Di tengah reruntuhan planet Zefia, Arez terbangun dari tidur panjangnya—sebuah dunia yang hancur akibat bencana besar yang dikenal sebagai Bang. Setiap seratus tahun, planet ini mengalami Reset, sebuah siklus mengerikan yang membawa kehancuran, memunculkan monster, dan membangkitkan kejahatan dari masa lalu. Dunia di mana perdamaian tak pernah bertahan lama, di mana peradaban selalu bangkit hanya untuk jatuh kembali.
Arez, seorang pahlawan yang terlupakan, bangkit tanpa ingatan tentang masa lalunya. Digerakkan oleh naluri untuk melindungi Zefia, ia harus bergabung dengan para Refor, pejuang pilihan yang memegang kekuatan elemen untuk menjaga keseimbangan dunia. Namun, Arez tidak menyadari bahwa ia adalah kunci dari siklus kehancuran yang terus berulang. Monster dan musuh dari masa lalu mengenali jati dirinya, tetapi Arez terjebak dalam kebingungan, tak memahami siapa dirinya sebenarnya.
Apakah di@ adalah penyelamat dunia, atau justru sumber kehancurannya? Apakah Arez akan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daffa Rifky Virziano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keinginan
Setelah pemeriksaan yang mengejutkan dan pembicaraan serius dengan Cybele, Arez akhirnya keluar dari ruangan dengan ekspresi yang. Elara, yang telah menunggu dengan cemas, rasa khawatir semakin jelas tergambar di wajahnya. Tanpa menunggu lama, ia segera menghampiri Arez.
"Arez, apa yang terjadi di dalam sana? Kenapa mereka begitu serius?" Elara bertanya dengan suara penuh kekhawatiran, matanya mencari jawaban di wajah Arez.
Arez menatap Elara dan berkata dengan suara rendah, "Aku... Aku memiliki kekuatan ganda, Elara. Cahaya dan Kegelapan. Terima kasih Elara atas bantuan mu selama ini kita akan berpisah sementara..."
Mendengar pengakuan itu, Elara tampak terpana. Matanya melebar "Menakjubkan..apa kau sekuat itu???.." Gumamnya, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Suasana di sekitar mereka tiba-tiba menjadi sunyi, dan semua orang yang berada di sana—termasuk Zaj—mendengar pernyataan Arez. Mereka terkejut, bahkan ada yang mulai berbisik-bisik dengan nada ketakutan dan kekaguman.
Zaj, yang sebelumnya bersikap sombong, tampak sangat kaget mendengar ini. Matanya melotot, dan untuk pertama kalinya, kesombongannya memudar, digantikan oleh rasa takut dan iri. "K-kekuatan ganda?" gumamnya pelan, hampir tak percaya.
Sementara itu, Elara merasakan campuran emosi antara khawatir, bingung, dan kagum. Setelah mengumpulkan pikirannya, ia berkata dengan nada penuh tekad, "Arez, jika kau memiliki kekuatan sebesar itu, kau tidak bisa sendirian. Aku akan menemanimu. Aku akan ikut denganmu ke markas Ksatria Eirene."
Cybele, yang sejak tadi memperhatikan mereka dari dekat, mengangguk pelan mendengar permintaan Elara. "Baiklah," jawab Cybele dengan nada datar namun tegas. "Kau bisa ikut, tapi ingat, ini adalah urusan serius. Kalian berdua akan dibawa ke markas kita harus pergi sekarang sebelum ada keributan lebih."
Arez, yang merasa lega mendengar bahwa Elara diizinkan untuk ikut, mengangguk setuju. "Terima kasih, Elara. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi... aku senang kau ada di sini."
Elara tersenyum tipis, berusaha menenangkan Arez meski dirinya sendiri merasa gugup. "Jangan khawatir, Arez. Apapun yang terjadi, aku akan membantu mu."
Dengan keputusan ini, Cybele memberi perintah kepada prajuritnya untuk mempersiapkan perjalanan mereka ke markas Eirene. Sementara itu, orang-orang yang berada di sekitar masih dalam keadaan terkejut dan penuh tanda tanya, menatap ke arah Arez dan Elara.
Sebelum mereka berangkat, Arez dan Elara mendekati Zaj, yang masih terlihat kaget dan sedikit kecewa dengan situasi yang terjadi.
Arez, dengan senyuman tulus, mengulurkan tangannya kepada Zaj. "Zaj, semoga keberuntungan menyertaimu. Aku berharap kau berhasil mencapai impianmu menjadi Ksatria Eraine yang kuat."
Elara pun menambahkan dengan lembut, "Kami harap kau sukses dalam perjalananmu, Zaj. Jaga dirimu."
Zaj, yang merasa campuran emosi antara iri, kagum, dan sedikit canggung, hanya bisa mengangguk pelan. Matanya berkedip beberapa kali, mencoba menahan perasaan kecewanya. "Terima kasih," katanya dengan suara yang nyaris berbisik. "Kalian berdua... hati-hati semoga kita bertemu lagi."
Arez dan Elara tersenyum padanya sebelum berbalik untuk bergabung dengan Cybele dan pasukan Eirene. Zaj, yang kini berdiri sendiri, menatap punggung mereka yang semakin menjauh, merasakan kekosongan di dalam hatinya. Meski sedikit tertegun, ia tahu bahwa jalannya sendiri belum berakhir. Ada banyak hal yang masih harus ia capai, dan ia bertekad untuk menjadi lebih kuat.
Saat Arez dan Elara meninggalkan tempat itu, Zaj akhirnya berkata dengan lirih, "Semoga kalian juga beruntung." Meski kata-katanya penuh ketulusan, ada sedikit nada kesedihan yang tak bisa ia sembunyikan.
Arez dan Elara masuk ke dalam kereta kuda yang sudah disiapkan, dengan Cybele dan para ksatria Eirene yang kuat mengawal di sekeliling mereka. Kereta tersebut ditarik oleh kuda-kuda putih berkilau, dengan tapak kakinya yang menghantam jalanan berbatu menghasilkan suara yang indah dan teratur—kluk kluk kluk. Suara ini, bersama dengan derap kaki para ksatria yang berbaris dengan disiplin, memberikan aura yang megah dan penuh kekuatan.
Saat mereka melaju menuju istana yang juga merupakan markas Ksatria Eirene, para penduduk kota Panggea yang berada di pinggir jalan mulai berkerumun, terkejut melihat kehadiran Cybele. Mereka membisikkan nama sang pemimpin dengan rasa hormat dan kagum, tak percaya bahwa seseorang dengan kedudukan setinggi itu tengah melintasi jalanan kota mereka.
Cybele, yang duduk dengan tenang di atas kudanya, tetap memandang lurus ke depan, tak terganggu oleh perhatian orang-orang. Ekspresi wajahnya tegas dan tidak memperlihatkan sedikitpun emosi. Para ksatria yang mengiringi di sisi kereta juga tetap waspada, menjaga keamanan dalam formasi yang ketat.
Arez dan Elara, yang duduk di dalam kereta, bisa merasakan pandangan penduduk yang penuh rasa ingin tahu. Mereka berdua saling melirik, dengan Elara mencoba menenangkan Arez yang tampak sedikit canggung di tengah sorotan mata banyak orang.
"Dalam beberapa saat lagi, kita akan sampai di markas Ksatria Eirene," kata Elara, mencoba mengalihkan perhatian Arez dari kegugupannya. "Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja."
Arez mengangguk pelan, mencoba menenangkan dirinya sendiri dengan kata-kata Elara. Di luar, kereta dan rombongan terus melaju dengan kecepatan tetap, menuju ke arah istana megah yang terlihat di kejauhan. Perlahan namun pasti, mereka mendekati pusat kekuasaan para Ksatria Eirene, di mana nasib Arez akan ditentukan.
Sesampainya di istana megah yang menjadi markas besar Ksatria Eirene, Arez dan Elara, yang tampak sedikit gugup, melangkah masuk didampingi oleh Cybele. Suasana di dalam istana terasa sangat berbeda—dinding-dindingnya dihiasi oleh lambang-lambang kebesaran, dengan lantai marmer yang berkilau di bawah kaki mereka. Keheningan yang penuh wibawa melingkupi setiap sudut, menunjukkan betapa pentingnya tempat ini dalam struktur kekuasaan di Zefia.
Mereka dibawa melewati beberapa koridor yang dipenuhi oleh penjaga dan prajurit, hingga akhirnya tiba di sebuah ruangan besar yang megah namun penuh dengan aura serius. Ruangan tersebut adalah tempat di mana pertemuan penting kerajaan biasa diadakan. Di tengah ruangan, di atas takhta yang menjulang tinggi, duduk Raja Athelstan, penguasa negara Trevia, dengan sikap agung dan tatapan tajam.
Di dekatnya, berdiri seorang pria tua yang memancarkan kebijaksanaan dari setiap kerutan di wajahnya. Dia adalah Graz, sang Hakim Agung yang terkenal bijak dan adil. Dengan janggut berwarna putih dan jubah panjang, Graz memancarkan aura seorang pemimpin yang sudah berpengalaman. Di sampingnya, terlihat Musashi, Pelatih Ksatria Refor, seorang samurai yang dihormati karena keahlian dan kebijaksanaannya. Wajahnya tegas dengan sorot mata yang tajam, menunjukkan seorang pejuang sejati.
...------------...
...Graz Hakim Agung...
...Musashi Pelatih...
...------------------------...
Cybele, pemimpin Ksatria Eirene, melangkah maju ke tengah ruangan, diikuti oleh Arez dan Elara. Setelah memberi hormat, Cybele dengan tegas memperkenalkan Arez kepada semua yang hadir.
"Saya membawa seorang pemuda yang memiliki kekuatan ganda, Yang Mulia," kata Cybele dengan nada yang tegas. "Kekuatan yang sangat jarang dan hampir mustahil dimiliki oleh seorang manusia—Cahaya dan Kegelapan. Saya yakin ini membutuhkan perhatian khusus dari kerajaan."
Raja Athelstan, yang duduk di atas takhtanya dengan penuh wibawa, menatap Arez dengan mata yang tajam dan penuh pertimbangan. Sementara itu, Graz mengelus janggutnya, tampak sedang merenung mendalam.
"Kekuatan yang jarang dan berbahaya," ujar Graz pelan, namun suaranya menggema di ruangan itu. "Ini bisa menjadi berkat sekaligus kutukan bagi negeri ini. Kita harus berhati-hati."
Musashi, yang berdiri dengan sikap tegak dan penuh perhatian, memandang Arez dengan sorot mata seorang pelatih yang mencoba menilai kemampuan seseorang. "Jika benar pemuda ini memiliki kekuatan seperti itu, kita harus memastikan dia mendapatkan pelatihan yang layak. Tanpa kendali, kekuatan sebesar itu bisa menghancurkan."
Elara, yang berdiri di samping Arez, merasa gugup namun mencoba untuk tetap tenang. Dia tahu bahwa apa yang terjadi selanjutnya akan sangat mempengaruhi masa depan mereka berdua, terutama Arez.
Raja Athelstan akhirnya berbicara, suaranya tenang namun penuh dengan otoritas. "Arez, sepertinya takdir telah membawa kita bertemu hari ini. Aku ingin mendengar langsung darimu—apa yang kau ketahui tentang dirimu sendiri, dan apa yang kau inginkan dengan kekuatan yang kau miliki?"
Arez, yang merasa seluruh perhatian kini tertuju padanya, mengumpulkan keberanian untuk menjawab. Dia tahu bahwa jawaban ini bisa menentukan nasibnya di dunia baru ini.
Arez menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum berbicara. Suasana di ruangan itu begitu tegang, dengan setiap mata tertuju padanya. Namun, dia tahu bahwa dia harus menghadapi ini dengan keberanian.
"Yang Mulia," Arez memulai, suaranya tegas meskipun sedikit gemetar. "Aku sendiri tidak tahu banyak tentang siapa diriku sebenarnya. Aku… dibangkitkan oleh sesuatu yang tidak kumengerti di dunia ini. Ketika aku terbangun, semuanya terasa asing bagiku, seolah-olah aku telah tertidur selama waktu yang sangat lama. Aku hanya memiliki sedikit ingatan tentang diriku sendiri, dan bahkan itu terasa seperti bayangan yang kabur."
Semua orang di ruangan itu mendengarkan dengan seksama, mata mereka terbelalak dengan rasa ingin tahu dan keterkejutan. Cybele menatap Arez dengan penuh perhatian, sementara Raja Athelstan sedikit menyipitkan matanya, mencoba menangkap setiap detail dari pengakuan Arez.
"Yang kutahu," lanjut Arez, "adalah bahwa aku memiliki kekuatan ini—kekuatan yang tampaknya berasal dari dua elemen yang saling bertentangan: Cahaya dan Kegelapan. Tapi aku tidak mengerti bagaimana aku mendapatkannya ataukah aku memang sudah memilikinya?, atau apa yang seharusnya kulakukan dengan kekuatan ini. Aku hanya ingin memahami diriku dan dunia ini lebih baik, dan mungkin, mencari tahu apa tujuan keberadaanku di sini."
Graz, sang hakim, mengerutkan keningnya sambil mengelus janggutnya, tampak benar-benar merenungkan kata-kata Arez. "Ini sangat tidak biasa," gumamnya. "Kekuatan ganda seperti itu… dan tanpa ingatan yang jelas tentang asal-usulnya…"
Raja Athelstan memandang Arez dengan pandangan yang sulit dibaca. Namun, dari ketegasan di balik tatapannya, jelas bahwa dia sedang menimbang-nimbang segala kemungkinan.
"Kau berada di tempat yang tidak biasa, Arez," kata Raja Athelstan akhirnya. "Keberadaanmu dan kekuatanmu bisa membawa perubahan besar—baik atau buruk—di dunia ini.
Raja Athelstan menatap Elara dengan mata penuh rasa ingin tahu. Suasana di ruangan itu kembali hening ketika ia bertanya, "Siapa kamu, anak muda? Dan apa hubunganmu dengan Arez?"
Elara merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat semua mata kini tertuju padanya. Namun, dia tetap tenang dan membalas tatapan Raja Athelstan dengan penuh keyakinan.
"Yang Mulia, namaku Elara," dia mulai dengan suara tegas namun lembut. "Aku adalah penduduk asli dari kota Panggea. Namun, lebih dari itu, aku adalah putri dari Zeff."
Begitu nama itu disebutkan, seketika terdengar gumaman kaget di seluruh ruangan. Graz, sang hakim, mengangkat alisnya dengan penuh kejutan, sementara Musashi yang biasanya tenang terlihat terkejut. Bahkan Cybele, yang biasanya tidak menunjukkan banyak emosi, tampak sedikit terperangah.
"Zeff, pahlawan besar yang tewas dalam Perang Laut Biru?" tanya Raja Athelstan, suaranya mencerminkan keterkejutannya. "Kau adalah putrinya?"
Elara mengangguk. "Benar, Yang Mulia. Ayahku, Zeff, tewas dalam pertempuran heroik saat melindungi dunia ini dari ancaman besar di Laut Biru. Aku telah berusaha untuk melanjutkan warisan yang ditinggalkannya, meskipun aku tahu bahwa jejak yang ditinggalkannya sangat besar dan sulit untuk diisi."
Para hadirin di ruangan itu tampak terdiam sejenak, merenungkan fakta bahwa putri dari pahlawan legendaris Zeff kini berdiri di hadapan mereka. Zeff adalah nama yang sangat dihormati di seluruh Zefia, seorang pejuang yang gagah berani yang mengorbankan nyawanya demi melindungi dunia dari kehancuran. Kenyataan bahwa Elara adalah anaknya menambah lapisan baru pada situasi ini.
"Ini adalah kehormatan besar bagi kami untuk memiliki putri Zeff di istana ini," kata Raja Athelstan, nadanya kini lebih lembut namun penuh penghormatan. "Ayahmu adalah seorang pahlawan yang dikenang dengan penuh rasa hormat oleh semua orang di Zefia. Dan sekarang, mengetahui bahwa kau telah membawa Arez ke sini… sepertinya takdir sedang bermain di antara kita."
"Putri dari pahlawan besar dan seorang pria dengan kekuatan ganda yang luar biasa," Graz berkata sambil memandangi keduanya. "Mungkin ini adalah pertanda bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi di Zefia, sesuatu yang harus kita persiapkan."
Raja Athelstan kembali menatap Arez dengan tatapan yang tajam dan penuh penilaian. Suasana di ruangan itu kembali tegang saat pertanyaan krusial diajukan.
"Arez," kata Raja Athelstan dengan suara yang menggema di seluruh ruangan. "Kami perlu mengetahui di pihak mana kau berada. Apakah kau berpihak pada Zefia, untuk menjaga kedamaian dan memulihkan peradaban, ataukah kau mendukung pemberontakan yang saat ini mengancam kestabilan dunia kami? Pilihlah dengan bijak, karena keputusan ini akan mempengaruhi nasibmu dan masa depan Zefia."
Semua orang di ruangan menunggu dengan penuh perhatian, menantikan jawaban Arez. Cybele, yang berdiri di samping Raja, menatap Arez dengan serius.
Arez merasa berat dengan pertanyaan tersebut. Dia tahu bahwa jawabannya tidak hanya akan menentukan nasibnya, tetapi juga bisa mempengaruhi keseimbangan kekuatan di seluruh Zefia. Dia mengingat kembali semua yang telah dia alami sejak bangkit dari tidurnya—perjuangan, kebenaran yang baru dia temukan, dan tanggung jawab yang kini ada di pundaknya.
Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab. "Yang Mulia," kata Arez dengan suara yang tegas dan penuh keyakinan, "aku tidak memiliki hubungan dengan pemberontakan atau pihak manapun di Zefia. Aku baru saja terbangun dan sedang mencari tahu siapa diriku sebenarnya dan apa tujuanku di dunia ini. Namun, aku ingin menggunakan kekuatan yang kumiliki untuk membantu melindungi dunia ini dari ancaman apapun, termasuk pemberontakan, jika itu diperlukan."
Raja Athelstan mendengarkan dengan seksama, sementara Graz dan Musashi tampak merenung mendalam. Cybele mengangguk sedikit, menunjukkan bahwa dia menghargai kejujuran Arez.
"Jika itu jawabanmu," kata Raja Athelstan akhirnya, "maka kau harus membuktikan niatmu. Kami akan memberikanmu kesempatan untuk bergabung dengan kami dan menunjukkan bahwa kau memang ingin melindungi Zefia. Namun, jika ada kecurigaan atau tindakan yang bertentangan, kami akan memiliki hak untuk menilai kembali posisimu."
Arez mengangguk, memahami sepenuhnya tanggung jawab yang kini berada di tangannya. Dia tahu bahwa tindakannya ke depan akan sangat menentukan, dan dia bertekad untuk melakukan yang terbaik untuk dunia yang baru saja dia kenal ini.
Dengan keputusan tersebut, Raja Athelstan, bersama Cybele, Graz, dan Musashi, menyiapkan rencana selanjutnya untuk Arez dan Elara. Mereka tahu bahwa perjalanan Arez baru saja dimulai, dan tantangan besar menunggu mereka
Untuk tulisan bagus dan rapi melebih standar tulisan author2 di sini kebnyakan. Pendeskripsian juga sudah bagus namun aku saran lebih menerapkan showing ke konten yg ada di cerita.
Untuk Alur termasuk lambat, World Building ada untuk pengenalan cukup, ada beberapa narasi yg janggal namun untuk tidak terlalu mengganggu keseluruhan bacanya.
Saranku, lebih eksplor setting Post Apocalyptic-nya dlu baik sebelum bertemu Elara ataupun ketika baru bertemu dengannya.
Feelnya menurutku bukan seperti novel Post Apocalyptic kebnyakan dan malah seperti Novel isekai pada umumnya.
Skrng jadi emas /Facepalm/