Anson adalah putra tunggal dari pemilik rumah sakit tempat Aerin bekerja. Mereka bertemu kembali setelah tiga belas tahun. Namun Anson masih membenci Aerin karena dendam masa lalu.
Tapi... Akankah hati lelaki itu tersentuh ketika mengetahui Aerin tidak bahagia? Dan kenapa hatinya ikut terluka saat tanpa sengaja melihat Aerin menangis diam-diam di atap rumah sakit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Emosi Logan selalu tidak stabil ketika menyebut nama Aerin.
"Wanita rendahan. Sok laku, ia tidak tahu apa kalau dibelakangnya banyak sekali orang yang mencemoohnya, huh!" umpat Logan mendengus keras.
Kening Anson berkerut. Ia heran kata-kata kasar itu bisa keluar dari mulut Logan. Jadi ada yang lebih membenci Aerin daripada dirinya?
"Dan kau, kenapa kau jadi tertarik membahas perempuan?" tanya Logan. Saking emosinya memikirkan Aerin, ia jadi lupa kalau ini pertama kalinya Anson bertanya tentang yang namanya wanita.
"Jangan bilang kau tertarik pada kecantikan palsu wanita itu?" dahi Anson berkerut samar.
"Palsu?" ulangnya. Ia melihat Logan mengangguk. Anson tidak mengerti apa arti kecantikan palsu yang di maksud Logan.
"Banyak dokter perempuan yang bergosip kalau wajah cantiknya itu hasil operasi. Katanya dulu valak bahkan lebih enak dilihat darinya."
Anson terbahak.
Ternyata banyak sekali orang yang membencimu.
Sebagai seseorang yang sudah mengenal Aerin dari lama, Anson jelas tahu kalau wanita itu memang cantik alami. Foto masa kecilnya pun masih ada sampai sekarang di rumahnya. Anson ingat Kyle, kakak Aerin pernah memberikan foto kecil gadis itu padanya. Ia bahkan heran kenapa ia belum membuang foto itu sampai sekarang.
Aerin sudah cantik alami dari kecil, hanya hatinya saja yang mungkin tidak secantik wajahnya. Oh ya, sepertinya kutukannya dulu pada gadis itu pun tidak berhasil. Aerin tampak bahagia-bahagia saja bahkan gampang sekali mencampakkan orang yang menyukainya, seperti cerita Logan.
"Sudahlah, jangan membicarakan perempuan tidak penting itu lagi. Katakan kenapa kau kesini?" ujar Logan mengalihkan pembicaraan.
"Aku ingin kau menemaniku berkeliling. Aku belum begitu kenal lingkungan di sini." jawab Anson menatap lelaki itu. Logan melirik jam tangannya sebentar lalu bangkit dari kursi.
"Ayo. Waktu kosong ku hanya satu jam." ujarnya. Anson ikut berdiri.
Setelah berkeliling, Anson cukup takjub karena merasa ayahnya tidak tanggung-tanggung memberikan fasilitas terbaik pada rumah sakit ini. Bagaimana tidak? Rumah sakit ini memiliki enam belas kamar mewah yang dilengkapi elevator pribadi dan layanan valet untuk pasien VVIP. Bahkan, rumah sakit ini juga menawarkan fasilitas kolam renang, spa, dan gym untuk keluarga pasien.
Anson terkesan, ayahnya benar-benar pandai menggunakan uang. Taman rumah sakit juga terlihat begitu indah dan nyaman. Rumah sakit ini memang memanjakan para pasiennya, terutama mereka yang punya uang tentu saja.
Disela-sela menikmati pemandangan taman yang indah, Anson memandangi Logan yang berjalan melewatinya dengan langkah cepat. Ia juga melihat Aerin berdiri di tengah taman sedang bercanda bersama seorang bocah kecil dikursi roda. Anson ikut mendekat ke mereka.
Sedang Aerin merasa terkejut bukan main karena tiba-tiba buah di tangannya melayang ke udara. Saat ia cepat-cepat mau mengambil buah itu sebelum benar-benar jatuh ke lantai, badannya terhuyung hingga membuatnya hampir jatuh juga.
Aerin merasa ada yang menarik pinggangnya, menahannya supaya tidak terjatuh. Ia menaikkan wajah menatap orang yang sedang memeganginya sekarang dan tertegun sesaat, menyadari siapa orang itu.
Anson ...
Ya ampun, kenapa kejadian memalukan seperti ini harus terjadi sih. Apalagi ia tidak kuat dengan tatapan dingin Anson. Kecanggungan yang hanya dirasakan oleh dirinya sendiri, mungkin?
Aerin berdeham pelan dan melepaskan tangan Anson yang masih setia di pinggangnya. Pandangannya beralih ke Logan. Lelaki itu memberi perintah pada perawat didekat situ membawa Safa balik ke kamar pasien. Logan kemudian menatap Aerin nyalang.
"Berapa kali harus ku ingatkan, kau tidak mengerti bahasa manusia?!"
Aerin menatap lelaki itu jengah.
"Kenapa kau semarah itu? Aku hanya memberinya buah, dan aku pikir tidak apa-apa, tidak seperti aku memberinya racun. Kau saja yang terlalu berlebihan." balasnya.
Aerin tahu Logan hanya mau mencari-cari kesalahannya saja. Logan tersenyum sinis.
"Safa adalah pasienku, aku berhak melarang kamu melakukan apa pun yang kau inginkan terhadapnya. Jam makannya sudah diatur, ingat itu!" lelaki itu memberi peringatan dengan nada tajamnya kemudian pergi dari situ mengikuti perawat yang membawa Safa, ia terlalu malas berhadapan dengan Aerin.
Aerin berdecak kesal menatap kepergian lelaki sombong yang sok berkuasa itu. Padahal sudah hampir enam bulan dirinya dan Dean, sepupu Logan putus namun lelaki itu masih saja dendam. Ia heran bagaimana Dean mempengaruhi Logan sampai pria itu sangat membencinya seperti ini. Ketika hendak berbalik pergi, mata Aerin Kembali berpapasan dengan Anson.
Ternyata pria itu belum pergi. Dia masih disini? Aerin sama sekali tidak menyadari kalau Anson masih berdiri di dekatnya. Kalau berdua saja begini, ia merasa lebih canggung lagi. Gadis itu menampilkan senyum cerah andalannya.
"Kau masih di sini?" tanyanya berusaha terlihat sebiasa mungkin. Lupakan masa lalu, hadapi masa sekarang. Mereka sama-sama sudah dewasa bukan. Lelaki itu selalu menatapnya dingin dan tak bersahabat. Dari dulu sudah begitu, jadi tidak ada yang berbeda menurut Aerin. Ia sudah biasa.
Anson bersedekap menatap Aerin.
"Jadi, berapa banyak pria yang sudah kau campakkan selama ini?" nadanya datar. Aerin mengernyit bingung. Ia berusaha memahami perkataan Anson. Ah, mungkin Logan sudah cerita. Atau Anson mendengar gosip dari para dokter dan perawat yang tidak punya kerjaan itu.
Di rumah sakit ini, nama baik Aerin memang sudah tercoreng. Ia tahu mereka selalu bergosip tentang dirinya yang begitu gampangan dan selalu gonta-ganti pacar. Entah darimana cerita itu beredar dan jadi ramai dikalangan para staf rumah sakit.
Padahal seumur hidupnya, ia hanya punya satu pacar dan hanya pacaran satu kali dengan Dean. Masalah mencampakkan atau tidak, Dean sendiri yang tahu kenapa mereka putus waktu itu. Aerin tidak mau membahasnya, sudah lewat dan hanya akan membuatnya sakit hati.
"Ternyata kau tidak pernah berubah, bahkan lebih buruk dari dirimu yang dulu." gumam Anson lagi dengan tatapan merendahkan.
Aerin menahannya. Ia sudah kebal dengan perkataan menyakitkan pria itu. Entah kalimat apalagi yang akan dilontarkannya setelah ini, biarkan saja lelaki itu menghinanya semaunya. Ia terlalu lelah untuk berdebat seperti dulu. Dirinya yang dulu dengan sekarang berbeda.
"Sepertinya kau bahagia sekali dengan hidupmu sekarang. Tiba-tiba aku merasa menyesal kenapa kutukan ku dulu tidak benar-benar terjadi." tambah Anson lagi sinis.
Jleb.
Napas Aerin tercekat. Perkataan itu membuat hatinya terasa pedih. Ia tersenyum menatap Anson dan berusaha terlihat baik-baik saja.
"Jadi kau masih ingat kejadian dulu? Kau masih membenciku? Ayolah Anson, dulu itu kita masih terlalu muda. Jangan menyimpannya dalam hati. Lagipula, kau juga memecahkan barang mahal yang aku berikan padamu dulu, jadi kita sudah impas bukan?"
kata-kata Aerin meluncur begitu saja dari mulutnya. Ia sampai tidak sadar malah mengungkit kejadian dulu lagi.
Anson menggertakkan gigi dengan tangan terkepal kuat, menatap Aerin lekat-lekat.
"Katakan sekali lagi," gumam lelaki itu dengan nada rendah. Tatapannya yang tajam menusuk membuat Aerin langsung ciut. Ia menahan napasnya ketika Anson mencondongkan badan ke wajahnya.
"Jangan pernah samakan barang berhargaku dengan benda tidak berguna milikmu itu." pria itu melanjutkan ucapannya dengan sangat dingin kemudian berbalik pergi.
Kali ini Aerin mengembuskan napas lega. Ia merutuki dirinya sendiri karena tanpa sengaja malah memancing kemarahan lelaki itu lagi. Siapa suruh lelaki itu mengingatkan kutukan mengerikan itu.
Aerin lalu tertawa kecut, Anson saja yang tidak tahu kalau kutukannya dulu seperti mimpi buruk baginya, karena semua itu betul-betul terjadi di hidupnya. Aerin saja yang pandai menutupinya.
Dia lebih memilih digosipkan sebagai perempuan gampangan yang suka gonta-ganti pacar dan mencampakkan mereka daripada di pandang dengan wajah kasihan oleh mereka. Ia tidak ingin orang lain mengasihani hidupnya. Ia tidak suka itu. Berpura-pura tidak punya harga diri jauh lebih bisa diterimanya.
Bertindak secara impulsif dan sulit mengontrol emosi.
Pendarahan selama Operasi Buruknya sangat beresiko dapat menyebabkan Infeksi setelah operasi . Gumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, atau masalah paru-paru .
Satu bab buruk dalam hidup itu tidak berarti itu adalah akhir, tetapi itu adalah awal dari babak baru dalam hidupmu..
Namun jika situasinya seperti ini tingkat Lithium yang sangat tinggi dalam darah dapat mengganggu fungsi ginjal dan organ tubuh lainnya jika dikonsumsi berlebihan.