NovelToon NovelToon
23.55 "Lima Menit Sebelum Tengah Malam"

23.55 "Lima Menit Sebelum Tengah Malam"

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas Dendam / Wanita Karir / Trauma masa lalu
Popularitas:654
Nilai: 5
Nama Author: Nurul Wahida

Sebuah kota kecil bernama Reynhaven, seorang pria ditemukan tewas di rumahnya, tepat lima menit sebelum tengah malam. Di pergelangan tangannya, ada tanda seperti lingkaran berwarna hitam yang terlihat seperti dibakar ke kulitnya. Polisi bingung, karena tidak ada tanda-tanda perlawanan atau masuk secara paksa. Ini adalah korban kedua dalam seminggu, hingga hal ini mulai membuat seluruh kota gempar dan mulai khawatir akan diri mereka.

Di lain sisi, Naya Vellin, seorang mantan detektif, hidup dalam keterasingan setelah sebuah kasus yang ia ambil telah gagal tiga tahun lalu hingga membuatnya merasa bersalah. Ketika kasus pembunuhan ini muncul, kepala kepolisian memohon pada Naya untuk kembali bekerja sama, karena keahliannya sangat diperlukan dalam kasus ini. Awalnya ia sangat ragu, hingga akhirnya ia pun menyetujuinya. Akan tetapi, dia tidak tahu bahwa kasus ini akan mengungkit masa lalunya yang telah lama dia coba lupakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Wahida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak diantara Abu

Angin dingin menerpa wajah Naya ketika ia berdiri di depan apartemen yang telah menjadi abu tiga tahun lalu. Gedung itu sekarang hanya tinggal kerangka, dikelilingi oleh garis polisi yang sudah pudar warnanya. Petunjuk yang dikirimkan kepadanya itu masih terngiang di kepalanya, "Di tempat api pernah berkobar, kau akan menemukan jejak penyesalan."

Namun kali ini, ia tidak sendiri.

"Senior, apa anda yakin kita harus masuk kesana?" suara Evan memecah keheningan. Pria itu berdiri di sampingnya, terlihat cemas.

"Petunjuknya jelas sekali. Di tempat ini, ada sesuatu yang harus kita temukan," jawab Naya tanpa menoleh. Ia menatap reruntuhan itu dengan tekad.

Evan menghela napas, menyerah. "Baiklah, kalau ini penting. Tapi kalau ada tanda-tanda gedung ini mau runtuh, saya yang akan menarik anda langsung keluar."

Naya tersenyum tipis. "Kau terlalu mengkhawatirkan ku, bocah. Aku tahu apa yang kulakukan."

Naya memandangi reruntuhan itu dengan perasaan bercampur aduk. Tiga tahun lalu, kebakaran ini menjadi berita besar. Banyak yang kehilangan nyawa, dan yang selamat pun kehilangan tempat tinggal serta barang-barang berharga mereka. Namun, saat itu, kejadian tersebut dianggap sebagai kecelakaan akibat korsleting listrik. Kini, ia mulai meragukan cerita itu.

Mereka melangkah masuk ke gedung yang hangus itu. Dindingnya penuh jelaga, lantainya licin oleh debu dan sisa puing. Evan berjalan di belakang Naya, matanya mengawasi setiap sudut dengan cermat.

"Jadi, apa yang kita cari di sini?" tanya Evan.

"Aku tidak tahu pasti," jawab Naya sambil terus berjalan.

"Tapi ada sesuatu di tempat ini. Tiga tahun lalu, kebakaran ini dianggap kecelakaan. Tapi petunjuk yang kuterima mengarah pada sesuatu yang lebih besar."

Naya melangkah perlahan ke dalam gedung. Meskipun tidak ada garis polisi yang melarang masuk, suasana di dalam terasa menekan. Dindingnya hangus, lantainya retak, dan aroma samar abu yang tertinggal bercampur dengan bau lembab. Ia menyalakan senter di ponselnya, mencoba mencari sesuatu yang mungkin memberi jawaban atas teka-teki itu.

Langkah kakinya berhenti di sebuah kamar yang dulunya adalah lobi. Di lantai, ia melihat sesuatu yang aneh, dimana ia menemukan bekas yang terlihat seperti angka. Ia mendekat dan menyadari bahwa itu adalah nomor 304.

"Nomor kamar," gumamnya. Keningnya berkerut. Jika ini nomor kamar, maka ia harus pergi ke lantai tiga.

Tangga di ujung ruangan terlihat rapuh, tetapi Naya memutuskan untuk mencobanya. Ia menapaki anak tangga satu per satu dengan hati-hati, mendengar setiap derit kayu yang terasa seperti peringatan untuk mundur.

Sesampainya di lantai tiga, ia mencari kamar 304. Pintu kamar itu sudah tidak ada yang tersisa hanyalah kerangka kusen pintu yang hangus. Naya melangkah masuk dan melihat sekeliling. Ruangan itu kosong, hanya ada puing-puing dan dinding yang dipenuhi noda hitam bekas asap.

Namun, sesuatu menarik perhatiannya. Di sudut ruangan, ada kotak logam kecil yang tergeletak di atas tumpukan abu. Naya memungut kotak itu dengan hati-hati. Kotak itu terkunci, tetapi ada sesuatu yang tertulis di permukaannya, "Hanya dengan api, kebenaran terungkap."

Ia menatap tulisan itu dengan bingung. Apa maksudnya? Api? Apakah ini semacam metafora, atau ia harus benar-benar menggunakan api?

"Ini aneh," gumam Evan, membaca tulisan itu.

"Apa maksudnya?" sambungnya

Naya mengeluarkan pemantik kecil dari tasnya. "Aku pikir ini harus dibuka dengan api."

Evan terlihat ragu. "Apa itu tidak berbahaya?"

"Kita harus mencobanya," kata Naya.

Di dalam tasnya, Naya membawa pemantik kecil, sesuatu yang selalu ia bawa untuk berjaga-jaga. Dengan hati-hati, ia mencoba menyalakan api di dekat kotak itu. Begitu api menyentuh permukaan logam, sesuatu yang mengejutkan terjadi, tulisan tersembunyi mulai muncul. Tulisan itu berbunyi "Cari di ruang bawah tanah."

"Ruang bawah tanah?" Evan menatap Naya dengan bingung.

"Anda serius? Tempat itu pasti lebih berbahaya."

"Kalau kau takut, kau bisa tunggu di sini, bocah," jawab Naya sambil tersenyum kecil menggoda Evan.

Evan mendengus. "Saya tidak akan meninggalkan anda sendirian."

"Ho ho, romantis sekali junior kita ini," tawa kecil Naya.

"Sudahlah, apa anda tidak jadi masuk?"

Mereka kemudian berjalan dan menemukan pintu menuju ruang bawah tanah di lantai dasar. Saat membukanya, aroma lembap bercampur bau tak sedap langsung menyergap. Tangga kayu yang curam membawa mereka ke ruangan gelap yang hampir tak berisi cahaya.

Naya menyalakan senter di ponselnya, sementara Evan memegang senter kecil dari ranselnya. Bersama-sama, mereka menjelajahi ruang itu.

Ruang bawah tanah itu dingin dan gelap, hampir tidak ada cahaya yang masuk. Aroma lembab semakin kuat, bercampur dengan bau yang tidak sedap. Naya menyalakan senter di ponselnya dan mulai menjelajahi ruangan.

Rasa penasaran Naya semakin memuncak. Ia tahu gedung ini memiliki ruang bawah tanah, tetapi ia tidak tahu apakah tempat itu masih bisa diakses. Ia turun kembali ke lantai dasar, menelusuri lorong-lorong gelap sampai akhirnya menemukan pintu yang setengah tertutup. Di balik pintu itu, ada tangga yang mengarah ke bawah.

Dindingnya penuh dengan rak-rak tua yang dipenuhi barang-barang tak berguna, tetapi di sudut ruangan, ia melihat sesuatu yang menarik perhatiannya yaitu sebuah koper hitam.

Ia membuka koper itu dengan hati-hati. Di dalamnya, ada tumpukan dokumen yang terlihat usang. Saat ia membaca dokumen-dokumen itu, matanya melebar. Dokumen tersebut adalah catatan keuangan yang menunjukkan adanya aliran dana besar-besaran ke rekening yang tidak diketahui. Ada juga dokumen lain yang mencantumkan nama-nama penghuni apartemen yang meninggal dalam kebakaran itu.

Namun, yang paling mengejutkan adalah sebuah surat yang terlipat di antara dokumen-dokumen itu. Surat itu ditulis dengan tangan, dan isinya membuat Naya merinding.

"Coba lihat ini," kata Evan setelah membuka koper itu. Ia mengeluarkan dokumen-dokumen usang yang ada di dalamnya.

Naya membaca dokumen itu bersama Evan. Alis mereka berkerut ketika mereka menemukan catatan keuangan yang mencurigakan dan daftar nama penghuni yang meninggal dalam kebakaran.

"Ini… bukti kuat," kata Evan, suaranya rendah.

"Tunggu," potong Naya, menunjuk surat yang terlipat di antara dokumen itu.

"Lihat ini."

Evan membukanya, dan mereka membaca surat itu bersama.

"Kebakaran ini adalah satu-satunya cara untuk menyembunyikan kebenaran. Tidak ada yang boleh tahu tentang proyek ini. Pastikan tidak ada yang selamat yang bisa bersaksi."

"Jadi kebakaran ini memang disengaja," gumam Evan, suaranya penuh kemarahan.

"Siapa yang bisa melakukan hal seperti ini?"

"Mereka menyebut ‘proyek’ dalam surat ini," tambah Naya.

"Kita harus tahu apa maksudnya."

Evan melanjutkan membaca dokumen lainnya dan menemukan denah bangunan baru yang direncanakan untuk menggantikan apartemen ini.

"Ini proyek pembangunan gedung baru. Tapi ini ilegal… tunggu, ini nama perusahaan."

Naya membaca nama itu dengan tegas. "Astra Land."

"Jonas," panggilnya begitu lirih. Evan memandang Naya yang tengah sedih.

Naya merasa darahnya mendidih. Bagaimana mungkin seseorang tega melakukan hal seperti ini? Namun, ia tahu bahwa ia belum memiliki bukti yang cukup untuk mengungkapkan kebenaran ini. Ia mengambil foto semua dokumen yang ada di koper itu dengan ponselnya, memastikan ia memiliki salinan sebelum meninggalkan tempat itu.

"Sial! Kenapa pembunuh itu selalu mengirimkan ku email? Apa yang dia inginkan dariku?" marah Naya melempar dokumen-dokumen itu.

Ponsel Evan berdering, ia mengangkatnya.

"Ya, ada apa, ketua?" tanya Evan sembari memandang pada Naya.

"Datang ke TKP. Ada mayat baru!"

"Apa? Lagi?"

Naya dan evan saling pandang. Mayat kemaren baru 5 hari yang lalu. Sekarang sudah ada mayat lagi?

"Apa, jangan-jangan, pembunuh itu mengirim email untuk memperlambat kita?" pandang Evan pada Naya.

"Sekarang kita pergi ke sana! Sial!"

Ponsel Naya berbunyi, sebuah notifikasi masuk ke dalam email nya. Ia berhenti dan membuka ponselnya untuk mengecek email itu.

"Apa anda sudah menemukan dokumennya, detektif Naya? Dan seperti biasa, anda terlambat!"

"Argh! Sial!" umpat Naya kesal.

"Dia benar-benar mempermainkan para polisi!"

...****************...

Sesampainya di TKP, Naya melihat sudah banyak polisi yang berkumpul. Ia melirik jam di tangannya. Bahkan ini baru pukul 4 dini hari. Kenapa pembunuh ini melakukannya di tengah malam?

"Siapa yang melaporkannya?" tanya Naya.

"Satpam kantor," jawab Owen.

"Apa anda sudah memeriksa kesaksian?" tanya Evan.

"Yah, dia bilang ada sosok bayangan hitam masuk ke dalam kantor. Tetapi, ada sesuatu yang menghantam kepalanya, dan dia berakhir pingsan. Kami juga sudah mengecek CCTV. CCTV ini mati selama lima menit. Yaitu dari pukul 23.50-23.55. Kemudian, di pukul 23.56, CCTV nya kembali aktif," jawab Rayyan.

"Hahh. Sial! Lagi dan lagi. Pukul 23.55," umpat Naya kesal.

"Oh? Anda kembali lagi detektif Naya?" seseorang menyapa dari belakang.

Naya menoleh dan tersenyum ketika melihatnya. "Dokter Ranmor! Lama tidak berjumpa," sapanya.

"Yah, lama tidak berjumpa. Senang melihatmu bekerja kembali."

"Yah, begitulah," jawabnya malu-malu.

"Anda mendengarkan saran saya, ketua detektif Owen."

...To be continue...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!