Adil Untuk Delima

Adil Untuk Delima

Bab 1 Adil Untuk Delima

Di suatu pagi terlihat seorang wanita muda sedang menyusui bayi laki-laki yang baru dilahirkannya. Air susunya berlimpah sehingga anak itu langsung bisa menyusu pada ibunya tanpa harus bersusah payah.

Pandangan Delima menoleh ke arah pintu yang didorong dari luar. Terlihat lah suami tercinta berjalan mendekatinya sambil tersenyum. Namun sedetik kemudian memasang wajah serius lalu duduk di depan Delima sambil mengelus kepala jagoannya yang ada dalam gendongan Delima.

"Delima sayang, maaf Mas harus ke kantor. Ada teman Mas yang enggak masuk lima orang kena DBD. Jadi Mas diminta untuk masuk kerja, hitungannya lembur dan dibayar 10 kali lipat."

Walau sangat berat dan ingin menolak, namun dengan uang yang ditawarkan perusahaan Azka sangat berarti bagi kehidupan mereka yang hanya mengandalkan dari pekerjaan Azka sebagai OB.

Sebuah senyum dan anggukan kecil pun Delima tunjukkan pada Azka. Ia tidak apa-apa harus ditinggal sekarang ini. Toh ia melahirkan secara normal di rumah bidan yang tidak jauh dari rumahnya.

"Ya udah, Mas sekarang kerja dulu ya. Nanti Mas kabarin kalau ada apa-apa. Kamu nanti hati-hati pulang dari sini, di rumah ada makanan yang tadi Mas buat untuk ibu dan kamu juga."

Seperti itu lah Azka, pekerjaan memasak sudah sangat akrab dengannya. Di mana ia juga masih memiliki satu orang tuanya yaitu ibu Yunita. Sudah lama sang ibu terkena stroke, sehingga tidak mampu apa-apa. Semuanya hanya dilakukan di tempat tidur. Azka dan Delima bahu membahu mengurus ibu Yunita sebagai bakti mereka pada orang tua.

"Iya, Mas. Mas juga hati-hati kerjanya." Delima mengulurkan tangan untuk salim pada Azka. Pria itu pun menerimanya sehingga Delima bisa mencium punggung tangan Azka.

"Ayah berangkat kerja ya, jagoan." Tak lupa juga Azka berpamitan pada bayi merahnya sambil mencium keningnya. Lalu Azka kembali pada pamit Delima dan Delima mengiringi kepergian Azka dengan senyum.

Waktu terus berjalan, Delima sudah kembali ke rumah sederhananya bersama suami. Ia menaruh bayinya di kasur, bayi yang sudah kenyang menyusu.

Ia segera melihat keadaan ibu Yunita, wanita itu tersenyum sambil menujuk area bawah dengan matanya. Delima yang mengerti pun tersenyum.

"Tidak apa-apa, Bu. Saya ganti pampersnya." Ibu Yunita mengangguk pelan. Walau risih dan sangat malu namun ia tak bisa mengurus diri sendiri.

Dengan telaten dan tanpa rasa jijik Delima membersihkan kotoran ibu Yunita sampai selesai, lalu dipakaikan lagi pampers yang baru dan tentu saja ibu Yunita sudah nyaman kembali. Dilanjutin dengan meninggikan tumpukan guling bantal ibu Yunita karena Delima akan menyuapi makan lalu memberinya obat diberikan dokter.

Hampir satu jam lamanya Delima mengurus ibu Yunita sampai wanita sakit itu tidur dengan pulas. Delima kembali ke kamar dan bayinya pun masih tertidur lelap. Ia merebahkan tubuh lelahnya di samping bayinya. Ia lupa kalau tadi subuh baru melahirkan dan membutuhkan waktu istirahat.

Sebelum ia memejamkan mata, Delima menyempatkan diri melihat handphone. Siapa tahu ada kabar dari suami tercinta. Namun ternyata tidak ada apa-apa. Padahal biasanya selalu ada kabar namun ini sudah pukul tujuh malam tidak ada kabar berita. Ia pun menaruh kembali handphonenya. Baru juga ia memejamkan mata, handphonenya bergetar dan ia segera bangun untuk menjawab panggilan telepon. Dan kali ini dari nomer suaminya.

"Assalamualaikum, Mas."

"Waalaikumsalam, mbak Delima. Maaf saya Fandi, teman satu kantor Azka. Maaf sebelumnya, kalau sekarang Azka sedang ada di rumah sakit."

Deg deg deg

"Mas Azka di rumah sakit? Sakit apa? Kenapa bisa di rumah sakit?." Delima begitu panik dan pikirannya sudah jauh entah kemana. Memikirkan hal terburuk sekalipun, supaya ia kuat menghadapi kenyataan. Namun sangat berharap suaminya tidak apa-apa.

"Jatuh..."

Brak

Handphone dan tubuh Delima jatuh bersamaan. Kembali mencerna apa yang didengarnya. Kemudian sebelum ia bangkit dan segera bergegas pergi ke rumah sakit.

.....

"Lama juga ya Bang Azka di dalam?."

"Mungkin lukanya lebih parah dari yang kita lihat."

"Iya ya, kita aja sampai enggak tega melihatnya. Remuk pasti badan Bang Azka."

"Tadi ada yang lihat jatuhnya enggak?."

"Aku lihat, masih ada juga beberapa orang yang lihat. Itu Bang Azka mau membersihkan kaca jendela bagian luar tapi mungkin enggak nyampe tapi badannya sudah hampir keluar semua. Jadinya jatuh karena enggak ada pegangan lagi."

Hening, tidak ada lagi obrolan apapun. Mereka semua menatap iba pada Delima yang duduk seorang diri di depan ruang operasi. Selanjutnya ada yang memulai lagi obrolannya.

"Pasti dapat kompensasi ya dari kantor?."

"Seharusnya dapat, itu kan kecelakaan di tempat kerja. Apalagi Bang Azka lagi cuti juga."

"Gede dong ya kalau ada kompensasinya?."

"Mending sehat lah daripada begini! Bagaimana sih kamu?."

"Iya juga sih, lebih baik sehat. Jadi kita bisa melakukan apa saja."

Mereka mengangguk menyetujui.

"Ini petinggi perusahan tidak ada yang datang ke sini?."

"Mungkin nanti, Bang. Mereka lagi sibuk. Masa iya enggak ada yang datang?."

Itu percakapan yang bisa di dengar Delima dari sekian banyaknya yang teman-teman Azka bicarakan mengenai kecelakaan Azka. Dari tempatnya menunggu saat ini. Pintu ruang operasi masih tertutup rapat. Yang bisa dilakukannya hanya menunggu sama seperti yang lain. Ia hanya duduk seorang diri, meninggalkan bayi dan ibu mertuanya bersama tiga orang wanita teman Azka juga.

Iya, Azka mengalami kecelakaan. Jatuh dari lantai delapan gedung kantor karena sedang membersihkan jendela. Kondisi Azka sangat memprihatinkan namun masih bernyawa saat dibawa ke rumah sakit. Itu informasi yang diterima Delima dari mereka yang melihat langsung kejadian Azka terjatuh. Semoga saja Azka selamat dan tidak kekurangan suatu apapun.

Tak berselang lama pintu terbuka dan muncul dokter lalu memanggil keluarga pasien. Dengan perasaan takut Delima berdiri dan memaksakan kakinya untuk melangkah menghampiri sang dokter. Dengan suara bergetar dan lelehan air mata Delima bertanya pada dokter tersebut.

"Bagaimana suami saya, dok?."

"Maaf, tapi saya harus sampaikan dengan berat hati. Suami ibu tidak dapat kami selamatkan."

Duuuaaarrr

Detak jantungnya berhenti, dunianya menggelap, hidupnya tak lagi sempurna, hatinya sangat hancur. Ia kehilangan suami yang telah mencintainya dengan segenap jiwa raga. Penglihatan Delima kabur sedetik kemudian,

Brak

Delima jatuh ke lantai tak sadarkan diri. Teman-teman kerja Azka membantunya, dipindahkan ke atas kursi yang berderet. Sebagian ada yang mengurus jenazah Azka.

Cukup lama Delima pingsan dan ia sudah berada di kamarnya. Para tetangga memenuhi ruangan tengah rumah Delima dimana baru saja mereka pulang dari pemakaman. Ia sendiri tak menyaksikan pemakaman Azka karena tak mungkin mereka menunggu Delima sadar untuk memakamkan Azka, itu juga sudah menjelang pagi Delima baru sadar.

"Mas Azka..." Delima terperanjat, hampir saja tangannya mengenai bayi merah yang ada di sampingnya. Air matanya berjatuhan, mengingat kabar duka yang disampaikan dokter. Kemudian Delima meraih bayi yang belum sempat diberi nama oleh suaminya. Bahkan ia sampai melupakan kehadiran bayi merah itu yang kini yatim.

"Bayimu menyusu padaku, untung saja mau." Kata tetangga sebelah rumah.

Delima menatap intens bayi mungilnya dengan air mata yang terus berjatuhan.

"Terima kasih, Mbak"

"Sekarang temui para tetangga di ruang di tengah, mereka sengaja menunggui kamu."

Delima mengangguk lemah. Semakin deras air mata Delima berjatuhan. Delima merapatkan bayinya, mendekap erat bayi merahnya. Menciuminya penuh sayang. Bayinya sangat malang, mereka sangat malang.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!