.

"Iya, Nek." Sahut Adil lalu memeluk sang nenek yang diikuti Om Davis. Om Davis lebih dulu berjalan menuju mobil.

"Sayang aku berangkat, kamu dan nenek hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku." Kini Adil memeluk Delima lalu mendaratkan kecupan singkat pada keningnya.

"Iya, Mas Adil. Mas juga hati-hati kerjanya. Jangan lupa dimakan sarapannya." Balas Delima menyalami tangan Adil dengan takzim.

"Iya, sayang." Adil kembali mencium kening Delima lalu menyusul Om Davis yang telah menunggunya di luar.

Usai kepergian Adil dan Om Davis. Nenek masih duduk di meja makan. Meminta Delima untuk membangunkan Om David yang masih tidur.

Tok tok tok

Tak kunjung mendapatkan jawaban, perlahan Delima membuka pintu dan ternyata tidak dikunci. Pintu kamar sudah terbuka, walau ragu namun Delima tetap melangkahkan kakinya mendekati tempat tidur Om David.

"Om David...Om David...Om David."

Sudah berulang kali Delima memanggil nama Om David namun pria itu masih saja terlelap. Delima masih berdiri di tempatnya dan masih berusaha membangunkan Om David.

"Om David..." tangan gemetar Delima menyentuh lengan Om David dengan membungkukkan tubuhnya.

Terlihat lah tidur Om David terganggu, wajah pria itu mulai berkeringat dan perlahan-lahan kepalanya bergerak ke kiri ke kanan.

"Om David masih ingat dengan OB yang bernama Azka? Yang meninggal beberapa bulan lalu karena kecelakaan. Jatuh dari ketinggian gedung kantor saat bekerja." Tanya Delima dengan suara pelan tepat di telinga Om David.

Wajah berkeringat itu kini menjadi pucat, semakin cepat gerakan kepalanya namun belum ada respon yang berarti.

"Om David ingat yang namanya Azka? Meninggal tidak mendapatkan pesangon sepeserpun karena meninggalnya bunuh diri." Kata Delima lagi.

Di luar dugaan Delima, Om David menganggukkan kepala.

"Om David ingat?."

"Iya" kini Om David bicara.

"Kenapa CCTV itu memperlihatkan Azka melompat dari ketinggian bukannya terjatuh?." Dengan perasaan cemas Delima menunggu jawaban Om David. Ia juga takut tindakannya diketahui nenek atau yang lain.

"Kenapa?" tanya Delima pagi saat Om David tak kunjung menjabat. Yang ada kepalanya kembali menggeleng.

Delima berdiri tegak sambil menarik napas. Mungkin belum waktunya mendapatkan jawaban sesuai dengan keinginannya. Ia pun sudah menyerah dan kembali berjalan menuju akan meja makan. Namun belum juga ia melangkah, Om David kembali bicara.

"Kakakku yang telah mengatur semuanya supaya Azka tak mendapatkan apapun dari perusahaan."

Deg

Tubuh Delima melemah lalu segara menghampiri Om David dan langsung mengajukan pertanyaan.

"Kakak siapa? Papa Handi atau Om Davis?."

Bersambung

1
Esti Purwanti Sajidin
aduhlah ikut deg2 an jg jadi nya
Teti Hayati
Mulai tegang...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!