NovelToon NovelToon
Cahaya Terakhir Senja

Cahaya Terakhir Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Allamanda Cathartica

Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.

Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.

#A Series

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 10: Kepingan Luka di Keluarga Xavier

"Suara lo tadi bagus," puji Alfariel yang ditujukan kepada Aletta.

Aletta menunduk dengan pipi yang bersemu merah. Sunguh, dia merasa senang sekarang, sampai-sampai Aletta tidak bisa menyembunyikan wajah malunya saat berdekatan dengan Alfariel. Diam. Aletta tidak mampu menegakkan kepalanya demi melihat Alfariel. Seperti tersihir, bahkan dia menjadi patung di hadapan laki-laki tersebut.

"Oh ya, gue mau pulang dulu." Alfariel mengenakan jaketnya lalu menenteng kembali gitar miliknya.

Jaket Alfariel. Aletta teringat sesuatu ketika melihat Alfariel yang sedang memakai jaket.

Aletta menepuk kening, "Astaga! jaketnya belum gue kembalikan," gumamnya lirih.

"Ada apa, Pendek?" Alfariel bertanya dengan ekspresi penasaran.

Aletta tersentak kaget. "Eh, nggak apa-apa kok." Aletta tersenyum kikuk atas ulah konyolnya. "Cokelatnya mana?" tanya Aletta kemudian.

Laki-laki itu terlihat merogoh saku jaketnya, mengeluarkan tiga bungkus permen cokelat lalu diberikannya pada Aletta.

"Ya sudah, gue balik dulu," ucap Alfariel sambil berjalan keluar cafe dengan tangan yang melambai ke arah Aletta.

Aletta membalas melambaikan tangannya.

"Semoga aja next time bisa ketemu lagi sama dia," ujar Aletta berharap.

Tanpa sepengetahuan Aletta, Agisha berjalan mengendap di belakang Aletta. Sementara itu, Aletta melamun melihat arah jalan pulang yang dilewati oleh Alfariel.

"DOR!" teriak Agisha sambil menghentakkan sebelah kakinya.

Aletta kaget dan lamunannya seketika menjadi buyar. Aletta menoleh ke belakang, dilihatnya Agisha yang tertawa tanpa dosa. Aletta mengelus dadanya akibat ulah dari Agisha.

Agisha mengusap air mata yang keluar dari sudut matanya. "Sampai segitunya lo suka sama Kak Ren."

"Kak Ren?" tanya Aletta bingung. Bukankah dia namanya Alfariel? Sejak kapan Alfariel merubah namanya menjadi Ren?

"Iya, Kak Narendra," jawab Agisha.

"Jadi panggilannya Narendra atau Alfariel?" Aletta bertanya lagi. Dia semakin bingung sekarang.

Tawa Agisha makin pecah tanpa alasan yang jelas, membuat Aletta kesal. "Gish, gue serius nanya," protes Aletta sambil melipat tangan di depan dada.

"Tenang, gue jelasin," kata Agisha sambil menarik napas. "Dia itu namanya Narendra Alfariel Xavier. Narendra itu panggilan khusus dari keluarganya. Kak Ren tidak suka jika ada orang lain yang memanggilnya dengan nama itu, baginya nama Narendra merupakan panggilan sayang dari Mama," jelas Agisha panjang.

Aletta terdiam sesaat, mencoba mencerna informasi baru itu. "Tapi … pas SMP, bukannya dia sering dipanggil Rendra, ya?" tanyanya masih bingung.

Agisha mengangguk. "Iya, lo bener. Waktu itu kan Mama masih ada. Kak Ren seneng banget dipanggil Rendra karena itu panggilan yang Mama pakai. Tapi sekarang, dia nggak mau denger orang lain manggil dia Rendra lagi. Panggilan itu cuma boleh gue dan Papa yang pakai."

Aletta mulai mengingat-ingat badge name yang pernah dia lihat di seragam Alfariel. "Loh … kalau gitu, lo ini keluarganya Alfariel juga dong?" tanyanya penuh dugaan.

Agisha mengangkat alis lalu tersenyum lebar. "Ya jelaslah! Gue kembarannya. Masa lo baru sadar? Memang muka gue nggak mirip banget sama dia, ya?" tanyanya balik sambil tertawa geli.

Aletta membelalak, mulutnya sedikit terbuka. "Kembar?! Seriusan? Tapi kok sifat kalian beda banget?"

"Itulah yang namanya kembar fraternal, Al. Sama, tapi beda. Gue lebih ceria, dia lebih pendiam. Tapi percayalah, Kak Ren itu orang baik banget di balik sikap dinginnya," ujar Agisha sambil mengedipkan mata. "Jadi, lo nggak perlu takut buat suka sama dia."

Aletta hanya bisa terdiam, wajahnya bersemu merah. Rasanya semua semakin rumit, tetapi entah kenapa ada sedikit kehangatan yang muncul di hatinya setelah tahu lebih banyak tentang Alfariel.

"Bentar, kita enaknya duduk aja kali ya? Dari tadi kita di depan pintu, dikira penjaga pintu lagi," usul Aletta yang disetujui oleh Agisha.

"Gue nggak nyangka kalau lo kembarannya cowok sok tinggi itu." Aletta berjalan di depan Agisha.

"Aletta kok tahu, mimpi! Secara lo orangnya susah mengenal dunia luar, pastilah lo nggak tahu apa-apa," balas Agisha sambil tetap berjalan.

"Apaan sih," balas Aletta sambil mendengus kecil.

Mereka akhirnya duduk di salah satu meja yang ada di tengah kafe. Agisha melambaikan tangan isyarat memanggil ke arah salah satu pelayan Kafe Jingga. Perempuan berseragam khas ala Kafe Jingga menghampiri Agisha.

"Aku pesan orange juice. Al, lo mau nggak? Atau pesan yang lain?" tanya Agisha sambil menyodorkan buku menu ke Aletta.

"Sama kayak lo aja deh," jawab Aletta tanpa pikir panjang.

"Jadi orange juice dua ya, Mbak," ucap Agisha sambil mengembalikan buku menu kepada pelayan kafe itu.

"Ada yang mau dipesan lagi?" tanya pelayan kafe memastikan pesanan Agisha.

"Nggak ada, itu aja," ujar Agisha.

Akhirnya pelayan itu pergi dari meja yang sedang ditempati oleh mereka. Aletta menatap Agisha secara lekat. Agisha yang merasa diperhatikan, menaikkan alisnya seolah bertanya 'Ada apa?'.

"Lalu?" Aletta memajukan sedikit badannya agar lebih dekat dengan Agisha yang berada di depannya.

"Apanya?" Agisha malah berbalik bertanya.

Aletta memutar bola matanya malas. "Yang tadi itu,  yang soal lo kembarannya Alfariel. Gue masih nggak percaya, makanya gue tanya lagi." Aletta memberi kode dengan menunjuk tempat dimana mereka berdua yang bercakap mengenai topik tentang siapa Alfariel yang sebenarnya.

Agisha tersenyum misterius. "Apa hayo?"

"Apaan sih, Gish? Jawab serius, dong," protes Aletta sambil menutupi rasa gugupnya. Dia tahu Agisha suka menggoda, tapi kali ini terasa lebih menyebalkan. "Gue beneran penasaran tau."

Agisha menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu berkata dengan nada menggoda. "Itu namanya kepo, Al. Lo yang jatuh cinta kok ribet amat. Nanya-nanya soal dia, kepo terus, mau bikin dia nyaman, dan ujung-ujungnya kalau cinta lo ditolak gimana? Nggak kebayang deh sakitnya. Kandas, tiada terbalas."

Aletta mendesah panjang merasa tersindir, tetapi dia memilih tidak membalas.

Tepat saat itu, pelayan datang membawa dua gelas orange juice. Dengan cekatan, dia menaruh minuman itu di atas meja.

"Terimakasih, Mbak," ucap Aletta yang mendapat senyuman dari pelayan cafe itu.

"Ayolah, Gish," bujuk Aletta kepada Agisha. "Gue bukan menanyakan soal jatuh cinta, tetapi tentang kembaranmu itu."

Agisha mengangkat alis, lalu mengambil gelas orange juice-nya, menyesapnya perlahan dan meletakkannya kembali di meja. "Mulai dari mana nih?" tanyanya santai.

"Terserah, yang penting lo cerita," jawab Aletta, antusias.

Agisha pun mulai bercerita. Dia mengisahkan bagaimana Alfariel, atau Ren, dulu adalah anak yang manja, terutama kepada sang Mama, Belinda. Mendengar ini, Aletta terkejut. Bayangannya tentang Alfariel yang menyebalkan dan cuek ternyata hanya sebagian dari sisi dirinya. Diam-diam, Aletta mulai menyadari bahwa di balik sifat dingin Alfariel, dia tetap remaja biasa yang membutuhkan kasih sayang.

Namun, suasana menjadi lebih berat ketika Agisha berbicara tentang kepergian Mama mereka. Tragedi itu telah mengubah segalanya. Kehilangan Belinda membuat Alfariel menjadi lebih tertutup, dingin, dan tampak tak peduli pada dunia sekitarnya. Aletta teringat momen dua hari yang lalu saat Alfariel menolongnya. Meski tindakannya dingin, Aletta merasa itu adalah caranya melarikan diri dari kesedihan dan mencari kebahagiaan dengan caranya sendiri. Tapi Aletta yakin, cara itu salah. Tidak seharusnya Alfariel terus menyangkal kepergian Mamanya dan kehilangan semangat hidup.

"Agisha, maaf kalau gue ngebuat lo teringat lagi sama Mama lo." Aletta mengenggam tangan Agisha. Aletta tidak tega melihat genangan air yang menumpuk di kedua mata milik Agisha, air mata Agisha menetes, hati Aletta tersayat pilu seakan merasakan kesedihan dari Agisha. Aletta menjadi tak enak hati dengan Agisha. Aletta melihat raut kesedihan yang terpancar dari wajah Agisha.

"Santai kali, Al. Gue nggak apa-apa kok. Gue hanya ingin Kakak gue kembali seperti dulu, yang bisa tertawa lepas, main-main lagi sama gue, sifatnya yang selalu perhatian ke gue. Gue rindu semua itu, Al. Dia itu berubah 180 derajat dari dirinya yang dulu," ungkap Agisha yang merasa terabaikan oleh Alfariel akhir-akhir ini.

Aletta menarik napas panjang lalu berkata dengan lembut. "Mungkin dia bukannya nggak peduli, tapi dia masih terlalu terpukul, Gish. Semua orang punya cara beda buat menghadapi rasa kehilangan. Gue yakin, kalau waktunya tepat, dia bakal berubah. Lo cuma perlu sabar."

"Iya, semoga aja ya, Al," harap Agisha.

"Al, lo bisa bantu gue, kan?" tanya Agisha sambil mengusap air matanya yang jatuh menetes.

"Bantu apa, Gish?" Aletta mengangkat kedua alisnya.

"Bantu gue bikin Kak Ren balik kayak dulu," jawab Agisha penuh harap. "Lo tahu nggak, sejak Mama pergi, Kak Ren nggak pernah dekat sama cewek mana pun. Bahkan temen cewek sekelasnya aja dia nggak mau berteman. Dia lebih sering ngurung diri di kamar, terus pernah mogok makan. Dia pikir kalau dia mogok makan, Mama bakal pulang buat bujuk dia. Tapi, ya mana bisa? Sampai Papa harus dobrak pintu kamar dia, dan waktu itu ... Kak Ren nggak sadarkan diri. Ujung-ujungnya masuk rumah sakit. Gue sampai mikir, rumah sakit itu tempat favoritnya saking seringnya dia di sana."

Agisha menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Aletta menatapnya dengan penuh simpati. "Gish, selama gue bisa, pasti gue bantu," katanya dengan tegas, disertai senyuman tulus. "Lo nggak sendirian."

"Thanks banget, Al," ujar Agisha terharu lalu memeluk Aletta erat. Pelukan itu tidak hanya menunjukkan rasa terima kasih, tetapi juga harapan bahwa mereka bisa bersama-sama membantu Alfariel menemukan kembali dirinya yang dulu.

***

Bersambung …..

1
Oryza
/Speechless/
Hindia
nah kan bener ada backingannya
Hindia
pantes aja ya ternyata dia punya backingan
Hindia
sok sok an banget
Hindia
parah banget mita
Hindia
sumpah bu tya ini sangat mencurigakan
Hindia
lah berarti selama ini alfariel ngode gak sihh kalau emang ekskul tari itu ada sesuatu
Hindia
Alurnya ringan, sejauh ini bagusss
Hindia
Walahhh alfariel mah denial mulu kerjaannya
Hindia
Gass terus abyan
Hindia
Tumben banget nih si Fariz agak bener otaknya
Gisala Rina
🤣🤣
Gisala Rina
udah lupa ajah nih anak 🤣🤣
Gisala Rina
mungkin ada alasan yang bikin papa lu ga bicara jujur.
Gisala Rina
jangan gitu. begitu juga itu papa lu alfariel 🤬
Gisala Rina
mang eak mang eak mang eak sipaling manusia tampan 1 sekolah 😭
Gisala Rina
cowok bisa ngambek juga yaa ternyata hahaha
Gisala Rina
Kwkwkwkwk kalian kok lucu
Gea nila
mending kamu fokus ajah alfariel. emang sih bakal susah. tapi ya gimana lagi 😭
Gea nila
wkkwkwk sabar ya nasib jadi tampan ya gitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!