Season 2 Pengganti Mommy
Pernikahan Vijendra dan Sirta sudah berusia lima tahun lamanya, namun mereka belum dikaruniai momongan. Bukan karena salah satunya ada yang mandul, itu semua karena Sirta belum siap untuk hamil. Sirta ingin bebas dari anak, karena tidak mau tubuhnya rusak ketika ia hamil dan melahirkan.
Vi bertemu Ardini saat kekalutan melanda rumah tangganya. Ardini OB di kantor Vi. Kejadian panas itu bermula saat Vi meminum kopi yang Ardini buatkan hingga akhirnya Vi merenggut kesucian Ardini, dan Ardini hamil anak Vi.
Vi bertanggung jawab dengan menikahi Ardini, namun saat kandungan Ardini besar, Ardini pergi karena sebab tertentu. Lima tahun lamanya, mereka berpisah, dan akhirnya mereka dipertemukan kembali.
“Di mana anakku!”
“Tuan, maaf jangan mengganggu pekerjaanku!”
Akankah Vi bisa bertemu dengan anaknya? Dan, apakah Sirta yang menyebabkan Ardini menghilang tanpa pamit selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
Vi tersenyum melihat Ardini yang menunduk seperti itu. “Kenapa kamu suka sekali menuncuk saat bicara denganku, Adin? Kamu tidak berani menatapku?”
Ardini langsung menatap Vi dengan ragu, “Saya tidak sengaja dan spontan melakukan tindakan yang tidak semestinya. Maafkan saya, Tuan.”
“Tindakan apa maksudmu?” tanya Vi.
“Ya itu, tadi saya reflek menyentuh wajah Tuan. Maaf saya lancang sekali.”
Vi tidak menanggapi ucapan Ardini. Ia malah tersenyum melihat wajah lucu Ardini yang sangat menggemaskan saat tadi ia memanggilnya, karena ia tidak ingin melihat Ardini kecapekan karena memask. Ternyata dirinya malah mendapat serangan Ardini yang melayangkan spatula ke wajahnya, dan dengan reflek Ardini membasuh wajahnya dengan air.
“Kamu kenapa sih mudah sekali terkejut?” tanya Vi.
“Maafkan saya, Tuan.”
“Adin ... saya ini sedang bertanya, bukannya dijawab tapi kamu malah meminta maaf?” Vi maju satu langkah mendekati Aridni. Tentu saja Ardini reflek mundur dan menundukkan kepalanya, karena Vi mendekatinya.
“Kamu ini kenapa sih, Adin? Sepertinya aku ini menakutkan sekali, sampai kamu ketakutan begitu? Apa aku kasar padamu?”
“Tidak, Tuan?”
“Lalu kenapa kamu begitu? Kamu seolah takut sama aku, di dekati saja mudur? Malah nunduk gitu? Aku ini suamimu, Adin? Kalau bicara tatap lawan bicaranya?”
“Tuan, saya lanjutkan masak dulu, ya? Lebih baik Tuan mandi, setelah itu sarapan, dan langsung pulang. Saya takut jika Mbak Sirta tahu soal ini, tolong jangan begini, saya tidak akan melarikan diri, Tuan. Meskipun Tuan tidak ke sini. Saya sadar posisi. Jika sedang ada masalah dengan Mbak Sirta, lebih baik Tuan selesaikan dengan baik-baik. Jangan asal pergi saja,” ucap Ardini.
“Kenapa kamu bahas Sirta? Aku di sini karena mauku sendiri, bukan karena ada masalah dengan Sirta. Masalahku dengan Sirta ya masih sama, diselesaikan bagaimana pun ya tetap gak bisa selesai, kalau Sirta masih teguh pada pendiriannya,” jelas Vi.
“Ya sudah saya lanjutkan masak dulu, Tuan,” ucap Ardini.
Vi mengangguk, lalu ia langsung ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Vi benar-benar tidak ingin mengatakan apa pun perihal hubungannya dengan Sirta. Karena tanpa diceritakan pun, Vi rasa Ardini pasti mengerti dengan keadaan rumah tangganya dengan Sirta.
^^^
Hari ini Vi tidak ke kantor, ia hanya meminta Alex mengirimkan beberapa dokumen penting ke rumah Ardini, juga meminta Alex untuk membawakan pakaian ganti untuknya. Alex begitu semangat, Vi lebih dekat dengan Aridni. Alex berharap Vi bisa memiliki keluarga yang bahagia dan sempurna meskipun bukan dengan Sirta, wanita yang sangat Vi cintai. Alex malah mendukung Vi untuk berusaha jatuh cinta pada Ardini.
Alex kini masih berada di rumah Ardini, membahas masalah kantor bersama Vi. Ardini mengantarkan kopi untuk Alex dan Vi yang sedang berada di ruang tamu, membahas masalah kantor.
“Silakan kopinya, Tuan,” ucap Ardini.
“Siapa yang menyuruh kamu keluar membawakan kopi, Adin?”
“Ehm ... tidak ada menyuruh, Tuan?” jawab Ardini.
“Saya bilang, kamu istirahat saja, untuk apa saya bayar mahal asisten rumah tangga untuk kamu, kalau kamu masih saja melakukan pekerjaan rumah sendiri? Jangan buat Bi Siti makan gaji buta! Aku mau kamu istirahat, Adin! Kamu paham itu?”
“Iya, Tuan. Maaf.”
“Apa kamu mau caper sama Alex?”
“Dih kenapa saya di bawa-bawa?” protes Alex.
“Diam kamu!” bentak Vi pada Alex.
“Iya kamu mau caper sama dia? Dia sudah punya anak istri, Adin!”
“Apa bedanya sama kamu?” ucap Alex.
“Diam kamu, Alex!”
“Tuan ini aneh, mana ada saya caper? Orang mau ngantar kopi saja?” ucap Ardini lalu bergegas masuk ke dalam.
Ardini sampai bingung sendiri, kenapa Vi begitu over protektif dengannya. Padahal baru sehari dia menjadi istri Vi, sudah mendapatkan perlakuan yang seperti itu?
Sedangkan Alex, dia hanya bisa senyum-senyum melihat kelakuan bos sekaligus teman akrabnya itu yang sangat over protektif sekali pada istri mudanya. Baru sehari Alex sudah melihat perubahan Vi yang begitu menonjol. Alex yakin di hati Vi sudah mulai tumbuh benih-benih cinta untuk Ardini, apalagi Ardini sedang mengandung anaknya. Dan Vi sendiri sangat merindukan hadirnya seorang anak.
“Ehem ... mulai perhatian dan over protektif nih rupanya? Makanya betah di sini, gak mau ke kantor?” ucap Alex.
“Apaan sih, Lex! Diam lah gak usah banyak bicara, ini bagaimana solusinya?” ucap Vi.
“Solusinya, kamu harus cinta sama Ardini. Dia benar-benar perempuan baik, dan begitu taat pada suami sepertinya. Dia begitu menghormati suami. Bahkan ada pembantu saja dia memilih memasak untuk suaminya? Istri idaman sekali tuh. Jangan dilepas!”
“Aku punya Sirta, Lex. Tapi ya begitu? Rumit sekali. Dia tidak mau memberikan alasan kenapa dia gak mau punya anak. Aku mendesaknya, tapi malah ini jadinya, semalam bertengkar hebat, hingga aku memilih ke sini menentramkan pikiran,” ucap Vi.
“Hasilnya tentram, kan?” tanya Alex.
“Gak tahu, malah bingung sama sikap Ardini, dia menganggap aku ini bukan suaminya, sepertinya dia itu menganggap aku ini masih atasannya, dia bicara sama aku menunduk, dia selalu kaget jika aku deketin, ya aneh saja perempuan begitu?”
“Tenang, ini baru awal. Sudah deh betah-betahin di sini!”
“Sirta gimana? Dia sudah memberikan ultimatum padaku, kalau aku sampai menikah lagi, dia akan bunuh istri keduaku. Yang aku tahu dia tak pernah main-main dengan perkataannya. Jadi aku hati-hati untuk hal ini, aku tidak mau Adin terluka sedikit pun. Ada anakku di dalam rahimnya, aku juga sedang berusaha menjadi suami yang baik untuk Adini, bagaimana pun caranya.”
“Sirta memang seperti itu wataknya, keras kepala, ya begitu lah. Aku saja heran kok kamu bisa bucin banget sama dia?”
“Sudah, balik kerja lagi, gak usah bahas Sirta!”
^^^
Malam harinya, Vi dan Ardini makan malam bersama. Suasananya begitu sunyi dan senyap. Hanya suara sendok dan piring yang saling berdenting pelan. Ardini memang sudah biasa makan tanpa bicara. Dia sudah terbiasa makan tidak sambil bicara. Itu ajaran dari sang ayah, dan terus Ardini ingat, bahkan adiknya pun demikian. Vi pun tidak mengatakan sepatah kata pun, ia dengan lahap makan masakan istrinya lagi malam ini. Setelah merasakan masakan Bi Siti di siang hari yang jauh beda dengan masakan Ardini, akhirnya Vi mengizinkan Ardini memasak lagi untuk makan malam. Vi begitu menikmati hidangan yang Ardini suguhkan malam ini, yang membuat Vi begitu lahap makannya.
Setelah selesai makan, Ardini mengupaskan apel untuk Vi. Vi menerimanya, dengan diiringi senyum dan ucapan terima kasih.
“Masakan kamu sangat enak, itu kenapa aku memperbolehkan kamu masak lagi untuk makan malam.”
“Jadi masakan bibi gak enak ya, Tuan?” ucap Bi Siti yang mendengar pujian Vi pada masakan Ardini. Bi Siti membawakan dua gelas jus untuk Ardini dan Vi.
“Eh bukan begitu, Bi. Masakan Bibi enak kok,” ucap Vi.
“Tidak apa-apa, Tuan. Sudah lumrahnya, saya malah senang Tuan bisa memuji masakan Nyonya Adin. Memang masakannya enak, Tuan. Syukur kalau Tuan sangat suka. Sudah seharusnya suami suka dengan masakan istri,” jelas Bi Siti.
“Begitu ya, Bi? Ya baru kali ini sih saya dimasakin istri saya?”
“Memang Mbak Sirta gak pernah, Tuan?” tanya Ardini.
“Ya begitulah, kamu tahu sendiri Sirta bagaimana.”
“Ya sudah Bibi tinggal dulu, ya? Bibi mau bereskan dapur dulu,” pamit Bi Siti.
Selesai makan malam, mereka berdua duduk di sofa. Sepasang mata mereka menatap layar televisi, namun keduannya nampak hanyut dengan pemikiran mereka masing-masing. Hingga malam semakin larut, Ardini yang merasa sudah mengantuk, akhirnya dia pamit pada Vi untuk tidur lebih dulu. Beberapa menit kemudian, Vi menyusul Ardini ke dalam kamar.
Ardini terlihat sudah berbaring di atas tempat tidur. Vi perlahan duduk di sebelah Ardini, lalu merebahkan tubuhnya di sebelah Ardini.
“Tuan yakin mau menginap di sini lagi?”
“Iya, ayo tidur? Sudah malam. Jangan tanya soal Sirta, tidurlah!” jawab Vi.
Ardini hanya mengangguk, dan mencoba memejamkan matanya. Vi pun demikian, meski pikirannya sedang tidak baik-baik saja, Vi mencoba tenang, dan tidak mau memikirkan apa yang belum terjadi.