Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Delapan Belas
Ghendis yang telah selesai mandi tak melihat Aksa di kamar. Dia tersenyum dan menepuk jidatnya.
"Apa yang kamu lakukan tadi Ghendis? Apa yang ada dipikiran pria itu melihatnya?" tanya Ghendis pada dirinya sendiri.
Dia lalu berjalan keluar dari kamar menuju ruang keluarga. Tak terlihat satu orang pun di sana. Ghendis langsung ke ruang makan. Terlihat Aksa yang sedang memangku putrinya. Wajah garis itu memerah menahan malu teringat apa yang dia lakukan tadi.
"Mimi ...," panggil Alice begitu melihat kehadiran Ghendis. Dengan senyum manisnya gadis itu menghampirinya. Mengecup kedua pipinya. Pandangan Ghendis dan Aksa bertemu kembali.
"Sayangnya Mimi wangi banget. Pasti sudah mandi," ucap Ghendis menghilangkan kegugupan.
"Iya, Mi. Papi juga wangi. Coba Mimi cium," ucap Alice dengan polosnya. Ghendis memandangi wajah Aksa. Pria itu sepertinya tersenyum mengejek.
Ghendis lalu berjalan ke bangku di samping mama Reni tanpa suara lagi. Mama Reni melihat rambut gadis itu yang masih basah tersenyum.
"Selamat Pagi, Ma," ucap Ghendis dan mengecup pipi mertuanya.
"Selamat Pagi, Sayang. Kamu tampak lebih fres pagi ini."
"Mungkin tidurku nyenyak tadi malam, Ma," balas Ghendis.
Mama Reni masih terus tersenyum. Dia meminta semua segera sarapan.
"Aku mau di suapin Mimi," ucap Alice.
"Iya, Sayang. Sini Mimi pangku," ucap Ghendis. Dia berdiri menghampiri bocah itu dan menggendongnya.
Ghendis lalu menyuapi Alice dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Mama Reni yang memperhatikan semua interaksi cucu dan menantunya merasa sangat bahagia dan bersyukur karena merasa Alice berada di tangan wanita yang tepat.
"Alice, nanti kalau sudah punya adik tak boleh manja lagi dengan Mimi. Sebentar lagi pasti di perut Mimi ada adiknya," ucap Mama Reni.
Ghendis dan Aksa serempak memandangi wajah mama Reni. Terkejut dengan ucapan wanita itu. Dalam hatinya gadis itu berkata, bagaimana dia bisa hamil, berhubungan badan saja tak pernah dengan suaminya.
"Ma, kenapa bicara begitu sama Alice," ucap Aksa.
"Mama ingin cucu dari kalian berdua. Umur mama sudah semakin tua. Takut tak bisa melihat kelahiran cucu kedua. Mama harap kalian tak menunda memiliki momongan," balas Mama Reni.
Aksa dan Ghendis hanya diam tak menjawab ucapan sang mama. Karena bagiamana mungkin bisa hamil jika berhubungan saja mereka tak pernah.
Setelah sarapan, Aksa dan Ghendis pamit pulang. Hari ini gadis itu tak perlu datang lagi ke kantor karena Aksa telah mendapatkan kesalahan dalam perhitungan pengeluaran kantor. Dan dia akan mengadakan rapat dengan staf keuangan.
"Ghendis, sesuai dengan janjiku, aku akan memberikan apa pun yang kamu inginkan sebagai bayaran. Kamu ingin uang cash berapa? Atau mobil?" tanya Aksa saat dalam perjalanan menuju rumah mereka.
"Aku tak mengharapkan imbalan. Aku melakukan dengan ikhlas. Bukankah membantu suami itu juga merupakan kewajiban. Aku tak ingin kamu rugi, karena jika perusahaan bangkrut yang akan menanggung akibatnya bukan hanya kamu seorang. Kasihan Alice, saat memasuki bangku sekolah dia pasti butuh banyak biaya," jawab Ghendis.
"Anggap ini bukan bayaran, tapi hadiah dariku. Kamu ingin apa? Mumpung aku baik," ujar Aksa.
Ghendis memandangi wajah pria itu. Dia sudah mulai tak kaku lagi. Apakah sebenarnya Aksa pria yang perhatian, sehingga Grace jatuh cinta dengannya? Tanya gadis itu dalam hatinya.
Sampai di rumah, Aksa tak turun dari mobil. Dia harus langsung ke kantor. Alice dan Ghendis saja yang keluar.
"Ghendis, pikirkan apa yang kamu inginkan. Setelah itu katakan padaku. Aku pasti akan memberikan," ucap Aksa kembali mengingatkan.
"Aku pikirkan dulu, Mas," balas Ghendis.
"Papi, da da ...," ucap Alice saat Aksa menjalankan mobilnya kembali. Dia melambaikan tangan pada pria itu dan di balas Aksa dengan melakukan hal yang sama.
***
Sore hari, Ghendis dan Alice kembali melukis di taman belakang rumah. Gadis itu memberikan satu kain kanvas untuk bocah itu melukis.
Ghendis meneruskan lukisannya yang belum selesai. Dia ingin menyalurkan hobinya yang tak bisa dia lakukan jika di rumah ibunya. Ibu akan marah jika melihat gadis itu melukis. Hanya membuang waktu, begitu yang ibu katakan.
"Sayang, mau kemana?" tanya Ghendis melihat Alice yang turun dari kursinya.
"Main di sana, Mi," tunjuk Alice ke arah taman bunga.
"Jangan jauh-jauh mainnya. Di sana saja ya!"
"Iya, Mi ...," jawab Alice.
Bocah itu berlari ke arah taman bunga. Taman yang di buat oleh Aksa untuk istrinya Grace, karena dia sangat menyukai bunga.
Walau Grace telah tiada taman itu tetap di jaga dan di rawat oleh Aksa. Dia meminta tukang kebun untuk merawat bunga-bunga itu. Sehingga bunganya tumbuh mekar dan sangat indah.
Ghendis begitu serius dengan lukisannya sehingga tak menyadari apa yang Alice lakukan. Bocah itu mencabut dan merusak taman bunga itu sehingga tak berbentuk lagi.
Alice mengambil bunga dan berjalan menuju Ghendis. Dia ingin memberikan pada gadis itu.
"Mimi, ini bunga untuk Mimi," ucap Alice memberikan beberapa tangkai bunga yang dia cabut.
Ghendis melihat itu dengan pandangan heran. Dari mana bocah itu mendapatkan banyak bunga hidup.
"Sayang, dari mana bunga ini kamu dapat?" tanya Ghendis.
"Itu ...." Alice menunjuk ke arah taman bunga yang sudah tak berbentuk lagi. Semua telah berantakan.
Ghendis berdiri dan melihat secara dekat. Jantungnya langsung berdetak cepat, melihat taman yang sudah tak berbentuk itu lagi.
"Alice, kenapa kamu mencabut bunga di taman ini, Sayang?" tanya Ghendis dengan frustasi. Dia menarik rambutnya.
"Bunganya cantik, Mimi," ucap Alice dengan polosnya.
Ghendis berjongkok. Mengambil bunga yang telah Alice cabut. Mengumpulkan di satu tempat. Dia mengambil tangkai yang mungkin masih bisa ditanami.
"Sayang, kamu duduk saja di sana. Sepertinya akan turun hujan. Biar Mami tanami lagi bunga ini. Siapa tahu masih bisa diselamatkan. Mimi takut papi marah jika melihat taman ini berantakan," ucap Ghendis.
"Iya, Mi," balas Alice. Dia berlari menuju teras, duduk di kursi yang ada. Sedangkan Ghendis mencoba menanami kembali. Dadanya terasa sesak, takut Aksa akan marah mengetahui semua ini.
"Ini kelalaianku, kenapa membiarkan Alice bermain tanpa pengawalan," gumam Ghendis dalam hatinya.
Ghendis yang serius menanami bunga tak menyadari kehadiran Aksa. Pria itu tegak dengan tangan di pinggang. Napasnya memburu menahan emosi melihat taman yang sudah tak berbentuk.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Aksa dengan suara lantang
Ghendis menoleh dan melihat ke arah Aksa dengan ketakutan. Wajah pria itu tampak memerah menahan amarah.
"Aku sedang memperbaiki taman ini, Mas," jawab Ghendis ketakutan.
"Dari awal sudah aku katakan padamu, jangan pernah merubah apa pun yang ada di rumah ini. Apa lagi merusaknya!" ucap Aksa dengan suara yang tinggi, membuat Ghendis makin katakutan.
"Bukan aku yang merusak, tapi ...."
Belum sempat Ghendis menjelaskan terdengar lagi suara Aksa, yang bicara dengan lantang.
"Kembalikan taman ini seperti semula. Jangan karena aku mulai baik padamu sehingga kau bisa dan boleh melakukan semaumu. Ingat posisimu di sini, Ghendis. Kau bukan pemilik rumah ini. Ini milik Grace. Dan akan jatuh ke tangan Alice. Jangan bermimpi kau akan memiliki semua ini!" ucap Aksa dengan lantang.
Harga diri Ghendis tak terima dengan ucapan Aksa yang seakan menuduhnya ingin menguasai dan memiliki harta miliknya. Gadis itu berdiri dan menatap pria itu dengan mata tajam dan terluka.
"Aku juga tak pernah berpikir sedikitpun untuk menguasai atau memiliki rumah ini. Aku sadar posisiku di sini, hanya sebagai pengasuh Alice. Tak perlu kau ingatkan lagi! Akan aku perbaiki seperti semula walau bukan aku yang melakukannya, tadi Alice yang mencabutnya," ucap Ghendis dengan penuh penekanan.
"Jangan kau limpahkan kesalahanmu pada Alice, Ghendis! Kau perbaik saja taman ini. Jika belum bagus seperti semula, jangan pernah masuk ke rumah," ucap Aksa.
Aksa berjalan meninggalkan Ghendis seorang diri. Hujan turun membasahi bumi seolah tahu dan mengerti perasaan gadis itu.
...----------------...
thor. bikin aksa nyesel